Rendra terpaku mendengar permintaan Leandra.“Sudah berapa kali aku bilang kalau aku nggak mau cerai sama kamu?” tukasnya tajam.Leandra menghela napas.“Kamu egois,” katanya sambil menahan nyeri dalam hati. “Apa yang kamu dapatkan dari tetap mempertahankan pernikahan kita? Apa, Mas?”Rendra tidak segera menjawab, di lubuk hatinya yang paling dalam, dia masih sangat mencintai Leandra.“Kamu selalu minta dimengerti, tapi nggak pernah mau mengerti aku.” Leandra melanjutkan. “Aku akan tetap kerja di tempat Pak Tian. Kalau sampai kamu mempermalukan aku lagi seperti hari ini, aku akan gugat cerai kamu.”Rendra menyipitkan matanya. “Kamu mengancam aku?” Leandra menggeleng dan menyahut tenang, “Aku nggak mengancam, aku Cuma menunjukkan prinsipku. Dan aku nggak main-main, aku akan gugat cerai kamu kalau kamu melarang aku kerja sedangkan di sisi lain kamu nggak memenuhi kewajiban kamu sebagai suami.”Rendra mati kutu, dia benar-benar telah kehilangan Leandra yang penurut. Kini istri
Rendra dan Widi menghentikan perdebatan mereka ketika leandra muncul dan melewati keduanya.“Lea, kenapa baru pulang?” tegur Rendra.“Nggak apa-apa, mas!” jawab Leandra, pura-pura tidak mendengar percakapan mertua dan suami sebelumnya.“Yang tadi bagaimana?” tanya Widi ingin tahu. “Jangan sekarang, Bu.” Rendra menggeleng sambil berjalan menyusul Leandra ke kamar mereka.Leandra baru saja membuka pakaian ketika Rendra melangkah masuk, cepat-cepat dia mengenakannya kembali sebelum sang suami tiba.“Kok nggak ketuk pintu dulu sih, Mas?” protes Leandra sambil mengancingkan atasan yang dikenakannya.Rendra berkerut ketika mendengar ucapan Leandra.“Memangnya kenapa, aku ini kan suami kamu.” Rendra mengingatkan. “Ganti baju saja harus sembunyi-sembunyi begini, bikin curiga orang saja.”Leandra memilih diam dan tidak menanggapi. “Kamu tadi dengar apa yang ibu katakan, nggak?” tanya Rendra lagi.“Enggak,” jawab Leandra pura-pura tidak tahu. “Aku agak capek karena pulang kesorean
Rendra menoleh ketika mendengar pertanyaan Tian kepada istrinya. “Oh, memangnya kita mau ke mana Pak?” tanya Leandra ingin tahu. “Hari ini Bu Dini tidak masuk, sedangkan saya butuh orang untuk bersih-bersih di klinik.” Tian menjelaskan. Sebelum Leandra sempat menjawab, tiba-tiba Rendra menyala pembicaraan mereka. “Maksud Anda mengajak istri saya buat apa ya?” Tian melirik ke arah Rendra dengan sorot matanya yang setajam elang. “Bukankah tadi saya sudah katakan, kalau saya butuh orang untuk bersih-bersih di klinik?” ucap Tian mengulang jawabannya. Menyadari ada hawa-hawa tidak enak yang tercipta di antara Tian dan juga Rendra, Leandra buru-buru menengahi. “Baik Pak, saya akan ikut Bapak!” Sontak Rendra langsung menoleh ke arah istrinya dan melayangkan protes, “Kamu kok malah ikut dia?” “Mas, aku kerja!” desis Leandra sambil menatap Rendra dengan sorot mata memperingatkan. “Kita sudah sepakat kan?” “Aku ...” Rendra terpaku. “Leandra, saya tidak punya banyak waktu.” Tian mengi
Di dalam kantor, Leandra cepat-cepat meraih tasnya dan keluar dari kantor.“Mas, ngapain teriak-teriak?” Leandra melayangkan protes ketika dia sudah berhadapan dengan suaminya.“Tadi mencari Ibu,” sahut Ibnu memberi tahu.“Maaf ya, Pak?” ucap Leandra menahan malu. “Saya permisi pulang ....”“Silakan, Bu!” sahut Ibnu ramah.Rendra tidak menunjukkan tanda-tanda merasa bersalah kepada istrinya.“Harus ya kamu teriak-teriak seperti tadi?” tanya Leandra dengan wajah masam.“Aku nggak lihat bos kamu, di mana dia?” tanya Rendra balik.“Jangan mengalihkan pembicaraan, Mas!” tegur Leandra seraya menyandarkan punggungnya. “Aku benar-benar nggak suka sama cara kamu bersikap, padahal seharusnya aku yang lebih pantas marah ke perempuan yang tiba-tiba jadi istri kedua kamu. Aku tuh hampir kehilangan pekerjaan, tahu nggak? Untung Pak Tian orangnya baik ....”“Kamu lebih khawatir kehilangan pekerjaan kamu daripada aku?” tanya Rendra tak percaya.“Aku memang sudah kehilangan kamu sejak perem
Leandra sudah membulatkan tekadnya, tapi Rendra juga tidak kurang akal untuk membujuk sang istri yang sedang dikuasai amarah. “Lea, dengarkan aku dulu!” ucap Rendra sambil menahan langkah istrinya. “Apa lagi sih, Mas?” tukas Leandra gusar. “Kamu sudah memilih kan, jadi biarkan aku sama pilihan aku sendiri!” “Aku nggak bisa tanpa kamu!” tegas Rendra sambil meraup wajah Leandra dengan kedua tangannya. “Aku sedang berusaha adil, demi kamu dan masa depan kita ....” “Nggak ada gunanya, sudah ada Silvi kan?” potong Leandra dengan bahu naik turun menahan emosi. “Masa depan kamu sudah ada sama dia dan calon anak kalian.” “Dengarkan aku,” kata Rendra dengan nada memaksa. “Aku Cuma akan memantau Silvi dari jauh dan nggak akan mengabaikan kamu, ibu bilang ini cuma sementara saja. Kalau kandungan Silvi sudah nggak ada masalah lagi, aku akan pulangkan dia ke tempatnya semula.” Leandra terdiam dengan napas memburu. “Kalau kamu ke rumah Tante Ivana, kamu mau alasan apa?” Rendra melanjutkan. “
Tian terpaku, dia sangat yakin kalau pria yang lewat tadi adalah suami Leandra—sedangkan dia sangat yakin kalau Leandra hari ini masuk kantor dan bahkan dia sempat melihatnya digoda salah satu rekan.Setibanya di kantor pengadilan, Tian melipir sebentar untuk menelepon Dini.“Halo, Pak?”“Apa Leandra masuk kerja?” tanya Tian ingin memastikan. “Maksud saya apa Leandra masih ada di kantor?” “Masih, Pak. Dia baru bersih-bersih,” jawab Dini. “Ada apa, Pak?” Tian terdiam sejenak dan mencoba mengingat lagi pria yang tadi melintas di depan mobilnya.“Pak?” panggil Dini karena tidak kunjung mendapatkan jawaban.Tian tersentak dari lamunannya dan menyahut, “Tidak apa-apa, terima kasih.”Karena sebentar lagi harus mengikuti kasus bersama rekan-rekan yang lain, Tian tidak lagi memikirkan soal suami Leandra karena itu bukanlah urusannya.Sementara itu di kantor ....“Tumben Pak Tian telepon,” komentar Dini ketika Leandra selesai bersih-bersih.“Kenapa, Bu?” tanya Leandra sambil duduk
Leandra oleng dengan mata terpejam rapat. “Maaf, Pak! Kok gelap, ya?” ucapnya dengan tangan meraba-raba ke sekitarnya. “Gelap?” Tian mengerutkan keningnya, dia berjongkok di depan Leandra yang masih terpejam. “Coba kamu buka mata kamu, terang begini kok ....” Leandra mengintip sedikit. “Rasanya ada bayangan gelap yang berputar ...” katanya perlahan. “Sebentar, Pak ... Saya numpang di sini sebentar ....” Tian mengamati Leandra yang tidak seperti biasanya. “Kamu sakit?” tanya Tian heran. “Jangan-jangan ....” Tian menghentikan ucapannya sembari mengingat momen di mana dia melihat suami Leandra melintas di depan mobilnya saat berhenti di lampu merah. “Semalam saat tidak tidur, Pak ...” jawab Leandra asal nyeplos, dia tidak bisa berpikir lagi. Yang ada hanya pusing dan sensasi berputar setiap kali dia membuka matanya lebar-lebar. “Jangan-jangan kenapa ya?” Tian perlahan berdiri. “Ya jangan-jangan ... kamu tahu lah apa maksud saya, ibu-ibu kalau sudah bersuami pasti ...” katanya me
“Lea, aku ke sana dulu ya?” Rendra masih sempat-sempatnya berpamitan kepada sang istri yang terdiam bisu.“Nanti aku kembali lagi!” sambung Rendra seraya menutup pintu.Leandra mengembuskan napas lega, dia justru merasa senang karena Rendra batal menyentuhnya.Sejak tahu kalau suaminya mendua, dia tidak berhasrat lagi untuk sekadar bermesraan seperti dulu.Segera saja Leandra mencuci wajahnya, mengoles krim malam sisa paket yang masih sedikit, kemudian berbaring di tempat tidur dengan selimut yang menutupi sekujur tubuhnya. Dia memandang langit-langit kamarnya sebentar, setelah itu memejamkan kedua matanya.Berharap dirinya akan segera tertidur hingga esok hari.Ketika Rendra akhirnya bisa kembali ke kamar, dilihatnya Leandra sudah tertidur pulas sambil memeluk guling erat-erat. Ingin sekali dia membangunkan sang istri akibat rasa ingin bermesraan yang sudah tidak tertahankan lagi.“Lea?” panggil Rendra sambil memeluk Leandra dari belakang. “Aku ingin ....”Leandra tidak meres