Destinasi selanjutnya versi terbaru adalah Belgrave Road, tempat apartemen Wood berada. Misa dan Henry sepakat untuk menelusuri dalam dan luar tempat tersebut, dan mengubah Millbank di opsi terakhir.
Setelah berunding selama satu jam, mereka berhasil membagi-bagi tugas: Arlo, Henry, dan Misa bertugas untuk memata-matai secara langsung dan berakting, Osvard bagian pengawasan jarak dekat, Edith ditugaskan untuk mengawas secara tidak langsung dengan kemampuan meretasnya. Dale, dia tetap berjaga di kantor polisi, bagaimanapun juga Dale adalah pengurus penting yang memiliki banyak klien di kantor polisi, mereka tidak bisa memaksa.
"Apa yang biasanya orang-orang kaya itu lakukan di waktu seperti ini? Bersiap untuk berpesta?" celoteh Henry. Ia menengadahkan wajahnya ketika melihat bangunan tinggi itu.
"Aku pernah beberapa kali kemari untuk kepentingan kerja. Dalamnya bagaikan negeri dongeng," sambung Arlo yang duduk bersebelahan dengan Henry.
Mereka sudah sampai. Berhenti tepat 10 meter dari gedung tersebut, lebih tepatnya di depan sebuah kafe bernuansa minimalis khas kafe kekinian. Aroma manis kue dan permen mendesak masuk saat Osvard menurunkan kaca mobilnya.
"Kau ingin masuk sekarang, Misa?" tanya Osvard sembari memeriksa sekitar.
Misa menggelengkan kepala, "Kita tunggu di sini sementara. Ini jam-jamnya mereka pulang bekerja."
Setengah jam mereka hanya diam di tempat, entah sudah berapa belas unit mobil mewah yang memasuki kawasan apartemen tersebut. Osvard berdecak dengan kagum selepas mencari tahu berapa harga mobil-mobil itu.
"Satu unit mobil saja bisa untuk tunjangan seumur hidup," celetuk Osvard.
"Ini aneh. Merek mobil yang digunakan Logan dan Caroline di cetak foto tadi berbeda jauh dengan penghuni lain. Mobil mereka cenderung lawas dan murah—bagi mereka," ujar Misa, persis seperti apa yang Henry sebelumnya pikirkan.
"Akhirnya kau menyetujui pemikiranku," sahut Henry dari jok belakang.
Misa tidak mengacuhkan Henry dan hanya fokus melihat ke depan.
"Logan dan Caroline Brown adalah orang yang sangat kaya. Mobil itu pasti milik mereka juga yang digunakan untuk penyamaran dan pergi ke suatu tempat tanpa seorang pun mencurigai, style baju yang mereka kenakan pun tidak se-mencolok biasanya namun tetap saja jika dilihat lamat-lamat dari proporsi tubuhnya itu sudah pasti mereka."
Begitu Henry menyelesaikan asumsi-asumsinya dengan serta-merta mobil yang sama seperti mereka lihat di cetak foto melesat dari arah yang sama mereka datang. Mobil itu melambatkan lajunya lalu berbelok tepat di depan halaman gedung apartemen. Mereka semua terlalu terkejut untuk berbicara sepatah kata pun.
"Itu mobilnya!" seru Arlo.
"Diam!" teriak Henry, Misa, dan Osvard berbarengan.
Arlo membeliakkan matanya, semakin terkejut.
Di luar dugaan, mobil itu berhenti sebelum benar-benar melewati talang penjaga; masuk ke dalam kawasan. Pintu depan sebelah kanan yakni jok pengemudi terbuka. Pria dengan tinggi kira-kira 180cm berambut pirang keluar dari sana sambil menggenggam telepon mahal keluaran terbaru.
"Itu Mr. Arthur!" Misa memekik tidak percaya.
Mereka semua mengira-mengira apa yang sebenarnya terjadi. Mungkinkah...?
----
Keesokan hari mereka semua kembali lagi ke apartemen Wood dengan rencana yang sedikit direvisi. Henry dan Arlo memiliki peran penting dalam rencana kali ini.
"Pukul berapa sekarang?" tanya Arlo.
Henry melirik arloji di pergelangan tanya. "Aku rasa sudah saatnya kita memulai sandiwara ini."
"Lakukan yang terbaik. Aku akan mengawasi di luar," ucap Misa. Ia tidak bisa ikut berlakon dalam sandiwara tersebut karena sebelumnya ia telah belasan kali berjumpa dengan keluarga Arthur, hal itu akan mempersulit jika dirinya ikut serta. Sehingga tugasnya kali ini adalah mengawasi kawasan keluarga Arthur dan keluarga Brown dari jarak dekat.
"Semoga beruntung!" Suara Edith dan Osvard muncul di in-ear yang bersemayam di telinga mereka masing-masing.
Arlo mulai mengetuk pintu kediaman keluarga Arthur, tak lama kemudian seorang wanita paruh baya muncul dari balik pintu.
"Selamat sore, Mrs. Arthur."
Wanita paruh baya itu membalas dengan senyum dan wajah kebingungan. "Sore. Ada perlu apa?"
"Sebelumnya perkenalkan, saya Arlo Martinez. Saya dan rekan saya kebetulan memiliki kepentingan dengan salah satu penghuni apartemen dan berharap dapat bertemu dengan pemiliknya, bisakah Anda—"
"Pemiliknya sedang tidak ada. Sebagai gantinya kalian dapat membicarakannya dengan kami. Keluarga kami cukup dekat dengan mereka," potong Mrs. Arthur tanpa terlihat mencurigai Arlo dan Henry.
Arlo dan Henry dipersilakan memasuki kediaman mereka dan mereka langsung bertatapan dengan Mr. Arthur begitu sampai di ruang tamu. Mr. Arthur dan istrinya sibuk berbisik sebentar namun setelah itu kembali melayani Arlo dan Henry layaknya tamu biasa.
"Arthur." Mr. Arthur mengulurkan tangan pada Arlo kemudian pada Henry.
"Ada kepentingan apa dengan keluarga Brown?" tanya Mr. Arthur tanpa basa-basi.
Itu adalah bagian Arlo untuk menjawab dan melanjutkan skrip sandiwara. Henry menelisik setiap sudut kediaman keluarga Arthur. Dan ia mendapati beberapa petunjuk.
"Mr. Arthur, apa kau memiliki kembaran?" Henry bertanya sembari membantu Arlo mengalihkan topik.
Mr. Arthur lantas mengalihkan pandangannya pada pigura yang terpajang di lemari di sebelahnya.
"Oh, tidak. Itu mendiang Kakakku. Kami memang sering dikatakan kembar," jawab Mr. Arthur. Ia menggapai pigura tersebut lalu mengusapnya perlahan.
Arlo menatap Henry, dan Henry tentu tahu apa yang ada di dalam pikirannya. Di foto tersebut terdapat Mr. Arthur dengan Kakaknya, mereka tampak mirip. Namun yang menarik perhatiannya bukan itu, melainkan sebuah mobil yang ada di dalam foto sama persis dengan mobil yang digunakan Mr. Arthur kemarin. Dan di belakang pigura terdapat pula tulisan '15-9-2006' yang Henry putuskan sebagai tanggal di mana foto tersebut diambil.
Kali ini giliran Arlo yang melontarkan tanya. "Sepertinya mobil itu tadi kulihat di parkiran, apakah itu milikmu, Mr. Arthur?"
"Ya. Pemberian dari mendiang Kakakku enam tahun lalu." Mr. Arthur menjawab tanpa berpikir lama.
"Semuanya... kurasa ada seseorang yang tengah mengawasiku sekarang."
Suara Misa tertangkap oleh pendengaran Henry dan Arlo. Dengan gesit Henry bangkit.
"Mr. Arthur, boleh aku meminjam toiletmu?" Henry berlagak seakan ingin buang air kecil. Setelah Mr. Arthur mengatakan di mana letaknya, Henry segera bergegas, tak lupa memberi isyarat pada Arlo kalau dia yang akan menangani Misa.
"Misa kau di mana? Semuanya baik-baik saja?" Henry berusaha bersikap tidak mencurigakan sebelum sampai di toilet.
"Misa? Jawab Misa!"
Gemercik air yang keluar dari keran wastafel mematahkan keheningan. Umum diketahui bahwa suara air itu merelaksasikan. Henry mengerutkan kening, mencoba untuk lebih tenang. Selain agar tidak dicurigai, alasan Henry menyalakan keran adalah untuk meredakan rasa gelisahnya.Akan tetapi, sumber dari kegelisahannya tak kunjung muncul."Ayolah, Misa....""Aku baik-baik saja."Batu besar yang menimpanya seolah-olah berubah wujud menjadi dedaunan kering yang begitu ringannya tersapu embusan angin. Dalam hati Henry mengucapkan syukur."Apa kau baik-baik saja?" Henry memastikan."Sudah kubilang aku baik-baik saja."Henry mengembuskan napasnya berat. "Katakan, siapa orang itu?" tanya Henry."Orang itu ternyata—tunggu, di mana rekan sandiwaramu?"Bak tersambar petir Henry terdiam sambil mengutuk dalam hati. "Kau terlihat peduli sek
"Mengapa kau tidak menjawab panggilanku tadi?" Misa bertanya pada Osvard dengan nada kesal."Benda milikku ini tiba-tiba saja tidak dapat berfungsi, bahkan sampai sekarang. Aku sudah mencoba memperbaikinya, coba lihatlah sendiri," ucap Osvard sambil melempar in-ear-nya pada Misa.Saat Misa memeriksanya, ia tidak menemukan kerusakan apa pun, jadi ia coba untuk menggunakannya. Ajaibnya benda itu langsung berfungsi kembali dengan baik. Misa melemparkannya lagi pada Osvard, "Bilang saja kau tidak bisa menggunakannya, Kakek.""Hey?!" jengkelnya.Petang itu juga mereka melanjutkan misi menuju tempat yang mereka jadikan opsi terakhir: Millbank.Arlo sedikit tenang selam
Hanya Henry yang dapat terbebas dari jerat benang kusut. Meskipun rencana kali ini terbilang cukup tergesa-gesa tanpa adanya musyawarah bersama anggota lainnya, namun Henry sangat yakin dengan apa yang diputuskannya saat ini. Dan yang harus ia lakukan selanjutnya adalah: bagaimana ia membuktikan premisnya kepada yang lain. Akan tetapi, tidak ada bukti yang dapat meyakinkan mereka selain teorinya sendiri.Dari ujung matanya Henry melihat Misa dengan ekspresi wajahnya seperti seekor landak yang siap menyerang musuh dengan durinya. Gadis itu pasti semakin membencinya sekarang."Mobil itu memiliki satu tujuan dengan kita. Jangan khawatir." Henry membuka suara.Misa merajut alis, tangannya ia silangkan di dada."Apa yang
Ponsoby Place merupakan salah satu tempat di Millbank, Westminster yang sama ramainya dengan tempat lain, namun Logan dan Caroline Brown dengan mudahnya bersembunyi di balik ribuan subjek yang ada. Hal ini membuktikan bahwa relasi mereka begitu luas tidak hanya di karier cemerlang mereka saat ini tapi juga di dalam dunia bawah.Henry memata-matai kediaman nan megah tersebut dengan saksama."Mereka mengherankan. Sungguh mengherankan. Sudah sangat kaya dan sukses, tapi masih saja mencebur ke kegelapan. Apa mereka tidak sadar dengan akibatnya?" celoteh Arlo."Bagaimana kita harus menggambarkan mereka? Tamak? Licik? Picik?" kata Henry."Sampah," gumam Misa."Begitulah ciri-ciri manusia." Osvard menimpali.Kalimat Osvard seperti sebuah panah tak kasat mata yang menancap sempurna di relung hati. Henry terkekeh kemudian."Kau benar, Osvard."Bagaimana juga, mereka semua adalah manusia yang tidak akan pernah merasa pu
Dibantu oleh Misa, Henry mendobrak salah satu pintu kamar yang terkunci. Sempat berpikir akan ada seseorang di dalam sana, tapi nyatanya tidak ada siapa pun, sama seperti sebelum-sebelumnya."Sepertinya ini kamar anak laki-laki. Apa keluarga Brown punya anak?" tanya Henry.Misa otomatis mengangkat bahu, "Mereka sudah lama menikah. Itu suatu hal yang normal, bukan?""Tapi, kau pernah bilang mereka pernah datang ke pelelangan manusia?" Henry bertanya sekali lagi.Entah hanya perasaannya atau bukan, selepas ia berkata seperti itu Misa mematung di tempat, tangannya mengepal kuat, dan tatapannya kosong menghadap lantai."Ya, ya. Mereka tidak akan segamblang itu meny
"Haha! Rasakan itu, para badut!" Arlo bersorak puas setelah menendang dan meninju para perampok itu sekaligus. "Tak kusangka kau kuat." Osvard bukan bermaksud memuji, namun Arlo mengganggapnya sebaliknya. "Aku bahkan dapat melakukannya lebih dari itu," Arlo kembali memamerkan kekuatannya dengan menangkis lalu membanting salah satu dari perampok Rusia itu. "Hiya! Terima kasih atas pujiannya, kawan!" Osvard tidak membalas apa-apa, takut jika ia memberitahu yang sebenarnya akan menghambat semangat Arlo. Dua dari empat perampok asal Rusia itu kini tergeletak tak berdaya di lantai Bank nan dingi
Peluru itu mengenai pistol milik Logan Brown. Pistol itu terpental lalu meledak. Caroline Brown berteriak histeris. Sementara, pasangan Brown itu kesusahan di dalam ruangan tersebut, Henry membawa Misa berlari ke luar."Ke arah sana! Ke kiri!" seru Misa. Sebelah tangannya menyeka darah yang terus-menerus menetes dari hidungnya.Henry mengikuti Misa di belakangnya. "Misa! Kau tidak apa-apa?" Sambil berlari Henry melontarkan tanya. Sebab agak khawatir dengan kondisi Misa saat ini."Aku baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," jawab Misa tanpa menampakkan rasa sakitnya.Sampailah mereka pada ruangan berukuran sedang nan misterius. Di dinding sebelah kiri terdapat papan penuh deretan foto-foto entah siapa mereka. Dengan langkah hati-hati, Henry mendekati papan penuh foto-foto tersebut. Kertas cetakan foto itu masih bagus seperti belum lama ini ditempel, menurut pengamatannya. Henry mencopot asal satu foto di sana."Ada tulisan di baliknya..
"Apa lihat-lihat?" ketus Arlo pada salah satu anggota perampok Rusia.Perampok itu menatap Arlo dengan tatapan dendam yang berapi-api.Arlo menguatkan ikatan pada tali yang dililitkan pada keempat perampok itu, mereka sedikit mengerang di kala ikatannya terlalu kencang, namun Arlo tak menghiraukan barang sekali pun, dan malah semakin mengikatnya kuat."Selesai!" sahut Arlo, ia membersihkan tangannya lalu melangkah pada Henry dan Misa yang sibuk mengurus pasangan Brown."Kalian berdua harus menanggung apa telah kalian perbuat, Mr. Brown, Mrs. Brown," ujar Henry. Di tangannya terdapat sebuah walkie-talkie yang terhubung dengan kepolisian dan tim forensik lainnya.