Hari ini adalah hari kedua Delano menuangkan ide lewat lukisan-lukisan barunya. Ia sengaja membuatnya menarik. Entah kenapa selesai pameran lukisan ini ia berniat kembali menjelajah ke tempat lain.
Bukan tanpa alasan, tapi ia memiliki tujuan lain, ingin jauh dari segala gangguan dan bisikan yang membuatnya merengkuh sisi kejamnya tentunya.
Sering kali ia terjatuh tanpa ada yang tahu. Mendengar hal-hal di luar nalar yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya. Membuatnya takut berterus terang kepada siapapun.
Sebab ia tahu, tak ada seorangpun yang percaya dengan hal gaib. Meski sebenarnya kita hidup berdampingan dengan hal-hal tersebut.
Hari semakin malam. Bende
Mentari pagi kembali datang. Sinarnya tampak terang seperti biasanya. Embun pagi menemani dingin yang menjadikan gigil.Semua masih sama seperti sebelumnya. Sama halnya Delano. Ia masih mengikuti perjalanan hidup yang bahkan ia tak tahu di mana ujungnya. Akankah ada caranya untuk bahagia atau pun tidak?Meski begitu, ia adalah sosok yang optimis dan juga pemberani. Sering dihina di masa kecil membuatnya menjadi seorang pemberontak yang seiring berjalannya waktu semakin kuat. Bahkan kini ia mulai berencana melawan sosok kejam yang selalu mengambil alih tubuhnya.Sakit hati. Tentu saja itu yang menjadi alasan Delano saat ini. Tidak ada lagi tujuan hidup. Kecuali membalas seluruh sakit hatinya. Baginya, hanya luka yang membuatnya bertamba
Delano terkejut ketika ia memasuki kamarnya. Semua barang-barang miliknya berserakan di lantai. Sepotong kain, bekas kemeja dengan beberapa robekan lengkap dengan noda dan bau anyirnya tergeletak begitu saja di atas nakas.Ia tidak banyak bicara. Hanya mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar. Ia melongok ke arah jendela. Tidak ada bekas yang mencurigakan.Kemudian ia melangkah dan memastikan pintu. Tidak ada yang rusak. Lalu ia berpikir sejenak. Ia teringat jika tidak ada yang berani mengganggunya kecuali Oscar.Ia tersenyum menyeringai. Setalah itu ia segera membersihkan kamarnya kembali tanpa meminta bantuan maid. Bau anyir dari kain miliknya, pasti akan membuat siapapun yang masuk ke kamarnya akan
Oscar masih penasaran dengan Delano. Ia sering kali ketakutan setiap kali pemuda itu berada di dekatnya. Di sisi lain, ia juga amat penasaran dengan sosok Elis.Kenapa beberapa orang yang ditemui olehnya terasa aneh? Oscar bahkan tidak bisa membedakan mana yang masih hidup dan mana yang sudah mati.Namun, yang ia tahu Darren lebih pucat meski penampilannya lebih sempurna ketimbang Delano, begitu juga dengan Elis. Sahabat lamanya itu hanya bisa ditemui setelah mengatur janji temu lewat surel saja.Oscar masih memikirkan tentang majalah yang ia baca sekilas di kamar Delano. Di majalah tersebut, menerangkan jika sang psikolog bernama Elis sudah lama meninggal dunia. Lalu, siapa yang selalu membantunya selama ini?&
Delano bagai orang kehilangan akal. Ia melampiaskan amarahnya lewat lukisan-lukisan miliknya.Hanya dengan cara itu ia bisa lega. Malam semakin pekat. Hanya tinggal menunggu waktu, dalam hitungan jam. Tapi dia sudah tidak sabar lagi.Tangannya yang semula gemetar bergerak liar seperti sedang mengamuk meluapkan segala emosinya, menggoreskan tinta cat ke kanvas dengan guratan-guratan kasar seperti orang yang kehilangan akal.Di awal mentari pagi yang baru saja menampakkan sinarnya, jantungnya bergetar. Seolah terus memaksanya menggerakkan kuas, menorehkan cat di dasar kanvas. Rasanya sepi. Hening. Ada rasa sedih seakan kehilangan sesuatu yang berharga.Namun
Delano terjaga di dunia yang seakan terasa neraka jahanam baginya. Kenyataan pahit menyeretnya seperti seorang kriminal.Seharusnya ia bisa duduk ongkang-ongkang kaki dengan harta peninggalan Jeff yang begitu melimpah. Tapi karena ia bukan sosok yang mudah puas akan pencapaiannya, ia tetap menjadi seseorang yang ulet dan juga pekerja keras.Bukan tanpa tujuan ia menggelar kembali pameran seni lukis di galeri Jeff Hilton. Ia ingin menuntut balas, kepada sosok mistis yang selalu mengikuti kesehariannya. Dengan caranya sendiri. Cara yang begitu rumit dan susah dipahami orang lain.Karena sosok yang mampu mempengaruhi dirinya itu, hidup Delano menjadi berantakan. Bahkan beberapa orang terkasih mulai pergi dan meregang nyawa olehnya.&
Delano sedang duduk bersantai sembari melihat riuhnya tamu yang mulai berdatangan ke galerinya. Tak lama kemudian, rautnya berubah marah ketika melihat Darren tersenyum ke arahnya dari kejauhan seolah mengejek, menampakkan senyuman kecutnya.Mencoba mengalihkan perhatian. Beruntunglah Oscar membuka pameran dengan membacakan rangkaian kalimat tentang mengapa karya ini digelar.Ia begitu antusias mendengarkan bahwa Oscar menceritakan kelebihan lukisan Delano, yang terlihat begitu nyata. Bahkan seolah-olah semua isinya menggambarkan sesuatu kejadian yang nyata.Visual tampak di beberapa aplikasi seni rupa yang dipamerkan di setiap dinding ruangan. Tampaknya si pelukis menggambarkan kisah yang pernah dia alami.
"Takkan ku biarkan kau sendirian. Di dalam gelapnya malam yang begitu pekat, di dalam gulita yang dingin menjadikan gigil. Kau akan aman bersamaku. Aku akan menemanimu, selamanya." Delano mengingat ucapan Darren di masa kecilnya. Ucapan yang selalu membuatnya tenang. Di saat tak ada seorangpun yang menganggapnya ada. Suara itu terus terngiang bahkan terdengar berdengung di telinga. Dan kini. Ia justru membuatnya terjebak di dalam lukisannya sendiri. Sungguh di luar nalar untuk ukuran manusia normal. Tapi Delano bukanlah manusia biasa. Ia seringkali ditemani hal-hal mistis dalam hari-harinya. Bicara dengan mereka adalah hal biasa bagi Delano. Makhluk yang tak kasat mata. Seperti angin, hanya terasa embusannya. Mereka yang deng
Lamat-lamat terdengar suara yang tak asing baginya terus memanggil. Semakin lama, suara itu semakin konsisten tanpa jeda.Membuat Delano membuka kelopak matanya hingga terbuka sempurna. Ia terkejut ketika mendapati Oscar telah berada tepat di depan wajahnya dengan jarak yang begitu dekat.Namun, ia masih mematung tak percaya. Kemudian perlahan ia menatap menyisir sekitar ruangan.Hanya tinggal lah dirinya seorang diri di sana. Ruangan khusus VIP. Hanya ada ranjang miliknya di ruangan tersebut.Pandangannya turun menatap dadanya sendiri, begitu terkejutnya Delano. Setelah mengetahui bagian dadanya di tutup dengan kain kasa lengkap dengan bercak merahnya.&nbs