Share

Bersembunyi Di Gua

DAR! DAR! DAR!

Rentetan bunyi peluru yang melesak cepat dari ujung senapan menggema ke seluruh penjuru desa. Raka yang begitu ahli dalam hal game battle royal membabat habis lima iblis bersayap tanpa bersusah payah. 

"Bagaimana caranya memakai senjata ini!" Ki Joko Gendeng malah melarikan diri dari dua iblis bersayap.

AAAARGH!!!

Aji Pamungkas juga ikut melarikan diri dan  lari ke arah yang berlawanan dari Ki Joko Gendeng. Ia melintasi gang kecil dan berusaha bersembunyi dari kejaran tiga iblis bersayap. 

"Majulah!" Teriak Raka.

Ia begitu lihai dalam soal menembak karena dirinya pernah mengikuti latihan tembak amatir bersama temannya. Meski pun sedikit mahal untuk biaya pelatihannya. 

Namun ia menikmati masa-masa menembak sasaran yang masih berupa benda mati. Tapi untungnya kali ini ia bisa menembak sasaran hidup yang jauh lebih menguji adrenalinnya.

"Alright! Next target!" Teriak Raka.

Ia membidik salah satu iblis bersayap yang mengejar Aji Pamungkas. 

Dengan mengandalkan scope ukuran perbesaran 4 kali, ia berhasil membunuh iblis itu dengan menghantam Kepalanya dengan peluru lima milimeter.

"Dua iblis lagi!" Raka mendekat dan menembak mereka berdua secara beruntun.

DAR! DAR! DAR!

"Hai, bocah!" Sapa Raka. Ia bertemu dengan Aji Pamungkas.

"Tolong beritahu dahulu bagaimana cara menggunakan senjata ini sebelum memberikannya kepadaku! Aku hampir saja menjadi santapan ketiga iblis itu!" Aji Pamungkas memarahi Raka. Wajahnya terlihat cemberut.

"Maaf, aku terlalu bersemangat." Raka mengelus kepala bocah berusia 10 tahun itu. Setelahnya, ia segera berlari ke arah Ki Joko Gendeng.

"Tolong!" 

Pria tua itu berteriak. Ia terjebak di dalam kandang sapi kosong dengan dua iblis yang berusaha merangsak masuk ke dalam. 

Raka mengambil sesuatu dari kantongnya.

"Hei, come to papa!" Raka melemparkan satu buah granat ke arah kedua iblis itu.

DUAR!!!

Granat aktif meledak cepat dan membuyarkan semua bagian tubuh kedua iblis itu. Ki Joko Gendeng yang terjebak di dalam kandang hanya berdiri diam ketika mendengarkan ledakan dari granat tersebut. 

Jantungnya berdetak cepat ketika merasakan getaran dahsyat dari ledakan tersebut.

Dan setelah pertarungan melawan beberapa iblis telah selesai, senjata api yang berada di genggaman Raja, Ki Joko Gendeng dan Aji Pamungkas akhirnya menghilang. 

"Jangan pernah memberikan senjata dari duniamu lagi kepadaku! Setidaknya berikan saja sebuah pedang atau apa pun yang bisa aku gunakan tanpa harus membaca buku petunjuk terlebih dahulu!" Ki Joko Gendeng merasa kesal. 

"Maaf, itu salahku." Raka meringis.

Mereka berdua menemui Aji Pamungkas yang tengah berdiri di hadapan mayat kedua orang tua dan dua adiknya. 

"Portal dimensi akan tetap terbuka sampai matahari terbenam. Aku harap ada banyak orang dari desa lain yang selamat dan membantai para iblis itu. Setidaknya mereka bisa berkumpul kembali bersama dengan keluarganya," ungkap Aji Pamungkas. Ia mengusap air matanya yang terjatuh. 

Raka tidak bisa berkata apa pun. Ia hanya mengelus lembut pundak Aji Pamungkas sambil berdoa untuk para korban yang tewas. 

"Sangat menyebalkan bila mendengar ocehan para iblis yang terus berteriak dan menjerit seperti itu," ucap Ki Joko Gendeng.

Selagi menunggu matahari terbenam, mereka bertiga akhirnya memilih untuk bersembunyi di dalam gua yang berada di dalam hutan. Para iblis yang berwisata ke desa-desa sebelah pun telah kembali ke desa Aji Pamungkas dan terus mengitari kawasan sekitar desa itu. 

"Sudah jadi, cobalah." Raka baru saja selesai memasak. Ia memberikan panci berukuran sedang yang berisikan mie instan rebus rasa soto kepada mereka berdua.

"Apa itu?" Tanya  Ki Joko Gendeng.

Ia menghirup aroma wangi dari mie instan. Baru pertama kalinya ia melihat makanan sejenis itu. Aroma harum semerbak memanjakan hidungnya.

"Cobalah makanannya, gunakan ini." Raka memberikan garpu untuk menyendok mie rebus.

Ia mengajarkan kepada Ki Joko Gendeng dan Aji Pamungkas caranya memakan mie rebus tersebut. 

"Wah! Ini enak banget!" Ungkap Aji Pamungkas hingga ia terperangah saat pertama kali menyeruputnya. 

"Apa ini? Apa ini makanan para dewa?!" Ki Joko Gendeng tidak bisa berhenti menyeruput mienya.

Raka sangat bahagia melihat kedua temannya yang ia temukan secara random bisa bahagia dan merasa senang dengan sepanci mie rebus buatannya. Ia jadi teringat beberapa staf di kantornya yang selalu meminta Raka untuk membuatkan mie instan. 

"Jadi, apa rencanamu selanjutnya?" Tanya Ki Joko Gendeng.

"Menurut orang yang sudah melemparku ke dunia ini, aku harus menuju ke menara Kalpawreksa dan membunuh seratus raja iblis di lantai tersebut," jawab Raka.

Uhuk! Uhuk!

"Kau yakin? Itu adalah ucapan terbodoh dan termustahil yang pernah aku dengar!" Ucap Aji Pamungkas.

"Oh, baguslah, karena aku suka sesuatu yang mustahil. Seperti contohnya melihat gerombolan iblis yang membantai seluruh warga desa!" Raka menggarisbawahi para iblis itu. 

"Memangnya tidak ada iblis di duniamu?" Tanya Ki Joko Gendeng  yang merasa penasaran.

"Tidak ada, yang ada hanyalah manusia bermuka iblis. Mereka busuk, tidak bisa dipercaya dan selalu bermuka dua." Raka menyeruput cepat mie miliknya. 

Ki Joko Gendeng memberi penjelasan bila menara Kalpawreksa berada di tengah-tengah daratan Yawadwipa. Untuk menuju ke sana butuh empat belas hari perjalanan bila ditempuh dengan berkuda. Dan butuh 28 hari bila berjalan kaki. 

Ditambah lagi, letak pintu masuk dari lantai dasar atau lantai 0 dari menara tersebut berada ditengah hutan para siluman. 

Ia menjelaskan bila butuh waktu dan tekad yang kuat untuk bisa mencapai menara Kalpawreksa. Bila tidak ada sumber daya yang mumpuni, jangan pernah berharap untuk mencapai lantai seratus. 

"Lalu menurutmu, apa yang harus aku lakukan? Raka bertanya. 

"Hemm… aku tidak menyarankanmu untuk pergi, tapi bila kau memang ingin pulang ke duniamu, mungkin kau bisa mencoba bergabung dengan para pendekar pemburu di kota Jakatira. Kota tersebut sudah lumayan maju dan merupakan wilayah bebas bagi para pendekar untuk berkumpul." Ki Joko Gendeng selesai dengan mie rebusnya.

Jakatira adalah sebuah kota yang terdiri dari rumah-rumah klan pendekar besar. Mereka semua berkumpul dan mendirikan markas untuk para anggotanya agar dapat berkumpul. Wilayah seperti ini juga terdapat di dekat menara Kalpawreksa. Kota itu bernama kota Surakatira. 

Namun Surakatira tidak sebesar Jakatira yang merupakan wilayah persinggahan barang-barang komoditas dari luar pulau Yawadwipa. Di bawah pemerintahan kerajaan Sundapura, kota Jakatira menjadi daerah termakmur dan teraman di wilayah barat Yawadwipa setelah ibukota kerajaan Sundapura. 

"Setelah aku berada di kota Jakatira, apa yang harus aku lakukan? Bergabung dengan salah satu klan pendekar?" Tanya Raka

Ia merasa waktu telah berlalu begitu cepat. Raka mengintip keluar gua dan melihat langit tampak gelap.

"Tidak ada kewajiban bagimu untuk bergabung. Namun saat ini antara klan pendekar sedang gemar merekrut anggota dan ingin menuju ke menara Kalpawreksa. Mereka semua sedang berlomba-lomba untuk menaklukkan menara itu dan ingin mengambil hadiahnya sendiri," ucap Ki Joko Gendeng.

Raka merasa itu sama saja dengan para penguasa di dunianya yang ingin menjadi top nomor satu di bidang ekonomi. Mereka saling berlomba-lomba untuk menduduki pasar saham dan memiliki harta sebanyak-banyaknya. 

"Aku akhirnya mengerti. Dunia ini persis dengan game dan film di duniaku. Tipe survival dan RPG yang mengandalkan strategi untuk bertahan hidup. Tapi bila para pendekar itu hanya menginginkan hadiahnya untuk diri mereka sendiri, maka sepuluh tahun ke depan, menara biadab itu tidak akan bisa ditaklukkan," ucap Raka.

"Lalu apa yang akan kau lakukan?" Tanya Ki Joko Gendeng.

"Sudah saatnya untuk menyatukan semua klan di wilayah negeri ini. Sudah saatnya semua kerajaan saling membantu untuk menghancurkan para raja iblis di lantai itu. Dan untuk mencapainya, kukira kita butuh mengunjungi klan terkuat di Jakatira," pikir Raka Sadendra. Ia tersenyum menatap kedua temannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status