Kepindahan Jena tidak diketahui kedua orang tuanya yang menganut pemahanan jika seseorang tinggal bersama dengan kekasihnya itu tidak baik, lebih baik menikah dahulu. Apalagi, banyak yang tau siapa keluarga Jena. Ia kali ini harus berbohong, menyeberang batas pembatas keluarganya untuk hati dan dirinya sendiri.
Drew membantu Jena berkemas, tak banyak barang yang wanita itu miliki, raut wajah Drew begitu bahagia, hari-harinya sudah terbayangkan akan begitu lengkap dengan adanya wanita itu setiap hari disisinya, ia bahkan mengabaikan soal perjanjian yang dibuat bersama beberapa rekan-rekannya. “Sudah semua?” tanya Drew. Jena mengangguk. Mereka berjalan menuruni tangga, mobil Drew sudah terparkir di depan apartemen Jena, wanita itu pamit kepada beberapa penghuni yang ia kenal. Mereka turut bahagia karena Jena memiliki seseorang yang spesial, seperti Drew yang mereka lihat memiliki predik
Hari pertama Jena bekerja di restoran Pie, dijalani Jena dengan begitu bersemang, bukan urusan dapur, kali ini ia sebagai pelayan. Gajinya cukup untuk pegangan hidupnya, apalagi sekarang tinggal bersama Drew, tak mungkin juga Drew membuatnya kelaparan. Uang gajinya akan ia kirim untuk mencicil hutang kepada keluarganya, akan tetap begitu hingga hutang lunas.“Selamat datang di Danny’s Pie--” Jena berhenti menyapa. “Maden?” ujar Jena. Maden tampak terkejut bisa bertemu Jena di restoran itu, karena hampir setiap hari ia membeli pie dan kopi untuk sarapan.“Hai, Jen…” sapanya. Jena mengangguk, ia mengeluarkan catatan untuk pesanan pelanggan. “Kau baru di sini?” tanya Maden. Jena mengangguk. “Kenapa berhenti bekerja di tempat …, kekasihmu itu?” li
Apa yang dipikirkan Jena? Ia sendiri tak paham, hanya mencoba mengikuti naluri dan perasaan di hatinya saja. Ia larut dengan semua yang ada pada diri Drew, hingga menyerahkan apa yang ia jaga seumur hidupnya ini, sedangkan Drew, di pemain yang mahir melakukan, justru akan memberikan Jena kesan yang tak akan bisa ia lupakan seumur hidupnya.Jena pasrah, membiarkan Drew mulai mencumbui dirinya, hanya jemari tangan dan desahan pelan yang ia lakukan saat bibir Drew menghisap leher kanan dan kirinya bergantian, tak peduli apa akan membuat bekas tanda atau tidak. Jena hanya ingin pengalaman pertamanya ini ia lukan bersama pria yang ia cintai dan membuatnya tenggelam ke dalam diri seorang Drew.“Katakan padaku, jika memang aku harus berhenti Jena, aku tidak mau kau menyesal. Tolong bilang sekarang, jika tidak, aku tidak ak
"Morning," suara serak itu terdengar di telinga Jena yang sedang berdiri di depan kompor. Ia sedang membuat sarapan pagi dan bekal yang akan ia bawa sebagai menu makan siangnya di tempat kerja. Bosan dan malas juga jika ia harus makan siang di luar tempat kerja."Kamu nggak mau ikut aku ke pertemuan itu, Babe?" bisik Drew yang sudah rapi dengan kemeja lengan pendek pres body warna putih, dan celana jeans. Ia juga terus menciumi leher dan bahu Jena yang mulus juga wangi."Aku harus masuk kerja, Drew, kau saja ya," lalu Jena mengecup singkat bibir kekasihnya itu. Dua tangan kekar Drew memeluk leher Jena dan membalas dengan ciuman hangat dan lama di pipi kanannya."Baiklah, nanti aku jemput ya, aku juga ada rapat dengan staf di resto, karena jika kontrak dengan brand ternama itu aku dapat dan kontrak sebagai juri di acara lomba masak itu juga menjadi milikku, maka aku tidak mungkin mengelola resto
Dengan santai, Drew mengendari mobil sedan mewahnya untuk menjemput kekasihnya, Jenna. Ia tersenyum saat membayangkan malam panas dnegan kekasihnya itu. Ia bisa bernapas lega karena sudah memenangkan taruhan itu dan rekan seprofesi lainnya mengakui kekalahan mereka. Restoran pie itu masih tampak ramai, namun karena shift Jenna sudah berakhir, ia bisa pulang dijam lima sore. Tampak dari kejauhan sosok wanita itu, rambut panjangnya beterbangan tertiup angin. Senyum merekah di wajah Drew saat tiba di parkiran. Ia memarkirkan mobilnya, kemudian mematikan mesin dan segera keluar dari mobil itu.Jenna berlari ke arah Drew dengan cepat, senyum cantik juga terukir di wajah wanita itu. "Hey..." Jenna segera memeluk leher Drew yang memberikan ciuman begitu lama di puncak kepala Jenna."I miss you," bisik Drew sembari mengangkat tubuh Jenna yang tertawa kecil."Aku juga merindukanmu, pria besar," ledek Jenna. Drew terkekeh, ia melepaskan pelukan
Jena merasa gugup saat tiba hari di mana ia akan berkunjung dan menghabiskan akhir pekan bersama keluarga kekasihnya itu, sedangkan Drew, sudah tampak siap untuk segera berangkat. Jena menghela napas sembari menatap kekasihnya itu."Jantungku berdebar, Drew, apa kau yakin keluargaku akan menerimaku?" Jena menunjukan wajah sendu yang menggemaskan bagi Drew. Pria itu mendekat dan mencium lembut bibir Jena."Jelas, mereka sudah menyukaimu sejak awal, Sayangku. Ayo lekas, kita hanya punya waktu sampai besok sore, karena hari minggu siang aku ada siaran langsung penjurian acara itu.""Ya, baiklah. Kau menyetir sendiri?" Jena menyambar tas miliknya."He-em," jawab Drew sembari memeluk mesra wanitanya itu."Drew!" pekik Jena saat tangan nakal kekasihnya itu menelusup masuk ke pakaiannya, mengusap perut ratanya sembari bibirnya tak henti menciumi leher jena yang terekspos karena ia menguncir tinggi rambutnya."Sssttss..
Suara kocokan alat pengocok bertemu dengan adonan dan mangkuk besar transparan itu terdengar Jenna dari dalam kamarnya hingga membuat ia segera beranjak setelah setelah berpakaian. Sambil bersandar di ambang pintu kamar, ia menatap Drew yang sedang sibuk di meja dapur. Jenna melangkah mendekati meja dapur, Drew melirik sekilas lalu menyunggingkan senyumnya."Pindahkan saja kemejaku ke dalam lemarimu, Jen, lebih pantas jika kau yang memakainya," ledek Drew. Ya, Jenna memakai kemeja Drew setelah ia mandi. Ia berkolah jika pakaiannya masih di laundry. Jelas memang, pakaian Jenna tak sebanyak milik Drew, apalagi rata-rata hanya kaos dan jeans."Morning, Babe," sapa Jena sambil mencium sekilas bibir kekasihnya itu lalu duduk di kursi tinggi yang membuat mereka berhadapan."Morning, sweet heart," balas Drew sembari terus mengocok adonan putih telur dengan gula secara bertahap hingga cukup kaku, atau saat mangkuk besar itu di balik, adonan tidak tumpa
Lampu-lampu studio sudah begitu menerangi seluruh area tempat shooting berlangsung. Meja peserta lengkap dengan peralatan memasak, bak cuci dan berbagai bahan yang sedang di eksekusi peserta tampak meramaikan studio itu. Aroma bumbu masakan yang tercium juga semakin menambah proses shooting ajang lomba memasak itu semakin penuh semangat bagi juri penonton yang terdiri dari 20 orang selain juri tetap, termasuk Drew dan Camile.Camile berjalan menghampiri beberapa peserta yang menurutnya, masakan menarik, tapi kemudian ia mundur kembali karena takut terciprat minyak. Drew tak peduli, walau Camile berusaha mendekat ke dirinya seolah berlindung dari hawa panas kompor. Kekasih Jena itu mendekat ke salah satu peserta yang mengolah hati sapi, ia tertarik karena bahan itu termasuk yang sulit diolah beberapa peserta yang tampak kebingungan. Namun peserta pria yang berusia tiga puluhan itu tampak percaya diri."Kau masak untuk dijadikan apa?" tanya Drew saat be
Jena selesai melakukan pekerjaannya di restoran pie itu, ia terkejut saat berjalan keluar dari resto, banyak wartawan yang menghampiri. Jena kikuk, ia ingin menghindar dari mereka tapi tak bisa.“Jena, apa kau tau skandal yang pernah dibuat Drew dan Camile? Mereka sepasang kekasih bukan?!”“Nona Jena, apa kau tau tentang hubungan mereka di masa lalu? Gosip ini sudah sampai ke banyak media. Apa kau perebut kekasih orang?!”“Nona Jena jawab, kami butuh jawaban dari mu. Apa kamu selingkugan Drew? Karena sesungguhnya Drew kekasih Camile, bahkan sejak mereka kecil sudah dekat dan dijodohkan!”Rentetan pertanyaan ditanyakan Jena, wanita it uterus menutup wajahnya dengan lengan, berjalan cepat namun sinar menyilaukan dari kamera terus menyerangnya. Hingga ia merasakan seseorang menutupi dirinya dengan jas. Jena menoleh, Maden, pria itu membawanya masuk ke dalam mobil sedan mewahnya, kemudian melesat cepat menjauh dari area itu