Gilang tergelagap mendengar ucapan Amira. Lelaki itu langsung menghampiri Putri kesayangannya dan mencium kening Amira dengan penuh cinta.Amira yang mendapat perlakuan Sayang dari ayahnya langsung menoleh ke arah Risa dan mengulurkan tangan pada ibu sambungnya itu."Amira pengen tidur sama Bunda. Amira takut melihat Bunda yang hampir tenggelam. Amira selalu teringat-ingat saat Bunda terbujur kaku di pinggir kolam." Amira berkata dengan wajah sendu.Gadis kecil berambut panjang itu menatap Risa dengan wajah cemas dan ketakutan. Dia takut jika bundanya kembali meninggalkannya dalam waktu yang cukup lama seperti setelah bundanya tenggelam di dalam kolam."Dokter bilang kalian tidak apa-apa. Jadi kemungkinan nanti sudah boleh pulang." Gio berkata kepada Amira dan Risa yang langsung disambut kerutan kening dari Gilang.Gilang sendiri memang tidak mendengar Dokter mengatakan bahwa Risa dan Amira sudah diperbolehkan pulang, Tapi tetap saja dia mengkhawatirkan anak dan istrinya itu, sehingga
Gio pun mengangguk mendengar ucapan Amira. Lelaki itu pun segera menyerahkan Amira kepada Dela dan memastikan kepada Dela agar tidak melepaskan Amira dari gendongan."Mau lo tuh apa sih? Lo pikir deh jangan seenaknya bisa masuk ke dalam rumah kami? Lo lupa kalau lo itu bukan siapa-siapa di sini?" Gio berkata kepada Alea dengan nada sinis.Alea terbelalak mendengar perkataan Gio. Perempuan itu mengepalkan tangannya kuat-kuat dan menatap tajam pada lelaki yang pernah menjadi saksi peristiwa pembunuhan yang dilakukannya kepada Mega."Lo memang bisa lari dari kejadian pembunuhan Mega, tapi gue nggak akan pernah membiarkan lo menyakiti Amira ataupun Kak Risa. Gue adalah orang yang paling terdepan melindungi mereka jika lo berani menyakiti Kak Risa ataupun Amira." Gio menggemelutukkan giginya di hadapan Alea membuat Alea semakin terperangah."Jaga bicara kamu Gio. Harus berapa kali aku katakan bahwa aku tidak pernah membunuh Mega. Apa kamu lupa? Kasus itu bahkan sudah ditutup. Dan aku terbu
"Maksud kakak apa?" Risa merasakan debaran di hatinya begitu kencang saat mendengar Gilang yang mengatakan menginginkannya.Sebenarnya Risa tahu bahwa Gilang menginginkan haknya sebagai seorang suami, tapi dia masih takut mencerna ucapan Gilang karena dia sendiri sebetulnya belum siap untuk memberikan hak Gilang."Aku menginginkanmu, Risa. Kepalaku terasa teramat sangat sakit karena setiap hari kita tidur dalam satu ranjang yang sama, tapi aku bahkan tidak bisa menyentuhmu." Gilang berkata sambil memijat pelipisnya dengan begitu kuat.Risa berusaha menenangkan hatinya yang gelisah. Dia sudah merasa nyaman bersama Gilang dan merasa ada cinta dari iris mata Gilang, tapi dia tidak yakin jika Gilang melakukan malam pertama mereka atas dasar cinta."Aku ...." Risa yang belum sempat melanjutkan ucapannya begitu terkejut karena Gilang kembali melakukan ciuman di bibirnya dan ciuman itu begitu teramat sangat lembut.Kelembutan ciuman itu melebihi dari lembutnya ciuman sebelumnya. Gilang bahka
"Aku pengen sarapan nasi goreng.""Tunggu di sini. Aku akan membuatkannya untukmu." Gilang mendudukkan Risa di tepian ranjang, lalu mengecup pucuk kepala istrinya itu dengan mesra sebelum dia pergi ke dapur untuk membuatkan sarapan.Risa sedikit merasa heran melihat sikap Gilang. Sebuah sikap yang teramat sangat berbeda dengan beberapa hari yang lalu."Bunda ..!" Amira tiba-tiba muncul di balik pintu dan sudah berpakaian dengan cantik.Gadis kecil itu memakai celana pendek dan baju kaos. Terlihat begitu sangat cantik dengan wajahnya yang begitu ceria."Kita jadi latihan berenang kan?" Amira langsung duduk di samping Risa dan berjalan berlenggak-lenggok di hadapan ibu sambungnya itu."Jadi dong.""Kok Bunda masih duduk di sini?""Ayah tidak mengizinkan Bunda keluar. Katanya Ayah pengen membuat nasi goreng." Risa Manuel ujung hidung Amira dengan lembut.Amira tersenyum sumringah mendengar ayahnya yang membuat nasi goreng."hore ... Akhirnya Ayah mau membuat nasi goreng lagi." Risa mena
"Ayah sama Bunda kok lama banget sih di kamarnya? Amira sampai lelah menunggu tahu." Amira mengerucutkan bibirnya Karena gadis kecil itu sudah menunggu Ayah dan Bundanya hampir satu jam di lantai bawah.Tadi ketika Amira meninggalkan Gilang dan Risa di kamar, pasangan suami istri itu hendak menikmati sarapan pagi dengan nasi goreng yang dibuatkan oleh Gilang. Sedangkan Amira sendiri langsung masuk ke dalam kamar untuk menghabiskan sarapannya yang telah disiapkan oleh Bik Jum.Namun ternyata sampai hampir 1 jam berlalu, Risa dan Gilang tak kunjung turun dari lantai atas, membuat Amira merasa kesal dan mengetuk pintu kamar Ayah dan Bundanya itu."Kakak sih. Tadi kan udah aku bilang Amira pasti bakal ngambek kalau nunggu terlalu lama." Risa menyenggol bahu Gilang yang masih tersenyum membayangkan Bagaimana manisnya penyatuan mereka di nirwana yang baru saja terjadi beberapa menit yang lalu."Aku terpaksa mandi lagi kan." Risa baru saja hendak masuk ke dalam kamar mandi ketika Gilang mena
"Kamu mau makan di mana?" Tanya Gilang menatap Risa. Mereka baru saja selesai berlatih berenang dan Gilang mengajak Risa berbelanja di mall."Terserah kakak saja," jawab Risa.Gilang melajukan kendaraannya dan berhenti pada sebuah restoran yang cukup mewah."Kak …" Risa menahan tangan Gilang yang menggandengnya.Gilang menatap Risa heran. "Ada apa?" Gilang mengerutkan keningnya melihat sikap Risa."A-aku tidak suka makan makanan yang mewah," ujar Risa malu."Steak?" Gilang tersenyum. Risa hanya mengangguk, memperlihatkan wajah tidak bersemangat. Ia memang hanya ingin makan di rumah makan Padang.Gilang tidak memperdulikan permintaan istrinya itu. Tangan besarnya tetap menggenggam tangan Risa dan membawanya masuk ke dalam restoran tersebut.Gilang memesan meja VIP yang mana hanya mereka berdua yang berada di dalam ruangan itu.Beberapa pelayan restoran menyajikan banyak makanan membuat Risa terbelalak karena semua makanan itu, adalah makanan favoritnya. Ada Bakso jumbo, Ayam geprek, d
"Hingga akhirnya apa, Kak?" tanya Risa lagi.Wajah Gilang berubah keruh, ada kesedihan yang amat mendalam di sana."Mega sering sakit-sakitan, setiap hari muntah-muntah, sampai Mega pingsan ketika akan membuat teh di dapur. Aku memanggil Dokter untuk menangani Mega, tapi duniaku terasa runtuh saat mendengar perkataan Dokter." Gilang menahan sakit di dadanya."Dokter mengatakan kalau Mega sedang berbadan dua. Hatiku sakit, sesak, aku marah pada diriku sendiri karena aku tidak bisa menjaga Mega. Padahal aku sangat mencintainya. Mendengar ada makhluk haram di dalam perutnya, Mega memukul-mukul perutnya dan mencoba melakukan percobaan bunuh diri." Risa semakin menutup mulutnya."Kak Gading ingin menikahi Mega, tapi mama dan papa melarang. Mreka malah ingin mencari orang lain yang akan menggantikan posisi Kak Gading menjadi suami Mega. Hal itu membuat Kak Gading marah besar. Sehingga akhirnya dia memilih lari dari rumah mama, dan akhirnya pindah ke rumah ini." Gilang menatap Risa sekilas,
Gilang menyelesaikan cerita tentang dia dan Gading. Lelaki itu kembali melangkah menuju Jendela. Risa pun mengikuti Gilang dan berdiri di samping suaminya, lalu menyibak tirai dan menatap bintang yang bertaburan. Sepasang suami istri itu sama-sama merasakan ada sesuatu yang menghimpit jiwa mereka. Gilang menoleh ke arah Risa sesaat sebelum dia melanjutkan ceritanya."Pagi itu, aku mendengar Kak Gading ribut hebat dengan mama dan papa. Mama memaksa Kak Gading untuk menceraikan Mega dengan alasan Mega bukanlah orang baik. Namun, tentu saja Kak Gading menolak. Karena Kak Gading tahu, Mega seutuhnya mencintai Kak Gading sebagai suami dan ayah dari anaknya. Bersamaan dengan itu pula, Kak Gading mendapat telpon dari Agen Fly to me, bahwa ada pasien yang membutuhkan donor organ segera." Cerita itu mengalir dari bibir Gilang dengan beban yang masih terasa berat."Tanpa pikir panjang, Kak Gading berangkat menunaikan tugasnya. Aku mengantarkan Kak Gading ke pelabuhan udara helikopter yang akan