Esok paginya setelah Saga berangkat kerja, Juni bergegas keluar dengan niat menemui Rafael, tapi tampaknya tak semudah itu.
Arnold menghalanginya di depan pintu. "Nyonya mau ke mana?"
"Aku mau keluar."
"Kalau begitu mari kami antar."
Pandangan Juni beredar pada beberapa pengawal yang berdiri tegak berjaga di depan pintu, teras dan di dekat gerbang. Seolah rumah ini adalah istana presiden yang harus diawasi dengan sangat ketat. Tanpa sadar ia meringis.
"Nyonya?"
Juni mengerjap. "Ah, maaf. Aku akan pergi sendiri."
"Apa Anda sudah meminta persetujuan Tuan besar?"
Kening Juni mengerut tidak mengerti. "Kenapa aku harus meminta persetujuannya?"
"Nyonya, di luar sana ada banyak musuh Atlanta. Anda tidak bisa pergi ke mana pun dengan bebas."
"Aku hanya ke rumah kenalanku, tidak akan lama."
"Ini sudah menjadi perintah bagi kami." Pengawal itu menunduk walau wajahnya tetap datar sejak berbicara deng
Mata Juni menyipit. "Sejauh mana kau menyelidikiku?"Juni merasa tidak pernah memberitahukan nama suaminya pada Rafael.Namun, Rafael mengabaikan pertanyaan bernada curiga itu. "Dia tidak baik untukmu. Reputasinya sangat buruk dan dia punya sifat yang—aku takut dia akan menyakitimu."Juni mengangguk samar ketika pandangan Rafael menunduk sejenak. Saga lebih berbahaya dari yang orang-orang tahu. Dia bahkan lebih menakutkan dari iblis sekalipun."Tinggalkan dia dan kembali padaku. Kita bisa memulai dari awal. Aku tidak akan pernah lagi membuatmu menderita dan diinjak-injak oleh orang lain."Rafael meraih tangan Juni yang menggantung. Ah, jemari lentik itu sekarang begitu halus jika dibandingkan saat dulu. Dia berjanji untuk tak lagi membuat tangan yang berada di genggamannya menjadi kasar.Juni melarikan pandangan ke segala arah. Mata indahnya berpendar ragu dan sedih."Aku mohon ... kembali padaku." Dikecupnya tangan
"Makin hari kau makin berani. Sudah bosan hidup?" desisnya. Suara berat yang rendah itu menguarkan aura yang membuat siapa pun akan merinding kala mendengarnya.Sedang Juni masih bersusah payah melepaskan cengkeraman Saga di lehernya. Ia hampir-hampir tak bisa lagi bernapas."Aku benci dengan pengkhianat. Sekarang katakan dengan siapa kau bermain?" Lelaki itu mendekatkan wajah dan berbisik di telinga Juni.Napas Juni megap-megap. Bagaimana bisa dia menjawab jika terus dicekik?Untuk menit yang terasa panjang bagi Juni, akhirnya saga melepaskan cengkeramannya dan menjauh. Membiarkan Juni menata napasnya yang terputus-putus. Ia terbatuk kala pasukan udara menyerbu paru-parunya.Pistol masih terarah padanya dalam jarak yang tak lagi sedekat tadi. Tatapan Saga masih sama, menyeramkan dan penuh amarah yang sepertinya sudah mencapai batas.Ia tak menyangka akan ketahuan secepat ini. Tidak. Juni tidak salah. Dia hanya bertemu dengan Raf
"Ah, kau sangat tampan, putraku."Saga versi sepuluh tahun tersenyum malu ketika sang ibu melontarkan pujian itu sambil mengelus kepalanya. Dengan nyaman ia berbaring di pangkuan Rosalia."Kau tahu kenapa aku melahirkanmu?" Senyum di bibir Saga memudar kala nada suara sang ibu berubah."Agar ayahmu bisa semakin mencintaiku." Rosalia menyeringai. Mata indahnya berpendar ke segala arah. "Supaya dia bisa berpaling padaku dan mencintaiku kembali!!"Saga kecil tersentak mendengar suara tinggi Rosalia. Belaian di rambutnya berubah menjadi tarikan kasar yang sangat menyakitkan."Harusnya kau bisa membuatnya kembali mencintaiku! ANAK SIALAN! Kalau begini percuma saja aku melahirkanmu, Bodoh!"Jambakan di rambut Saga kian kuat hingga anak itu harus meringis. Ia ingin bangun, tapi tangan Rosalia yang satunya mencengkeram lehernya."Ibu ... Khhh—lepaskan aku!" Saga menggertakkan gigi menahan rasa sakit."Apa katamu?! Mel
"Dia hanya syok. Tidak bermasalah dengan kesehatan tubuhnya. Hanya saja perlu beberapa hari untuk beristirahat dan memulihkan diri. Aku akan berikan resep dan tolong ditebus secepat mungkin."Elliot menuliskan resep dengan cepat lalu memberikannya kepada Lenna. Kemudian menoleh kembali pada Juni yang masih terbaring dengan mata nyalang dan tubuh gemetar."Tidak apa-apa. Semua akan baik-baik saja," bisiknya pelan."Tidak akan ada yang baik-baik saja jika dia dengan mudahnya mencoba membunuhku."Elliot tertegun mendengar nada suara Juni yang meninggi dan tatapannya yang bengis."Dia sudah berulang kali melecehkan dan merendahkanku, dan sekarang dia ingin membunuhku. Apa aku ini semacam hewan peliharaannya?"Dada Juni kembang kempis dengan tatapan tajam menghunus Elliot."Sepertinya kau belum mengetahui apa yang membuatnya seperti ini," desah Elliot.Juni mengerutkan kening dan Elliot pikir wanita itu akan sediki
Pukul dua tengah malam, Juni memasukkan semua pakaiannya ke dalam koper besar. Wajahnya datar tanpa ada ekspresi.Setelah kopernya penuh, dengan segera ia menutup benda itu dan menyeretnya keluar kamar. Melewati koridor dengan tatapan lurus dan dingin. Langkahnya anggun, tak terburu-buru dan tak jua ragu.Rumah sudah sepi. Para pelayan dan pekerja sudah beristirahat. Ini saat yang bagus untuk pergi.Tapi ternyata bukan. Saat ia membuka pintu utama, Arnold dan para pengawal yang lain berjaga di depan pintu. Jumlahnya sangat banyak sampai Juni mengerutkan kening.Arnold tampak terkejut saat melihatnya. Tatapannya mengatakan, 'Anda mau ke mana?'Namun, Juni mengabaikan. Ia melangkah melewati Arnold dengan dingin."Tunggu, Nyonya. Anda ingin ke mana?""Pergi." Juni terus berjalan dengan ekspresi dingin disertai raut wajah yang seolah mengatakan, 'jangan menggangguku.'Kala Juni sudah sedikit menjauh, Arnold mengejarnya.
Juni berjalan mondar-mandir di tengah kamar, memikirkan bagaimana cara untuk keluar dari rumah ini karena ternyata dia tidak bisa pergi sesuka hatinya.Apa sebaiknya ia mengatakannya pada Saga? Haruskah ia melaporkan jika ia ingin pergi dari rumah ini?Ah, itu tidak mungkin. Saga tidak semudah itu untuk diajak bicara mengenai hal ini. Juni sudah tahu tabiat lelaki itu.Saga mungkin saja akan kembali melayangkan pistol ke kepalanya atau mungkin mencekiknya sampai mati.Juni mengernyit, menyesal telah berpikiran baik tentang lelaki itu. Dia sama saja. Dia mungkin saja berlaku lembut untuk menarik hati Juni agar tidur dengannya.Dan dengan bodohnya Juni merasa lelaki itu sudah menghargai dan memperlakukan dirinya seperti yang seharusnya.Laki-laki memang sangat sulit dipercaya.BRAK!Pintu digebrak tiba-tiba sehingga Juni terlonjak dan hampir saja terjatuh. Jantungnya seolah hendak melompat keluar.Saga berjalan cepat
Saga memijat pelipisnya saat rasa sakit menyerang kepalanya tanpa ampun. Sepersekian detik kemudian, ia mengerang kala rasa panas mengaliri dadanya.Ia bangun dengan cepat dan kembali duduk di tepi ranjang. Mencoba menelaah rasa sakit yang dialaminya.Panas di dada dan menjalar ke seluruh tubuh. Rasa pening di kepala. Lalu perlahan miliknya di bawah sana mengeras diikuti dengan gairah yang meluap-luap.Sial!Saga meraih gelas bekas minumnya yang sudah kosong kemudian mengendus baunya, benar saja air dalam gelas itu sudah dicemari dengan obat perangsang dengan dosis yang sepertinya sangat tinggi.Ia mendesis. "Keparat! Siapa yang sudah beraninya memberiku obat sialan itu!"Dengan geram Saga keluar dan membuka pintu secara kasar. Didapatinya seorang pelayan muda berdiri di depan pintu."Mana Lenna?" tanyanya dan si pelayan mengangkat wajah untuk menatapnya secara langsung.Sebelah alis Saga terangkat. Baru kali ada se
Saga mengerang dan merintih kesakitan. Rasa panas menjalar di dadanya hingga ke seluruh pembuluh darahnya.Sekarang ia berada di kamar lantai satu untuk meredakan sisa-sisa gairah yang membakarnya.Sialan! Ini terlampau sulit untuk dikendalikan. Hampir pagi dan efek dari obat itu masih terasa.Saga melirik nakas yang kosong. Tak ada air sama sekali. Dengan linglung, ia keluar kamar dan berjalan menuju dapur.Dapur masih kosong dan belum terlihat satu pelayan pun. Biasanya mereka akan keluar pukul setengah 6 pagi artinya masih tersisa 30 menit lagi sebelum dapur ini dipenuhi oleh pelayan yang berlalu lalang.Ia segera berjalan menuju kulkas untuk mencari air dingin. Demi apa pun tenggorokannya seolah terbakar.Belum juga sampai di depan kulkas, ia sudah dikejutkan dengan sosok yang tiba-tiba saja muncul dari depan kulkas sambil menggigit sebuah apel."Juni?" Pencahayaan yang remang-remang membuat Saga bertanya dengan nada r