Olivia FinleyKakiku gemetar. Tubuhku seperti melayang saat sudah berada di kamar yang tidak pernah kumasuki sebelumnya di lantai dua. Kamar yang berbeda, karena mendadak dia mengubah pemilihan tempat sepuluh menit lalu. Aku sungguh tidak tahu kenapa, karena yang ada dipikiranku saat ini adalah segalanya harus diselesaikan sesegara mungkin.Aku ingin kembali pada keadaan yang sudah sangat kurindukan sejak lama. Bisakah aku—“Karena kau sudah datang, kita bisa memulainya sekarang.” Muncul dari balik pintu lain di kamar ini, tepatnya dari bagian samping, Brady berpakaian santai ala dirinya yang tetap elegan sambil memegangi pistol yang tadi diperlihatkannya padaku.Diam tidak menjawab, justru yang jadi perhatianku ada pada pistol yang sesuai ucapannya, diletakkan di atas ranjang berseprai biru pudar yang dari sini saja bisa kutebak kadar kelembutannya.Ada atau tidak peluru di dalamnya, aku bisa menyerang Brady dari jarak dekat dan itu kondisi yang sangat menguntungkan bagiku. Aku tida
Olivia FinleyOh, tidak!Mulut dan tangan!Ini jadi rasa baru dalam hidupku yang sejauh ini hanya menghisap dan menjilat milik satu priaku saja.Panas dingin. Mendadak kurasakan begitu, saat tangan besar dan sedikit kasar milik Brady sudah menyusup masuk ke balik dalam pakaianku. Terasa pelan dan pelan menyentuh kulitku.“Ini akan berlangsung lama, jika kau lebih banyak pasif, Olive.” Tatapan Brady sehalus suaranya. Napasnya berhembus di pipiku karena dia bicara di depan wajahku. Aroma mint.Tidak bersuara, kusentuh bagian-bagian sensitifnya sambil membuang wajah lain yang mestinya sedang bersamaku menikmati kegiatan ini. Gerakanku memberiku sebuah ide. Coba pejamkan mata dan gunakan mulutmu, ZeeZee!Okay. Sekarang juga aku menurunkan kepalaku. Melakukan tugasku untuk mempermudah semua yang kami mulai dengan canggung dan kaku.Untuk pendahuluan, aku mesti tetap melihat bagian ini agar tidak salah menempatkan mulutku. Tanganku gemetar saat ingin menurunkan ritsletingnya. Tapi, dia ...
Olivia FinleyOh, tunggu! Tunggu—“Arrgh!” Kubenamkan semua kuku-kuku jariku di pundak Brady, ketika pria itu mendudukkanku tepat di atas pangkuannya yang berarti menusuk kejantanannya ke dalam diriku.“Tenang. Aku sudah menggunakan pengaman.” Dia berbisik mesra di telingaku.Tidak tahukah dia bahwa kejantanannya terlalu memenuhi diriku? Ini ... ah, sudahlah! Aku malu membicarakannya. Namun yang jelas, aku kurang waspada. Bahkan tidak tahu sudah sejak kapan pengaman menyarungi kejantanannya.Padahal tadi pun, aku masih menjilatinya. Masih membungkuk di antara dirinya. Kenapa tiba-tiba sudah menyatu satu sama lain? Bahkan kenyataannya tidak seburuk yang kuduga.Ini ... hangat. Nyaman dan membuaiku ketika dia mengangkat tubuhku naik turun. Tidak membebaniku sama sekali dengan menyuruhku bergerak.Staminanya luar biasa. Dia melayaniku. Membuatku manja, enggan menggerakkan tubuhku, meski tidak kubuat jadi kaku dan sulit untuk diatur olehnya.“Tatap aku dan katakan sesuatu, Olive.” Kening
Rhys Dimitri OxleySudah dua hari tanpa kabar. Kuputuskan menunggu, karena saat kuhubungi, dia tidak menjawab panggilanku. Pesanku bahkan belum terbaca.Sesuatu mungkin terjadi, tapi sepertinya bukan hal yang perlu kucemaskan. ZeeZee selalu tahu cara menyelesaikan apa pun sendirian. Dia tidak boleh mendapatkan tekanan seperti di masa lalu, termasuk dariku.Benarkah? Yap. Aku terlalu ragu untuk bertanya. Karena bisa jadi malah membuatnya tersinggung sebab aku terlalu ingin mau tahu. ZeeZee agak sedikit sensitif belakangan ini, bukan? Meski dia tidak akan pernah marah jika aku memang berniat bertanya.Lagipula, biar kupikir bagaimana pun, dia tidak mengurusi urusanku karena percaya padaku. Kuharap aku pun bisa sama seperti dirinya. Melakukan hal serupa.Jonathan sudah tidak bisa dihubungi. Kata Lucas, pria itu tertangkap karena bukti dari kasus pembunuhan seorang tuna wisma, mengarah padanya. Penangkapan diam-diam yang tidak terendus media. Ayah Jonathan seorang mafia yang sering bekerj
Rhys Dimitri OxleyDiana Heller cuma bisa tercengang mendengar bahwa akulah yang membuat William keluar dari sekolahnya. Bagian tentang putranya yang sengaja ‘pamer’ bahwa aku ada dibelakangnya setelah berbuat ulah, rasanya tidak perlu kuceritakan.“Apa Lucas tidak mencarimu?”Diana mengerjap sebelum mengangguk dan menjawab “Katanya Anda memintaku datang ke sekolahnya William.”“Lalu? Kenapa kau tidak datang?”Sekarang dia kebingungan untuk menjawab. Tidak ada gurat ketenangan di wajahnya.“William sudah kuantar pulang. Sebaiknya sekarang kau pulang. Bila tugas Stellon belum selesai, biar itu menjadi urusan Lucas.” Aku bosan jika harus menunggu jawaban yang lebih lama lagi darinya. Kutinggalkan saja dia di sana sendirian. Kenapa pula aku harus menemuinya di kandang kuda seperti ini?Sudah pasti itu karena aku yang terbiasa bertanggungjawab sampai akhir, hingga memberlakukan hal yang sama pada Diana dan putranya.Itu ... sedikit aneh, sebenarnya.“Kau tahu kenapa dia tidak datang ke Ma
Rhys Dimitri Oxley“Keluar dari rumahku, sekarang.”Pengusiran itu tampaknya tidak berarti apa-apa, karena kemudian gaun yang dikenakan Diana meluncur turun begitu saja dihadapanku, masih di tempatku berdiri, di depan pintu.Oh, ini jelas tidak benar! Dia gila! Jika anggota keluargaku yang lain melihat ini, tamatlah sudah. Namun aku sungguh tidak ingin peduli.Kuraih gagang pintu dan bersiap menutupnya, tapi Diana—aku tidak pernah tahu dia bisa segila itu—sudah berhasil menyelinap masuk ke kamarku sebelum pintu kututup.Demi apa? Dia telanjang bulat dengan gaunnya yang ditinggalkannya begitu saja di depan pintu yang sudah kututup.Memunggunginya, aku menahan segala amarah dan kemurkaan. Setelah mengatur napas hasil dari emosi yang kuusahakan terkendali, kubuka pintu dan mengambil gaun yang berwarna hijau tua itu dari lantai.“Pakai itu kembali!” Kulempar gaun itu ke wajahnya, lalu memunggunginya lagi tanpa sekali pun kubiarkan mataku untuk menikmati tubuhnya. Cukup ZeeZee saja. Aku su
Rhys Dimitri OxleyOuch!Setelah berkata seperti itu, dengan begitu cepat Diana menurunkan celanaku dan mengambil kejantananku untuk dikulumnya dalam-dalam.Aku tidak bisa menolaknya lagi setelah ‘itu’ berada di tempat yang paling diinginkan selama ini. Seolah tidak mau tahu itu mulut siapa, asal yang pasti milik seorang wanita.Sialan!Aku kalah!Diana seolah bisa menelan kejantananku sampai menabrak ujung tenggorokannya. Dia ... hebat. Aku berdosa besar!“Diana ....” Antara rasa marah dan nikmat, kujambak rambut bagian belakangnya, tapi mulutnya tidak lepas dari milikku. Gila! Dia kuat dan tidak terbantahkan!Aku butuh waktu untuk menarik kejantananku dari mulutnya. Atau lebih tepatnya, aku sedang mencari pembenaran atas apa yang tengah terjadi saat ini di antara kami.ZeeZee! Fokus pada wajah jelita penuh gurat kecewa yang tergambar jelas, jika sampai dia mengetahui apa yang sedang kubiarkan terjadi saat ini di kamarku. ZeeZee atau Olive-ku mungkin akan murka dan membenciku selama
Olivia FinleyTidak ada satu pun pesan dan panggilan dari Rhys seperti yang kuharapkan. Ah, tidak. Aku salah. Sebelumnya aku tidak mengharapkan panggilan darinya, karena terlalu sibuk mengurusi Brady dengan segala permainan kami yang sungguhan panas menggairahkan.Aku terbang dengan tujuan ke Yellowrin, tapi mendadak rasa tidak nyaman menyambutku yang terlalu maruk akan kebebasan yang diberikan Brady padaku.Si sialan itu mengikutiku? Apa maunya? Meski aku tidak melihat langsung keberadaannya yang menguntitku, tapi bisa kurasakan panas tubuh Brady di sekitaranku.Bagaimana mungkin, padahal kami baru sekali itu bercinta? Berengsek memang. Brady seluarbiasa itu rupanya sampai mampu memberiku sinyal tentang keberadaan tubuhnya didekatku.Aku menyesal, karena begitu cepat menghafal aroma dan panas tubuhnya.Kusempatkan diri minum kopi dan camilan di kafe bandara, sambil berusaha menemukan tanda-tanda jelas tampak mata akan keberadaan Brady.Tidak ada.Mungkin sungguh hanya halusinasiku.M