Seorang pria berwajah tampan yang menyerupai dirinya. Dengan gaya rambut dan juga pakaian yang serba modis mirip aktor ternama, sedang berdiri di bawah naungan bayangan pepohonan rimbun pinggir jalan.
Tatapan mata Delano seketika melayang ke masa-masa dulu. Di mana tiada hari selain bersama Darren. Menjalani hidup ketika dirinya diejek teman sekolah.
Belum lagi saat ibunya sering marah-marah, Darren pula yang setia menemaninya. Meski kerap juga pria itu membuat Delano menjadi luapan emosi kemarahan ibunya karena kenakalan di luar kewajaran masa kecil dulu.
Bahkan, ketika itu berujung ia diharuskan untuk mengurung Darren. Bukan itu saja. Di masa Delano dewasa, Darren kembali muncul sebagai penyemangat dan mampu membuatnya semakin percaya diri. Hingga ia m
Delano masih diliputi oleh rasa amarah yang menggebu. Wajahnya yang terlihat memerah, menegaskan jika amarah itu tak kunjung reda. Membuatnya bertekad memenangkan diri dengan cara mencari suasana baru di luar sana.Bunyi perutnya yang sedari tadi keroncongan, seolah protes tanpa henti membuatnya berpikir lebih baik mencari makan di luar, sembari mencari angin segar. Sayangnya, ia hanya sendiri. Tak ada seorangpun teman yang bisa diajaknya untuk berbagi cerita tentang masalah yang dialaminya saat ini.Hingga akhirnya ia teringat dengan seorang ibu pemilik rumah. Dahulu ia membelinya dari seorang wanita pemilik kafe yang letaknya di pinggir jalan. Masakannya juga lumayan enak, sehingga Delano berpikir untuk mampir ke sana sekarang juga.
Suara seseorang yang terus memanggilnya, membuat bulu kuduk Delano berdiri. Entah mengapa ia begitu yakin jika itu suara Darren, tapi yang membuatnya semakin kebingungan, di beberapa menit setelahnya suara David juga turut memanggilnya."Delano, ayo masuk! Aku di dalam sini. Aku selalu hadir di mimpi dan juga dunia nyatamu. Aku selalu menemani kamu, Delano. Ayo … kemari, masuklah! Aku ada di salah satu kamar rumah ini, temukan aku," bujuknya, Delano berpikir keras sambil menyentuh tengkuknya sendiri.Keringat mulai mengucur deras membasahi pelipisnya. Tak lama kemudian, seluruh tubuhnya juga ikut basah juga karena rasa takut, gugup, dan gelisah bercampur menjadi satu.
Delano membuka matanya secara perlahan, melihat pertama kali menatap langit-langit kamar. Hingga kemudian ia tersadar jika tempat tersebut adalah asing baginya. ya. Pemuda itu benar, tempat tersebut adalah sebuah rumah sakit yang tidak di rawat.Ia segera beringsut duduk setelah mendengar suara tangis seorang gadis yang menunduk dan sedang duduk di sampingnya. Sementara wajah gadis itu tertutup oleh foto hasil tertunduk.
Delano masih tercengang dengan keadaan yang sebenarnya. Ia tidak menduga jika Anna akan mengantarkan tepat di depan pintu kamar jenazah."Apa maksudnya ini, An? Apa?" tanya Delano yang mulai curiga dan kebingungan.Anna menghela napas panjang, kemudian seorang petugas medis mendekat, dan segera membuka pintu kamar tersebut seketika. Jantung Delano kian bergemuruh mendengar suara
Sarah berjalan menuju kamar mandi hanya dengan berbalut handuk. Dan seketika ia melebarkan senyuman di wajahnya saat Anna sudah berdiri di ambang pintu kamarnya."Masuk, sayang. Aku mau berendam Kemana-mana." Sarah menarik tangan Anna dan mempersilahkan duduk di ranjangnya yang mewah.Maklum, selain seorang model Sarah juga merupakan putri konglomerat di daerah itu.
Anna masih tercenung sambil menahan rasa marahnya mengungkapkan Sarah dengan penuh amarah amarah. Kedua sisi giginya saling beradu hingga menimbulkan suara. Rahangnya pun mulai mengeraskan, sementara kedua telapak tangan tangannya terkepal.Kesal. Bagaimana tidak? Ia adalah orang yang sedang ditanyakan oleh Sarah. Begitu buruknya teman-teman Anne menilai dirinya yang sebenarnya.
Rumah Lara tampak begitu seram, bangunan tua itu memang masih berdiri kokoh. Meski hampir seluruh dinding bangunan berbahan dasar kayu asli. Debu bertebaran di mana-mana. Membuat ruangan menjadi pengap dan menyesakkan dada siapa pun yang memasukinya. Di salah satu dinding 'Rumah Pertunjukan'. Membuat Sarah langsung mendekat dan menghimpit tubuh Anna setelah bangkit.
Jimmy masih menunggu Delano di tepi jalan bersama teman-teman Anna yang lainnya. Mereka tampak tampak, menoleh ke arah luar jendela. Ramah Delano segera muncul dari jarak sana.Sepuluh menit. Dua puluh lima menit. Hingga akhirnya empat puluh menit berlalu, Delano tidak kunjung muncul juga. Hingga membuat semua memutuskan untuk pergi.