Tetanggaku Luar Biasa
Bab 9
Semua mata menatap penuh tanya padaku. Aku menghela napas, untuk sedikit mengurangi rasa kesal pada Siska. Lalu, tersenyum semanis mungkin pada empat ibu-ibu di depanku termasuk Siska.
"Oh, soal tambahan modal. Gini, ya, Bu-Ibu. Saya itu, sewaktu keluar kerja, kan, punya sedikit uang, dari tabungan sama tunjangan dari pabrik. Nah, karena takut habis nggak jelas, saya pake uang itu, buat beli sawah. Nah, sawahnya, diurus sama saudara di kampung. Tiap panen, bagian saya dijual, uangnya dikirim ke sini sama ibu saya. Nah, sama saya, uang itu, dipakai nambahin stok barang, gitu. Jadi, bukan ibu saya ngasih tambahan modal, bukan."
Mereka kompak mengucapkan kata 'oh' saat aku selesai bercerita. Kulihat wajah Siska tampak keruh, mungkin malu atau juga tidak suka dengan keterangan yang kubeberkan. Da
Tetanggaku Luar BiasaBab 10"Yah, kalo kalian mau makan dulu, aku gimana? Kalo ikut, uangku tinggal tiga puluh ribu, mana cukup buat makan kami bertiga," sela Siska.Rasa kesal yang semakin menggunung, membuatku diam saja."Bu, gimana?" tanya Alisha, mungkin dia tidak sabar mendengar jawabanku.Aku menghela napas. "Pulang aja!" jawabku ketus."Yah, Ibu, mah! Katanya tadi pengen makan di luar," gerutu Alisha."Pulang aja. Kita masak mie rebus!" jawabku ketus.Kalau sudah seperti ini, suami dan anak-anak tidak akan ada yang berani membantah. Mereka paham, aku sedang marah."Iya, mending pulang aja. Lagian
Tetanggaku Luar BiasaBab 11"Mang Ali bilang, dari kemarin, mereka nggak pulang ke sana." Mas Reyhan menyahut dengan suara pelan.Aku mengerutkan kening, agak terkejut. Kalau tidak pulang kampung, terus Siska dan Arif ke mana? Padahal, saat meminjam mobil kemarin, Siska bilang mau pulang kampung. Kalau memang mau pinjam mobil dua hari bilang saja, tidak apa-apa. Jujur, saja. Kalau seperti ini, aku jadi khawatir terjadi apa-apa sama keluarga kecil Siska. Karena sejak kemarin tidak bisa dihubungi, dan tidak memberi kabar."Ya sudah, Ayah sama Alisha berangkat pakai sepeda motor. Ibu sama Andra naik ojek atau angkot, nggak apa-apa," usulku.Mas Reyhan menyetujui usulku. Tak lama kemudian, pria yang jarang marah itu, berangkat bersama anak sulung kami. Mudah-mudahan dia tidak terlambat sampai k
Tetanggaku Luar BiasaBab 12"Kalian apakan Alif?"Kedua anakku saling pandang. Kulihat kaca-kaca di mata polos keduanya. Jujur, sebagai ibu, aku tidak tega melihat mereka ketakutan seperti ini. Akan tetapi, aku juga tidak akan membiarkan mereka melakukan kekerasan pada orang lain, jika bukan untuk membela diri."Alisha! Bisa kamu jelasin sama ibu?"Alisha mengangkat wajahnya. Ada garis memanjang berwarna merah dari samping alis sampai pipi pada wajah yang serupa dengan Mas Reyhan itu. Aku mengerutkan kening, dan menajamkan penglihatan untuk memperjelas melihat luka di wajah Alisha."Ini, kenapa?"Alisha tak lagi bisa membendung tangisnya. Begitu pula Andra. Sebagai ibu, tak ada pilihan lain, kecuali me
Tetanggaku Luar BiasaBab 13"Sudah, bubar! Bubar! Tanpa mengurangi rasa hormat, saya mohon, yang tidak berkepentingan, untuk meninggalkan tempat ini, terima kasih!" seru Pak RT pada orang-orang yang masih berkerumun di depan rumahku dan rumah Siska.Sungguh tak kusangka, keributan ini ternyata mengundang perhatian banyak orang. Setelah ini, mungkin, aku akan menjadi bahan gunjingan orang-orang sekompleks. Duh, dasar Siska. Ada-ada saja."Mbak Siska, Mbak Ajeng, saya rasa, ini cuma masalah sepele, dan salah paham. Dan, saya sebagai ketua RT di sini, berharap, kita sudahi saja masalah ini. Jangan diperpanjang lagi. Namanya juga anak-anak. Wajar kalo mereka berantem. Ntar juga, akur lagi. Kita, sebagai orang tua, sebaiknya jangan terlalu ikut campur. Anak-anak, mah, berantem sekarang, nggak sampai satu jam j
Tetanggaku Luar BiasaBab 14"Aku, kan, udah bilang! Kalo bisnis kamu itu bikin kamu keteteran ngurus dan lalai mengawasi anak-anak, hentikan!"Aku sedikit terkejut mendengar bentakan Mas Reyhan. Selama aku mengenalnya, baru kali ini, aku melihatnya semarah itu."Mas, ini cuma masalah sepele, anak-anak berantem itu wajar. Kenapa jadi bawa-bawa bisnisku?"Wajah Mas Reyhan memerah, dia menatap tajam ke arahku. "Bikin anak orang babak belur, kamu bilang sepele, hah?"Lagi-lagi aku beristighfar. Alisha dan Andra mempererat pegangan mereka pada lenganku."Mas, istighfar! Minum dulu, biar tenang. Kita ngomong baik-baik, bisa?"Mas Reyhan memejamkan mata, ia terlihat me
Tetanggaku Luar BiasaBab 15"Selama ini, aku selalu berusaha menutupi semua kelakuan saudaramu yang luar biasa menyebalkan itu! Apa perlu aku beberkan satu persatu tingkah saudaramu itu? Hm? Nggak, kan? Tapi, dengan kejadian tadi, saudaramu itu membuka sendiri aibnya. Membuka sendiri kedoknya! Sekarang, semua orang di sini tahu, sifat dia yang sebenarnya! Aku tidak perlu repot-repot menambah dosa dengan menceritakan keburukan saudaramu itu! Semua udah terbongkar! Semua tahu bahwa selama ini, kita bertetangga dengan saudaramu yang super duper menyebalkan! Dan, kamu? Masih mau menyalahkan anak dan istrimu demi membela saudaramu itu? Oh, ya jelas! Saudara, kan, harus dibela? Ya, kan?" Mas Reyhan diam saja mendengar ocehanku. Suruh siapa menyulut api di bara yang belum sepenuhnya padam.Aku yang merasa pembicaraan kami sia-sia, segera meninggalkan ruangan ini. Pintu kamar kubanting keras, lalu dikunci dari dalam. Biar saja Mas Reyhan tidur di sofa atau kamar tamu. Aku tidak peduli.***
Tetanggaku Luar BiasaBab 16Sejak kejadian itu, Siska menjaga jarak denganku. Dia tidak meminta maaf atas sikapnya. Aku juga tidak. Akan tetapi, walaupun menjaga jarak, anak-anaknya, masih bermain di rumahku. Tak masalah, mereka hanya anak-anak. Tak adil kalau aku menolak kedatangan mereka hanya karena sakit hati pada ibunya. "Kalo saya mah, ogah, Mbak. Ibunya begitu ke Mbak Ajeng, tapi Mbak Ajeng masih mau ngawasin anak-anaknya. Mana berjam-jam lagi," gerutu Leni saat dia ke rumah untuk mengambil beberapa baju untuk dijual lagi."Ah, saya mana tega, Len.""Ish, Mbak Ajeng, mah. Terus soal dia mau jualin baju, jadi?" Aku mengangguk. Ya, Siska memang mengambil beberapa baju untuk dipakai sendiri dan dijual lagi. Sampai hari ini, dia belum menyetor uangnya. Juga saat berbelanja di swalayan beberapa waktu lalu, dia juga belum mengganti uang itu. "Mbak, kok, ngelamun?" tegur Leni."Oh, iya, Len, maaf. Gimana?" "Ini, hitung dulu totalnya. Yang kemarin kurang berapa, yang sekarang tot
Tetanggaku Luar Biasa Bab 17 Bu Dibyo sudah berpamitan dari dua jam yang lalu, tapi Siska belum juga pulang. Sementara Oliv sudah mulai merengek, mencari ibunya. Entah ke mana perginya Siska. Panggilan telepon tidak diangkat, pesanku juga tidak dibaca. Sedangkan hari sudah mulai sore. Ting!Sebuah pesan masuk, aku berharap itu pesan dari Siska. Ternyata bukan. Ternyata pesan dari Leni. Dia mengirim sebuah foto.[Maaf, Mbak. Itu Siska, bukan?]Aku mengamati foto yang dikirim Leni. Di dalam foto itu, tampak Siska tengah tertawa bahagia. Sementara di depannya tampak seorang pria. Posisinya yang duduk membelakangi kamera membuatku tak mengenali siapa pria itu.[Iya, Len. Ini di mana?][Di rumah makan samping swalayan, Mbak] Aku mengerutkan kening. Itu kan, cukup jauh dari sini. [Aku lagi janjian COD barang ama temen sekalian ngajak anak-anak makan, Mbak. Malah nggak sengaja lihat Siska. Tapi, Siska nggak lihat aku.][Len, kamu kenal siapa cowoknya?] Sebuah foto dikirim lagi oleh Le