Perlahan Delano melangkahkan kakinya, menyusul Anne yang terlihat sedang terlibat pertengkaran dengan seseorang. Apa lagi, terlihat jelas usia pria itu lebih pantas disebut ayah bagi perempuan itu. Membuat Delano bukan saja penasaran, tapi Nia juga sangat cemas.
Dengan langkah gusar ia menapaki anak tangga, tapi ia dikejutkan oleh pria berusia paruh baya yang baru saja terlihat bertengkar dengan Anne melintas tepat di depan matanya.
Hal itu membuat Delano menghentikan langkahnya. Ia menoleh menatap dan mengamati wajah pria itu. Wajahnya begitu mirip dengan Anne. Mungkinkah ia memiliki hubungan darah dengannya? Dan kenapa ia terkesan bersikap keras di tempat seramai ini?
Delano kembali melanjutkan langkahnya. Tapi ia mendengar kedua sau
Jimmy telah berhasil mengusir Aleandro pergi. Mungkin saja mereka yang lain bisa sedikit lega. Akan tetapi Anna, ia terlihat berbeda. Tatapan matanya berubah sayu. Langit seakan mendung baginya.Keceriaan yang setiap hari menghiasi hari-harinya, sirna seketika. Sekejap, ia mengingat kembali kebersamaan saat terakhir kalinya.Masih segar diingatannya, ketika keduanya bertengkar memperebutkan kasih sayang sang ayah. Maklum, sejak kecil Ben—ayah si kembar, selalu mengatakan kepada kedua putrinya jika ibu mereka telah mati bunuh diri.Bip ... bip ... bip ....Ponsel Anne berdering. Tapi Anna justru tercenung menatap saudari kembarnya yang lemas terkulai di reru
Hanya Jimmy seorang yang melihat perempuan paruh baya itu. Perempuan yang terlihat memandangi ombak lautan sambil diam membeku. Rambutnya panjang tergerai, pakaian yang dikenakannya sedikit terkoyak. Namun, wajahnya terlihat masih cantik meski kulitnya berwarna sawo matang. Perempuan setengah tua itu mengetahui kedatangan gerombolan anak muda. Ia tersenyum getir menatap Jimmy yang juga sejenak menatapnya. Jimmy seolah menunggu wanita itu berlalu. Setelah perempuan itu tidak lagi terlihat, ia bergegas memberikan aba-aba kepada teman-temannya agar membantu mengangkat tubuh Anne. "Hey, teman-teman! Ayo, mumpung sepi, kita harus bergegas membawanya turun." Jimmy membuka jok bagian belakang mobil. Mereka s
Anna mendekatkan diri. Ia penasaran dengan apa yang dilakukan Ben—ayah Anna. Tatapan matanya begitu lekat memperhatikan Ben yang mengganti bingkai foto miliknya dan menukarnya dengan milik saudarinya yang telah tiada. "Kamu meninggalkan Anna di mana?" tanya Ben tanpa menoleh sambil tetap berkutat dengan bingkai foto di hadapannya. "Apa yang Papa coba katakan? Aku adalah Anna," kilah gadis itu. Ia bersih keras kalau dirinya adalah Anna bukan Anne. Tapi Ben tetap meyakini jika gadis di hadapannya adalah sebaliknya. "Dengar, bukan hal yang rumit buatku mengenali kalian berdua. Sejak bayi, aku merawat kalian sendiri. Tanpa ibu kalian, apa kau lupa?"
"Masih banyak yang harus dikerjakan, agar teman-teman kamu tidak lagi curiga." Ben segera bangkit, diikuti Anne di belakangnya.Keduanya berjalan menuju kamar si kembar. Ben membuka lemari milik Anna, kemudian ia menunjukkan bagaimana gaya berpakaian anak kesayangannya."Dia suka merias diri. Jadi mulai sekarang kamu harus belajar menjadi dia, dia suka pakaian dengan tambahan pernak-pernik agar terlihat menarik. Wajah kalian sama, tidak akan ada yang curiga asal kamu terlihat seperti dia. Lekas ganti baju, temui teman-teman kamu agar mereka tidak curiga," jelas Ben kemudian pergi meninggalkan Anna."Ya, terimakasih, Pa." Anne melangkah malas menuju kamar mandinya.
Delano masih menatap dari kaca spion mobilnya. Ia merasa ada yang aneh. Seperti biasa, semua yang terjadi seperti pernah dialaminya di alam mimpi atau bahkan alam bawah sadar ia tak yakin.'Semoga kalian baik-baik saja. Aku tak yakin, setelah aku menyadari David itu benar-benar ada. Tapi mengapa ia seolah belum pernah mengenalku? Apa dia berpura-pura?' Delano membatin sambil terus mengemudikan mobilnya.Ketika mobil Delano telah melesat jauh dari jalanan. Anna dan teman-temannya duduk berkumpul. Meskipun sebenarnya mereka lebih banyak merenungi nasibnya.Rasa takut kian menggerogoti jiwa mereka. Sadar atau tidak, kini hidup mereka mulai terusik. Di deretan bangku penonton, di sebuah lapangan basket. Mereka duduk berjajar sambil saling
Ben terkejut ketika tahu dirinya dipanggil ke kantor polisi. Hatinya bergejolak. Langkahnya terasa berat, bahkan perasaannya tak nyaman. Ditambah lagi ia melihat Anna dan juga teman-temannya.Delano ternyata juga turut hadir memenuhi undangan polisi. Semuanya dikumpulkan dalam satu ruangan. Secara terang-terangan polisi menginterogasi mereka."Maaf, selamat sore. Maaf mengganggu aktivitas kalian semua. Langsung saja, saya di sini ingin menanyakan poin-poin penting mengenai peristiwa pembunuhan Aleandro dan juga hilangnya Anne—putri dari Ben Daniele."Hening.Semua tampak gugup serta gemetar. Gelagat aneh tersebut ditangkap oleh mata seorang polisi bernama Alberto."Kalian diam, bera
Tangan Anna gemetar, ia salah tingkah bahkan memainkan ujung kain yang dikenakannya. Ia menatap Megan dengan tatapan tajam penuh amarah. Selain itu ia juga terus mengumpat dalam hatinya.Ia menduga kalau sang ayah meminjamkan laptop miliknya saat berkunjung ke pondok tempat tinggal mereka. Mengingat Megan adalah pacar baru dari Ben Daniele—ayah si kembar."Megan, kau benar-benar polisi menyebalkan! Ingin menikahi Papa dan menjadi ibu tiri ku? Jangan harap aku akan menyetujuinya!" ucap Anna dengan nada ditekan, kemudian pergi bersama Delano meninggalkan semua teman-temannya.**Tok ... tok ... tok ....Suara ketukan pintu mengagetkan Anna dan Delano yang sedang ber
Geming.Tak ada suara yang terdengar setelah kepergian Delano. Ben dan Anna sama-sama diam. Saling menatap, lalu Ben menangis tanpa suara.Ben yang kecewa berubah menjadi gusar. Ia menghembuskan napas kasar menatap sosok gadis yang berdiri di hadapannya. Ia jengah setelah mendengar pengakuan Delano yang mengejutkannya."Jangan salahkan aku, Pa. Selama ini Papa cuma perhatian sama Anna. Sedangkan aku, tidak ada yang peduli. Bahkan aku tidak memiliki teman," ucap Anne yang kini merubah identitasnya sebagai Anna memecah keheningan."Setiap hari kami bertengkar, dia selalu bangga menjadi putri kesayangan. Sedangkan aku? Siapa yang aku banggakan? Dengan Delano, aku mulai nyaman. Aku bercerita tentang perkenalan kami di dunia maya pada