Risa yang tidak bisa melihat Gilang bersedih memutuskan untuk menuruti permintaan suaminya. Perempuan itu meminta bantuan Amira untuk mengambilkan shampo di kamar mereka.Gilang meminta rambutnya dicuci dengan memakai air keran yang disalurkan melalui selang yang memiliki penyaring."Jangan ngaco dong, Kak. Masa kepala Kakak dicuci pakai air selang sih?" Risa sedikit menyungut karena tidak setuju dengan permintaan Gilang."Kalau dicuci pakai air keran, rambut ini pasti akan bersih dan kuman-kumannya akan berjatuhan." Gilang membaringkan tubuhnya yang sudah tidak memakai baju di atas sebuah meja yang disiapkan oleh Pak Sapto.Risa hanya menghela napas panjang. Dia pun mengikuti permintaan Gilang Untuk mencuci rambutnya dengan memakai selang yang juga sudah disiapkan oleh Bik Ijum dan Mbak Asih."Amira mau lihat Bunda mencuci rambut Ayah." Amira duduk di samping Risa dan membantu ibunya memijat-mijat kepala Gilang dengan lembut."Enak banget sayang pijatanmu. Kalau begitu, Setiap hari a
Risa membuka matanya perlahan. Perempuan itu terkejut ketika mendapati dirinya sedang berada di sebuah kamar yang bernuansa putih. Dia tahu bahwa kamar itu bukanlah kamar miliknya dan Gilang."Akhirnya kamu sadar juga. Aku senang sekali karena hari ini aku pasti sudah bisa melahapmu dengan kenyang." Seorang lelaki menyeringai masuk ke dalam kamar tersebut membuat Risa merasa takut.Risa bangkit dari tempat tidur, tapi seluruh tubuhnya terasa sakit bukan kepalang. Perempuan itu pun tetap berusaha dengan sekuat tenaga agar bisa menghindari lelaki yang terus menatapnya seperti seekor singa lapar."Siapa kamu sebenarnya. Apa maumu datang ke sini? Di mana aku?" Risa terus memberondong lelaki itu dengan pertanyaan. Dia berharap lelaki itu membebaskannya karena dia teramat sangat ketakutan."Tentu saja aku ingin memberikanmu kepuasan yang luar biasa. Bukankah kamu sangat sulit untuk mendapatkan keturunan? Aku akan memberikanmu keturunan yang banyak Jika kamu bersedia melayaniku dengan sepenu
"Tanda apa itu, Gi?" Gilang yang duduk di bangku belakang seketika mengerutkan keningnya ketika melihat tanda merah yang berkedip-kedip di GPS milik Gio.Lelaki berkacamata itu sangat paham bagaimana adiknya yang memang sangat pandai dalam urusan GPS. Dia sangat yakin jika istrinya saat ini berada di dalam bahaya."Sepertinya Kak Risa sedang bergelut dengan seseorang karena GPS itu akan memperlihatkan warna merah jika tubuh pemakainya terbentur sesuatu." Gio berkata dengan geram sambil terus menaikkan kecepatan mobilnya.Gilang merasa tidak tahan mendengar ucapan Gio. Lelaki itu pun segera pindah ke bangku depan dan memaksa Gio beralih posisi."Lo nggak akan bisa fokus membawa mobil kalau lo sedang emosi seperti ini." Gio memperingatkan Gilang sambil terus membawa mobil dengan kecepatan tinggi. Namun Gilang tidak menyerah. Lelaki itu tetap memaksa agar dia yang membawa mobil karena dia tidak ingin jika sampai mereka terlambat menolong Risa.Sementara itu, di mobil belakang, Dela juga
Gilang segera membawa Risa pergi dari rumah tersebut. Istrinya itu dari tadi menangis ketakutan karena mendapat perlakuan tidak baik dari lelaki brengsek itu."Apa yang dilakukan oleh orang itu sama kakak?" Dela mengusap punggung Risa yang sejak tadi menangis tersedu-sedu di pelukan Gilang."Dia hampir saja melecehkan kakak. Kakak juga nggak tahu siapa dia. Tiba-tiba ketika bangun kakak sudah berada di ruangan tersebut dan dia langsung hendak melecehkan kakak," sahut Risa sambil menatap ke arah Dela."Kamu yakin yang menghubungi itu tadi Vani? Aku sudah bertemu dengan Vani dan dia malah tidak tahu menahu tentang kamu. Vani bilang ponselnya hilang sudah beberapa minggu yang lalu." Gilang mengusap rambut Risa dan mendudukkan istrinya itu di sebuah bangku yang terletak di atas trotoar.Dela segera memberikan air mineral kepada Risa agar Risa sedikit lebih tenang. Tak tega dia melihat kakaknya terus-terusan menangis karena hampir saja mengalami perlakuan buruk dari orang jahat.Dari kejau
"Orang yang dibawa ke psikiater bukan berarti orang gila. Aku melihat wajah ketakutan dari Kak Risa. Aku khawatir jika terjadi apa-apa padanya. Apalagi dia hampir saja dilecehkan oleh orang yang tidak dikenal." Tatapan mata Gio masih tertuju pada Risa yang tertidur dengan luas dan wajah yang dipenuhi ketakutan."Gio benar, Kak. Dela juga khawatir kalau sampai kak Risa mengalami trauma. Apalagi Kak Risa adalah seorang perempuan yang begitu pandai menjaga dirinya. Aku khawatir jika Kak Risa mengalami hal yang sangat buruk nantinya." Dela pun ikut menanggapi ucapan Gio. Ia lebih teramat sangat menghawatirkan keadaan Risa karena saat ini hanya Risalah satu-satunya anggota keluarga yang ia punya."Baiklah. Besok pagi kalian segera cari psikiater yang baik untuk merawat Risa. Mudah-mudahan Risa tidak mengalami trauma ataupun gangguan jiwa karena kejadian ini." Gilang duduk di samping Risa dan membelai rambut panjang istrinya.Betapa pedih hati Gilang melihat wajah Risa yang dipenuhi rasa ta
"Bunda di mana ya? Kok belum pulang juga?" Amira bertanya kepada Gilang ketika lelaki itu sampai di rumah.Hal yang paling Gilang takutkan adalah, ketika Amira mempertanyakan tentang keberadaan ibunya. Gadis kecil itu pasti tidak akan mengerti jika Gilang menjelaskan bentuk persoalan yang sebenarnya."Bunda sedang ada urusan penting. Seminggu lagi baru kembali. Kamu ditemani Mbak Asih dulu ya." Gilang berkata sambil mengusap pucuk kepala Amira dengan lembut.Amira yang melihat ekspresi berbeda dari ayahnya sedikit menyipit. Gadis kecil itu sangat paham bagaimana karakter ayahnya dan dia yakin saat ini ayahnya sedang memiliki masalah yang cukup besar terkait dengan ibunya.Amira yang memang cerdas sejak kecil bisa membaca gestur tubuh ayahnya dan raut wajah ayahnya itu."Aku harus menemui Tante Dela untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Bunda." Amira mengambil ponselnya dan segera menghubungi Dela untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada bundanya.Dela yang dihub
"Ke mana kiranya mereka? Kenapa rumah dalam keadaan sepi?" Risa merasa terheran-heran melihat rumah yang begitu sepi.Pak Sapto yang biasanya berjaga di depan rumah pun tidak terlihat. Hal itu membuat Risa benar-benar merasa cemas."Apa terjadi sesuatu hal yang buruk pada Kak Gilang?" Risa meremas jemarinya dengan rasa khawatir.Dia sangat khawatir jika sampai terjadi sesuatu pada Gilang atau terjadi sesuatu pada Amira. Dia tidak ingin mengingkari janjinya pada Mega dan Gading yang memintanya untuk menjaga dua orang yang sangat mereka cintai itu."Coba kamu hubungi Dela." Wulan memberikan ponselnya kepada Risa yang langsung disambut dengan cepat oleh perempuan itu."Kak Gilang baru saja dirawat di rumah sakit. Selama seminggu terakhir ini Kak Gilang selalu muntah-muntah di pagi hari." Dela menyahut di seberang telepon."Kak Gilang sakit? Dirawat di rumah sakit mana?"Risa langsung meminta diantarkan oleh Wulan ke rumah sakit yang disebutkan oleh Dela. Ada perasaan menyesal di dalam ha
"Jangan-jangan apa? Jangan ngadi-gadi lho ya." Gilang menatap tajam pada Gio yang sepertinya tengah berpikir licik pada dirinya."Emang yang ada di pikiran lo apaan? Gue cuma berpikir jangan-jangan lo amnesia. Atau lo memiliki kepribadian ganda yang selama ini tidak pernah kita ketahui.""Sialan lo. Mending sekarang lo cari es krim rasa strawberry sebanyak mungkin. Gue pengen makan es krim yang banyak." Gilang melempar Gio dengan sebuah kartu ATM yang langsung disambut oleh Gio dengan senyum bahagia.Dia pun berpamitan pada Risa dan Gilang untuk segera membeli es krim pesanan Gilang. Tak lupa pula pemuda itu mengajak Dela yang baru saja datang hendak menjenguk Gilang."Kak Gilang mau es krim? Bukannya Kak Gilang nggak suka es krim?" Dela memiringkan tubuhnya demi mendengar penjelasan dari Gio tentang permintaan Gilang kali ini."Aku juga nggak tahu. Makanya aku bilang kalau Kak Gilang itu jangan-jangan kesambet jin ifrit.""Huusss. Jangan asal bicara. Pamali""Ya ampun Del Del. Zaman