Maria mengambil semua barangnya dari rumah Lahendra. Dikemasnya seluruh benda-benda yang dia beli dengan uangnya sendiri. Mengabaikan semua pelayan yang berkerumun penasaran. Menanyakan apa yang terjadi kepada keluarga yang mereka layani.
"Tunggu saja, Sirana. Keluarga Lahendra bukan lagi majikan kalian. Akan ada keputusan dari atasan baru apakah kalian akan tetap berada di sini atau diberhentikan," ucapnya kepada kepala pelayan yang menanyakan nasib mereka.
"Sebenarnya apa yang terjadi, Nyonya Besar? Mengapa keluarga Lahendra yang terhormat sampai seperti ini?"
Maria menatap Sirana datar. "Banyak hal yang terjadi. Kalian hanya perlu berkerja seperti biasa sebelum keputusan datang."
"Tapi ... Nyonya." Kepala Sirana tertunduk ragu. "Apa keluarga Lahendra benar-benar sudah berakhir?"
Maria terdiam cukup lama, aura dinginnya membuat para pelayan yang berdiri di belakang Sirana menunduk takut.
"Maafkan atas pertanyaan lancang saya, N
"Saya akan menemani Anda memeriksakan kandungan."Juni terkesiap dan hampir memekik ketika Lenna tiba-tiba berbicara di belakangnya. "Kau mengagetkanku." Napas Juni terengah-engah. Ia menyentuh dadanya yang kembang kempis. Ia sedang menyiapkan keperluannya di depan lemari dan tahu-tahu Lenna sudah ada di belakangnya. Ia bahkan tak mendengar langkah kaki Lenna memasuki kamar."Maafkan saya." Lenna menunduk sopan."Tidak apa, lain kali tolong jangan berbicara tiba-tiba begitu. Aku mudah kaget.""Baik. Saya akan membantu Anda menyiapkan keperluan."Juni menggeleng pasti sambil memasukkan selendang tipis ke dalam tasnya. Barangkali nanti dia membutuhkannya. "Tidak perlu. Keperluanku tidak banyak.""Kalau begitu saya akan menunggu Anda di luar."Juni menarik napas, membuat Lenna menghentikan gerakannya yang ingin memutar tubuh."Tidak usah menemaniku, Lenna. Aku akan pergi sendiri. Sudah tiga kali aku pergi sendiri, tidak masa
Satu tetes air jatuh dari sudut mata Juni di tengah kebekuan tubuhnya. Seluruh pakaiannya raib tak bersisa.Dengan kasar Saga mendaratkan tangannya di sekujur tubuh Juni, tak mengacuhkan rintihan kesakitan Juni saat ia meremas buah dada wanita itu dengan keras."Kubilang buka kakimu."Juni merapatkan kakinya alih-alih menuruti perintah mutlak Saga. Ia gigit bibirnya untuk menahan lebih banyak air mata yang menderas keluar."Buka. BUKA!!"Juni tersentak. Menahan gelombang ketakutan yang menyerangnya."Bukankah kau berpikir aku hanya menganggapmu sebagai perempuan yang enak untuk ditiduri? Jika kau mengeraskan tubuh seperti ini, maka kau tidak akan terasa enak lagi."Tubuh Juni gemetar. Rasa terhina itu menghantam dadanya telak.Saga tak menghiraukan, ia melancarkan serangan pada buah dada Juni, melumat dengan bibirnya lalu sebelah tangannya meremas lebih keras."Ah ...." Juni merintih kesakitan. Perutnya
Sial!Juni pingsan.Saga segera mengangkat tubuh Juni dan membaringkannya ke atas ranjang, lalu memandang wajah yang teramat pucat itu.Ada banyak hal yang berkecamuk dalam pikirannya. Sekali lagi, dia bertindak gegabah. Sekali lagi, dia hanya melampiaskan amarah dan tak memikirkan apa-apa.Diliriknya perut Juni. Apakah baik-baik saja?Dengan cepat Saga keluar kamar untuk memanggil Lenna, lalu kembali dan memindahkan Juni ke kamar mereka. Lenna datang sesaat setelah Saga membaringkan tubuh Juni di atas tempat tidur mereka."Dia pingsan. Periksa apakah dirinya dan kandungannya baik-baik saja.""Baik, Tuan. Perlukah saya memanggil dokter Elliot?"Saga menghela napas. "Tidak perlu."Saga mengamati Lenna yang memeriksa perut Juni dan denyut nadinya."Saya rasa Nyonya sedang kelelahan dan tertekan."Lenna tidak punya pengalaman di bidang kedokteran, tapi dia tahu kondisi saat kehamilan se
Tanaka Benjiro menunduk gelisah di meja kerjanya. Berbagai laporan masuk ke telinganya. Data perusahaan yang bocor, investor yang berlarian dan perusahaan lain yang menolak kerja sama, bahkan para koleganya yang menarik kontrak kerja sama.Perusahaannya di ujung tanduk. Baru saja dia mendapatkan pesan peringatan dari Atlanta. Isinya singkat, padat, tapi mampu membuat Tanaka gemetar.'Lepaskan Estigo.' begitu katanya.Tanaka mengembuskan napas keras-keras. Tampaknya masalah ini belum selesai. Atlanta baru saja memulai perang dengannya, lebih tepatnya dengan Rafael. Sepertinya keputusannya mengizinkan Rafael pulang sangatlah salah.Padahal Rafael sudah tak lagi berurusan dengan mantan istrinya. Apalagi yang Atlanta inginkan?Sepertinya Tanaka harus menyelesaikan masalah ini dengn cara berhadapan langsung dengan Saga Atlanta.***Usia kandungan Juni sudah memasuki bulan ke-5. Selama itu pula, Saga berusaha memperhatikan wanita itu. Namun
Juni sedikit terperanjat saat mendengar suara benda terjatuh yang cukup keras. Itu bukan Saga 'kan?Sesaat kemudian sebuah tangan meraihnya. "Hey. Jangan bergerak dulu."Juni menghela napas lega. Ia sangat takut jika dirinya terpeleset dan terjatuh. Untunglah Saga sudah memeluknya erat."Kenapa lampunya bisa mati?" tanya Juni. Suaranya sedikit bergetar."Entahlah. Pengawal pasti akan memeriksanya. Kemari." Saga menarik tangan Juni dan membawanya entah ke mana, lalu tahu-tahu mengangkat tubuh Juni dengan enteng kemudian mendudukkannya di atas meja.Saga melakukannya dengan sangat mudah. Padahal Juni sedang hamil besar, apalagi dalam keadaan gelap gulita seperti ini. Seberapa besar kekuatan lelaki itu?"Diam di sini. Sebentar lagi pengawal akan memperbaikinya." Saga memeluk Juni yang sedang duduk di meja makan, berdiri memposisikan diri di antara paha Juni. Membungkus tubuh Juni dengan tubuhnya yang hangat."Saga?" panggil J
Rafael akhirnya tiba di bandara. Setelah diskusi panjang dengan Tuan Tanaka dan perdebatan yang cukup keras dengan Nazura, akhirnya dia sampai ke negara ini. Nazura pasti sedang merajuk saat ini. Meskipun Rafael tak mengatakan yang sebenarnya—bahwa dia akan meninggalkan gadis itu untuk waktu yang lama atau mungkin untuk selamanya."Kakak ingin ke luar negeri? Aku harus ikut!" rengek Nazura dalam bahasa Jepang saat Rafael bilang ingin melakukan perjalanan dinas ke luar negeri. Dia tidak mengatakan jika dirinya akan pulang ke negaranya."Ini tentang pekerjaan, Nazu. Kau tak bisa ikut, aku akan pulang setelah menyelesaikannya." Rafael tahu dirinya adalah laki-laki yang sangat jahat, memberikan harapan dan janji yang tidak bisa dia tepati."Aku 'kan sudah bilang, Kakak tidak boleh pergi jauh dariku. Setelah—" Nazura menunduk secara tiba-tiba, tatapannya menerawang dan setitik luka besar di hatinya kembali menganga."Ada apa, Nazu?" tanya Raf
Juni termenung di dalam mobil bersama Lenna di sampingnya. Matanya menerawang pada pertemuan beberapa menit yang lalu dengan Rafael.Diliriknya Lenna. Apakah Lenna akan melaporkan perihal tadi kepada Saga? Ada banyak saksi mata. Juni tak bisa menghindarinya. Ia mengembuskan napas cukup keras sampai Lenna bertanya, "Ada yang sakit?""Tidak. Aku hanya memikirkan soal tadi.""Anda tidak perlu memikirkannya sejauh itu. Tak ada satu pun yang akan melaporkannya kepada Tuan Besar.Kening Juni mengerut. Ia menolehkan kepala sepenuhnya kepada Lenna. "Kenapa begitu? Kalau kalian tidak memberitahu Saga, kalian bisa dihukum olehnya. Hukuman Saga tidak seringan itu, Lenna."Raut wajah Lenna tetap datar. "Saya tahu. Tapi, rasanya tak pantas jika Tuan Besar melampiaskan amarahnya kepada Anda yang sedang hamil besar. Sangat berisiko."Ternyata Lenna juga memikirkan itu. Haruskah Juni merasa lega sekarang? Atau mungkin perkataan Rafael-lah
Saga benar-benar menepati perkataannya. Ia mengurung Juni di dalam kamar selama dua hari. Besok adalah hari di mana lelaki itu berjanji akan membunuh Rafael.Saga bahkan tidak masuk sama sekali ke kamar ini. Membiarkan Juni sendirian dan sama sekali tidak menampakkan batang hidungnya. Hanya beberapa pelayan yang datang membawakan makanan lalu pergi begitu saja, tak menoleh meskipun Juni memanggil mereka.Juni harus apa? Dia tidak bisa membiarkan Rafael dibunuh, terlebih di tangan Saga.Lenna sama sekali tidak muncul selama dua hari ini. Saga memang berniat mengurungnya sampai dia berhasil membunuh Rafael.Dada Juni berdebar di luar batas. Dia harus mencari cara untuk keluar dari sini. Bahkan tak ada alat untuknya bisa menghubungi Rafael."Kumohon pergilah, jangan menungguku. Pergi dengan cepat," gumamnya sambil memandang taman dan kolam renang dari balik jendela besar yang sudah dipasangi terali. Sudah pasti untuk mencegah Juni ka