Delano masih menatap dari kaca spion mobilnya. Ia merasa ada yang aneh. Seperti biasa, semua yang terjadi seperti pernah dialaminya di alam mimpi atau bahkan alam bawah sadar ia tak yakin.
'Semoga kalian baik-baik saja. Aku tak yakin, setelah aku menyadari David itu benar-benar ada. Tapi mengapa ia seolah belum pernah mengenalku? Apa dia berpura-pura?' Delano membatin sambil terus mengemudikan mobilnya.
Ketika mobil Delano telah melesat jauh dari jalanan. Anna dan teman-temannya duduk berkumpul. Meskipun sebenarnya mereka lebih banyak merenungi nasibnya.
Rasa takut kian menggerogoti jiwa mereka. Sadar atau tidak, kini hidup mereka mulai terusik. Di deretan bangku penonton, di sebuah lapangan basket. Mereka duduk berjajar sambil saling
Ben terkejut ketika tahu dirinya dipanggil ke kantor polisi. Hatinya bergejolak. Langkahnya terasa berat, bahkan perasaannya tak nyaman. Ditambah lagi ia melihat Anna dan juga teman-temannya.Delano ternyata juga turut hadir memenuhi undangan polisi. Semuanya dikumpulkan dalam satu ruangan. Secara terang-terangan polisi menginterogasi mereka."Maaf, selamat sore. Maaf mengganggu aktivitas kalian semua. Langsung saja, saya di sini ingin menanyakan poin-poin penting mengenai peristiwa pembunuhan Aleandro dan juga hilangnya Anne—putri dari Ben Daniele."Hening.Semua tampak gugup serta gemetar. Gelagat aneh tersebut ditangkap oleh mata seorang polisi bernama Alberto."Kalian diam, bera
Tangan Anna gemetar, ia salah tingkah bahkan memainkan ujung kain yang dikenakannya. Ia menatap Megan dengan tatapan tajam penuh amarah. Selain itu ia juga terus mengumpat dalam hatinya.Ia menduga kalau sang ayah meminjamkan laptop miliknya saat berkunjung ke pondok tempat tinggal mereka. Mengingat Megan adalah pacar baru dari Ben Daniele—ayah si kembar."Megan, kau benar-benar polisi menyebalkan! Ingin menikahi Papa dan menjadi ibu tiri ku? Jangan harap aku akan menyetujuinya!" ucap Anna dengan nada ditekan, kemudian pergi bersama Delano meninggalkan semua teman-temannya.**Tok ... tok ... tok ....Suara ketukan pintu mengagetkan Anna dan Delano yang sedang ber
Geming.Tak ada suara yang terdengar setelah kepergian Delano. Ben dan Anna sama-sama diam. Saling menatap, lalu Ben menangis tanpa suara.Ben yang kecewa berubah menjadi gusar. Ia menghembuskan napas kasar menatap sosok gadis yang berdiri di hadapannya. Ia jengah setelah mendengar pengakuan Delano yang mengejutkannya."Jangan salahkan aku, Pa. Selama ini Papa cuma perhatian sama Anna. Sedangkan aku, tidak ada yang peduli. Bahkan aku tidak memiliki teman," ucap Anne yang kini merubah identitasnya sebagai Anna memecah keheningan."Setiap hari kami bertengkar, dia selalu bangga menjadi putri kesayangan. Sedangkan aku? Siapa yang aku banggakan? Dengan Delano, aku mulai nyaman. Aku bercerita tentang perkenalan kami di dunia maya pada
"Kita apakan kepala rusa ini Jim?" Delano berjalan memutar mengitari dan mengamati kepala rusa yang kini tergeletak di halaman rumah yang terbungkus plastik super jumbo berwarna hitam.Namun, plastik tersebut sengaja dibiarkan dalam keadaan terbuka. Tak lama kemudian, seorang polisi wanita bernama Megan menghentikan mobilnya.Tampaknya ia sedang patroli rutin. Atau bahkan sengaja datang? Mengingat ia adalah teman dekat Ben Daniele—ayah si kembar."Sssst ... polisi itu datang lagi," bisik Delano. Kini ia sedikit akrab dengan Jimmy."Hmmm ... mungkin dia tidak punya pekerjaan selain ganggu orang! Aku sendiri tidak suka dengannya. Dia tidak punya prestasi, percayalah ... hanya numpang tenar dan selalu m
Delano masih duduk berjongkok di pagar pembatas rumah Lara yang sengaja dibuat dari setengah bagian kayu balok yang sengaja ditata meninggi. Sepertinya, hanya dikaitkan dengan paku semata.Niki dan juga David terlihat begitu akrab. Tetapi ada yang aneh, Lara terlihat sedang bersitegang dengan Niki. Entah apa yang mereka perdebatkan, suaranya sangat lirih dan nyaris tak terdengar di telinga Delano.Lima menit, keduanya masih bersih tegang. Sepuluh menit kemudian, keduanya terlihat saling dorong. Hingga pada akhirnya Lara yang saat itu mengenakan pakaian seperti koboi lengkap dengan sepatu boot kulit miliknya pergi memasuki rumah.Kemudian, Niki dan juga David memutus untuk pergi meninggalkan rumah itu. Baru saja Delano juga
Seorang pria berwajah tampan yang menyerupai dirinya. Dengan gaya rambut dan juga pakaian yang serba modis mirip aktor ternama, sedang berdiri di bawah naungan bayangan pepohonan rimbun pinggir jalan.Tatapan mata Delano seketika melayang ke masa-masa dulu. Di mana tiada hari selain bersama Darren. Menjalani hidup ketika dirinya diejek teman sekolah.Belum lagi saat ibunya sering marah-marah, Darren pula yang setia menemaninya. Meski kerap juga pria itu membuat Delano menjadi luapan emosi kemarahan ibunya karena kenakalan di luar kewajaran masa kecil dulu.Bahkan, ketika itu berujung ia diharuskan untuk mengurung Darren. Bukan itu saja. Di masa Delano dewasa, Darren kembali muncul sebagai penyemangat dan mampu membuatnya semakin percaya diri. Hingga ia m
Delano masih diliputi oleh rasa amarah yang menggebu. Wajahnya yang terlihat memerah, menegaskan jika amarah itu tak kunjung reda. Membuatnya bertekad memenangkan diri dengan cara mencari suasana baru di luar sana.Bunyi perutnya yang sedari tadi keroncongan, seolah protes tanpa henti membuatnya berpikir lebih baik mencari makan di luar, sembari mencari angin segar. Sayangnya, ia hanya sendiri. Tak ada seorangpun teman yang bisa diajaknya untuk berbagi cerita tentang masalah yang dialaminya saat ini.Hingga akhirnya ia teringat dengan seorang ibu pemilik rumah. Dahulu ia membelinya dari seorang wanita pemilik kafe yang letaknya di pinggir jalan. Masakannya juga lumayan enak, sehingga Delano berpikir untuk mampir ke sana sekarang juga.
Suara seseorang yang terus memanggilnya, membuat bulu kuduk Delano berdiri. Entah mengapa ia begitu yakin jika itu suara Darren, tapi yang membuatnya semakin kebingungan, di beberapa menit setelahnya suara David juga turut memanggilnya."Delano, ayo masuk! Aku di dalam sini. Aku selalu hadir di mimpi dan juga dunia nyatamu. Aku selalu menemani kamu, Delano. Ayo … kemari, masuklah! Aku ada di salah satu kamar rumah ini, temukan aku," bujuknya, Delano berpikir keras sambil menyentuh tengkuknya sendiri.Keringat mulai mengucur deras membasahi pelipisnya. Tak lama kemudian, seluruh tubuhnya juga ikut basah juga karena rasa takut, gugup, dan gelisah bercampur menjadi satu.