ini bab terakhir pov siska, selanjutnya pov ajeng. terima kasih untuk semua pembaca setia. jTetanggaku Luar BiasaPOV Siska (terakhir) Hari-hari kulewati dengan perasaan tak menentu. Jika dulu, aku sangat bahagia setiap kali Satya datang berkunjung, sekarang tidak lagi. Rasa was-was dan takut kini lebih mendominasi setiap kali berada di dekat Satya. Memang, Sekarang, Satya juga berubah menjadi kasar. Tak jarang dia membentak dan mengancam akan membuangku ke jalanan jika tak menuruti semua perintahnya. Aku juga masih tidak diizinkan ke luar dari apartemen dengan alasan apapun. Ponselku yang rusak pun sudah dibuang entah ke mana oleh Satya. Aku seperti tahanan, hanya saja tempatku lebih nyaman. Hingga suatu hari, Satya datang membawa seorang perempuan cantik bernama Stella. Pada Stella, Satya mengatakan kalau aku hanyalah seorang asisten rumah tangga yang bertugas menjaga dan merawat apartemen ini. Sungguh sakit hatiku mendengar semua itu. Ternyata Satya tak sebaik yang kuki
Tetanggaku Luar BiasaPOV Ajeng Aku menatap tajam ke arah Siska yang terlihat salah tingkah karena tuduhan palsunya padaku dan Arif. âSelama ini, aku selalu belain kamu di depan Ajeng dan Arif karena aku udah anggap kamu seperti adik sendiri. Tapi rupanya, aku sudah salah karena membela orang yang tak pantas dibela,â ujar Mas Reyhan sambil menatap tajam Siska. Ada kekecewaan dari nada suara suamiku itu. Siska mengangkat wajahnya dan menatap kami semua. âYa udah, aku minta maaf.â Enak saja dia minta maaf begitu saja. Apa dia nggak mikir efek tuduhannya padaku dan Arif? Bagaimana kalau tadi warga termakan omongan dia dan langsung menghakimi kami berdua? âMemaafkan itu mudah, Sis. Tapi, kayaknya, kami semua nggak akan mudah ngelupain kejadian ini,â sahut Arif ketus. Siska tak menyahut kalimat Arif. âYa udah, Rif. Kami permisi pulang dulu. Mungkin, kamu perlu bicara sama Siska. Kita pulang yuk, Bu,â ajak Mas Reyhan padaku. Aku menuruti ajakan Mas Reyhan, dan me
Tetanggaku Luar BiasaEND Enam bulan kemudian. âMbak, ini kerupuknya digoreng nggak ngembang, jadi saya balikin, ya.â Aku dan Santi saling pandang. Masih bingung dengan maksud Bu Lisa, tetangga baru kami. âBaru diambil dikit, kok. Baru sekali ngegoreng. Nih,â Bu Lisa meletakkan bungkusan kerupuk mentah di meja yang berisi dagangan lain. âMaaf, Bu.maksudnya gimana?â tanyaku. âMbak Ajeng, tadi saya beli kerupuk mentah, tapi pas saya goreng, nggak ngembang, jadi saya kembaliin aja ke sini, saya minta uang kerupuk saya dikembaliin, gitu.â âLoh, Bu. Ya, nggak bisa ....â Aku belum selesai membantah omongan Bu Lisa, tiba-tiba Santi menyentuh lenganku sambil menggeleng pelan, seolah memberi kode agar aku diam. âIya, Bu. Nggak apa-apa. Ini uang kerupuknya saya kembaliin,â sahut Santi ambil menyodorkan selembar uang lima ribuan pada Bu Lisa. Bu Lisa menerima uang itu, lalu, tanpa mengucapkan terima kasih dia pergi dari warung milik Santi. âSan, kok, kamu
Tetanggaku Luar BiasaBab 1Suara tangisan bocah dari rumah sebelah, seolah menjadi musik pengiring kesibukan di pagi hari. Sebentar lagi, pasti terdengar teriakan."Aa! Pegang dulu si ade!"Benar, kan? Belum selesai aku menghitung sampai tiga, suara teriakan itu sudah terdengar. Aku sudah hafal betul ritual pagi hari dari tetangga baru yang menempati rumah tepat di samping kanan rumahku. Sebenarnya, mereka itu masih saudara jauh suamiku. Entah bagaimana urutannya, yang jelas kata ibu mertua, mereka memanggilku Mbak atau Teteh. Otomatis, anak-anak mereka memanggilku Bude atau Uwak."Assalamualaikum, Mbak! Punten!"Terdengar suara salam diiringi ketukan pintu. Aku yang baru selesai mencuci piring, segera menuju ruang depan unt
Tetanggaku Luar BiasaBab 2Mengantarkan Andra di sekolah adalah salah satu rutinitas keseharianku. Biasanya aku menyempatkan diri menyapa sesama wali murid yang juga mengantar anaknya. Sesekali ikut nongkrong bareng mereka, biar tidak disebut sombong dan kudet. Karena, sebenarnya aku termasuk tipe orang yang tidak suka terlalu lama nongkrong dan terlibat obrolan tidak jelas. Mendingan di rumah, nonton tivi atau baca novel, atau mengerjakan sesuatu yang lain. Nanti, waktunya Andra pulang, aku jemput lagi. Toh, jarak antara rumah dan sekolah Andra tidak terlalu jauh. Hanya sepuluh menit kalau memakai sepeda motor.Nah, jam dua siang, biasanya aku bersama Andra, menjemput Alisha. Alisha adalah anak sulungku yang duduk di bangku kelas tujuh."Bu, pulangnya makan bakso dulu, yuk," ajak Alisha sambi
Bukan Tetangga BiasaBab 3"Nitip Fia sama Oliv, lagi?"Siska mengangguk sambil tersenyum. Aku ikut tersenyum palsu."Siska, maaf, ya. Aku juga mau masak buat makan malam. Jadi, maaf, nggak bisa bantu jaga mereka lagi."Seketika raut wajah Siska berubah. Dengan nada suara memelas dia meminta aku membawa salah satu anaknya, tapi kutolak."Mbak Ajeng nggak kasihan apa? Masa aku masak sambil jagain mereka berdua. Terus, kalo aku mandi, siapa yang ngawasin mereka?"Aku yang sudah turun dari teras rumah Siska kembali balik badan dan menatap tajam padanya. "Itu urusanmu! Tadi, satu setengah jam, kamu nitip mereka ke anak-anakku, kamu ngapain aja?""Kan, aku udah bilang, temenku nelp
Tetanggaku Luar BiasaBab 4"Bukan itu, Mbak," bantah Siska dengan suara pelan. "Anakku nggak biasa diobati dengan cara tradisional. Fia sama Oliv, dari bayi kalo panas langsung dibawa ke dokter."Aku menghela napas kasar. Ingin rasanya menepuk jidat sendiri."Maaf, Siska. Perasaan semalam cuaca gerah banget. Kenapa Oliv bisa masuk angin? Di rumah kalian juga nggak ada kipas angin, kan?" tanyaku menurunkan nada suara.Siska masih menunduk. Wanita berambut panjang itu melirik pada suamiku. "Kemarin sore, pas aku mandi, Oliv sama Fia nggak mau aku tinggal. Jadi, aku bawa ke kamar mandi. Soalnya mereka juga belum mandi, aku pikir sekalian aja. Habis mandi aku sekalian nyuci baju. Anak-anak ikut main air sampai aku beres nyuci. Terus, malamnya, badan Oliv panas sama muntah-mu
Tetangga Luar BiasaBab 5"Mbak Ajeng ini, gimana sih? Dititipin Fia, malah Fia dititipin lagi ke orang lain. Kalo, nggak mau, ngomong dong, Mbak. Jadi, Fia aku bawa sekalian. Bukan malah dititipin lagi ke orang!" oceh Siska saat aku tiba di rumah seusai menjemput Alisha.Siska terlihat kesal. Sambil berdiri di teras rumahku, ia menggendong Oliv, sementara tangan satunya memegang tangan Fia. Mendengar omelan Siska, aku buru-buru memarkir sepeda motor, dan langsung menghampirinya."Kamu dari mana aja? Sebelum nyalahin orang lain, lihat dirimu sendiri dulu! Atau, kamu bakalan malu sendiri! Jangan menyalahkan orang lain hanya untuk menutupi kesalahanmu sendiri!" sahutku ketus.Sebenarnya aku ingin balik mencaci maki Siska. Akan tetapi, aku tidak mau Alisha melihat ibunya marah