The Hot chef and me

The Hot chef and me

Oleh:  Rianievy  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
8 Peringkat
72Bab
9.8KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Seorang chef bernama drew menjadi dekat dengan Jena seorang food vlogger setelah ia mengkritik masakan drew. Keduanya saling tertarik, namun keterlibatan seseorang menjadi penghalang dan membuat Drew pergi dari Jena setelah wanita itu memberikan mahkotanya.

Lihat lebih banyak
The Hot chef and me Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Rina Mojokerto
apik keren.....speechless
2022-04-14 11:54:01
1
user avatar
MissDey
wah keren nih, karakter chefnya kental banget hehe
2021-08-30 10:50:56
1
user avatar
Annabella Shizu
Hot chef ngingatin sama chef siapa ya? hehehe... Terus berkarya buat author, semangat!
2021-08-27 10:32:32
1
user avatar
Glow Peridote
menarik bangeeeeet ceritanya. disajikan dengan cerdas dan apik. kereeeeen.
2021-07-29 20:35:07
1
user avatar
Andre Wildany
NEXTAR. Saya suka sama ceritanya
2021-07-28 12:00:06
1
user avatar
kinanti
ceritanya mengalir sih, semangat ngetiknya
2021-07-07 23:15:12
1
user avatar
Rianievy
uwuuuuuu seuwu2nya hahaha
2021-06-26 22:26:30
0
user avatar
Cheezyweeze
kekny cerita uwu ini 😅 semangat maak
2021-06-26 21:13:52
1
72 Bab
Part 1. Kritikan
"Good morning" ucap Reese saat ia sampai di rumah Jena yang sudah ia sewa selama tiga bulan kebelakang. Jena menoleh kearah pintu dengan muka jengah serta tangan sibuk mengoleskan selai coklat dan ia menuangkan susu kedelai less sugar kedalam dua gelas. Ia berjalan ke lemari es lagi untuk mengambil beberapa potong buah strawberry, dan kiwi yang semalam ia sudah potong-potong dan dimasukan kedalam mika kedap udara untuk menjaga kesegarannya supaya tidak teroksidasi udara. Ia meletakan di atas dua piring berbeda, karena ia membuat sarapan untuk Reese juga. "Sepertinya kau sedang bad mood , Jen?" Reese duduk di meja makan sambil menatap Jena yang terlihat mendengus. "Café ku harus tutup sepertinya Reese, aku bangkrut." Jawab Jena sambil membenamkan wajahnya diantara dua lutut kakinya yang ia tekuk saat duduk di kursi meja makan. "Benar tidak bisa diselamatkan Jen?" Reese menggeser tempat duduknya supaya dekat dengan Jena, ia la
Baca selengkapnya
Part 2. Mencari tahu
Langkah kakinya begitu teratur saat menaiki titian anak tangga menuju ke lantai dua apartemen sederhana bersusun lima lantai. Jena bersama seorang pengelola menuju ke unit nomor 2D. Kunci terputar hingga terdengar bunyi bahwa pintu siap terbuka. Pengelola mempersilahkan Jena memutar kenop bulat seperti apel berwarna emas dan membukanya dengan mendorong pelan ke arah dalam. Suasana yang terang karena wallpaper berwarna kuning masih menempel rapih di dinding. "Penyewa lamanya seorang mahasiswi disain, jadi ia yang membuat hiasan dinding ini sendiri. Kami memang membebaskan. Bagian dapur, ia juga yang melukis dengan cet, masih tampak rapih, bukan?" Ujar wanita paruh baya itu menatap Jena, ia mengangguk. Harga yang di tawarkan juga pas untuknya. "Kapan kita bisa tanda tangan kontrak sewa? Sekarang, bisa?" Jena tersenyum. Penyewa mengangguk. Setelah menandatangai kontrak, Jena memberi tahu Reese melalui sambungan telfon
Baca selengkapnya
Part 3. Kau
Jena mengecek semua hal yang harus ia pantau sebelum meninggalkan unit apartemennya. Walau hanya unit kecil model studio, sudah terasa nyaman untuknya tinggali seorang diri. Reese pun akhirnya berfikir untuk menyewa apartemeb dekat dengan tempat Jena, namun Jena melarang, karena hoby sahabatnya itu yang suka membawa kekasihnya ke tempat ia tinggal, membuat Jena risih.  "Aku hari ini akan berkunjung ke food truck milik rekan lama ku Reese, dan, sepertinya, channel vlog ku mau mu hentikan. Aku harus mencari pekerjaan yang jauh lebih menghadilkan uang," Jena berbicara dengan Reese di ponselnya sambil berjalan menyusuri trotoar, ia baru melihat lowongan kerja sebagai marketing restoran di salah satu sudut kota Newyork, tak ada salahnya ia mencoba peruntungannya.  "Aku akan mencobanya, doakan aku berhasil Reese, demi menyelamatkan hidupku dari hutang kepada Ayah dan Ibu, dan kembali bangkit," Jena memasukan ponselnya kedalam tas yang ia
Baca selengkapnya
Part 4. Keluarga baru
Jena begitu riang saat sampai ke rumah megah bak istana itu dengan nuansa eropa yang kental. Parkiran serta halaman yang luas, membuat ia terkesima. Terakhir, setahun lalu, kira-kira, ia masih tak begitu takjub seperti sekarang. Rumah bak istana milik keluarga Maden Hamilton sang penguasa perbankan begitu menakjubkan. Lima mobil mewah berjajar di depan halaman rumah, Jena dan Maden turun dari mobil, mengucap betapa ia terkesima dengan istana itu. Maden hanya terkekeh seraya berjalan dan membukakan pintu besar itu dan meminta Jena masuk terlebih dahulu.   "Wow ... Maden, rumah kalian, sungguh luar biasa," Jena menatap sekeliling. Maden menyuruh asisten rumah tangganya untuk mengambil belanjaan di mobilnya dan membawa ke area dapur. Jena berjalan dengan Maden yang sudah membawanya masuk ke dalam rumah megah itu. Interior serba sentuhan Eropa, tak tertandingi. Selera Valery, ibu dari Maden begitu tinggi memang.    Suara hak sepatu bersentu
Baca selengkapnya
Part 5. Dia
Tepati janji, Jena sudah sampai di rumah megah Maden di jam setengah enam pagi, ia meminta kunci mobil kepada salah satu Maid dan segera berangkat menuju ke pasar grosir. Ia tak mau ke supermarket, karena kualitas kesegaran sayur dan buah terjamin di pasar grosir itu. Tiga puluh menit kemudian, Jena sampai di lokasi pasar. Ia berjalan sambil meminum sisa kopi dan roti yang ia beli diperjalanan tadi.  Matanya melirik ke nama toko yang sudah ia hafal betul. King fruits, toko buah-buahan milik Leon, seorang kenalan lama dirinya semenjak pindah ke Newyork. Sapaan hangat diterima Jena dari Leon yang tampak semakin tua dengan waena silver di rambutnya.  "Apa kabar gadis cantik," sapa Leon sambil menepuk bahu Jena.  "Baik Paman, Bibi mana? Aku lama tidak ke sini, maafkan aku Paman," Jena mengambil keranjang dan memasukan buah-buahan yang sudah ia catat di dalam kepalanya.  "Kau sibuk Jen
Baca selengkapnya
Part 6. Canggung
Maden mendapati Jena yang diam tak berkutik setelah ia meletakkan ponselnya kembali ke dalam saku celana. Pria itu mendekati dan menepuk pelan bahu Jena. Tolehan kepala Jena membuat Maden tersenyum seraya menanyakan kenapa wanita itu diam.  Jena menggeleng cepat, ia lalu kembali menyiapkan makanan pencuci mulut seraya meminta Maden kembali ke ruang makan. Jena terkejut karena ternyata Madenlah pria yang selama ini selalu mengirimkan bunga dengan kartu ucapan penyemangat dan kata-kata romantis lainnya. Reese tak mungkin berbohong, ia jauh lebih dekat dan memahami Maden. Mungkin, beberapa rahasia lain juga Maden ceritakan kepada Reese.  "Duduklah kembali ke tempatmu, Maden, aku akan membawakan es krim strawbery buatan ku, aku baru tau jika kalian memiliki alat pembuat es krim," Jena menoleh dan melemparkan senyum ke Maden. Pria itu mengangguk, lalu berjalan kembali ke ruang makan.  Jena menghela nafas manaka
Baca selengkapnya
Part 7. Terjebak
Kepala Jena ia tenggelamkan diantara bantal. Kakinya menghentak-hentak kesal. Drew dengan seenaknya sudah mengambil ciuman pertamanya. Ia lalu duduk di atas ranjang dan mengacak-ngacak rambutnya begitu liar, lalu ia merebahkan kembali tubuhnya. Mencoba tenang dan memejamkan matanya. Hari sudah larut, ia tak mau bangun terlambat.  Di tempat lain.  Drew duduk dengan gelas wine di tangannya. Menatap keluar jendela besar apartemennya yang menyuguhkan pemandangan kota Newyork malam hari. Ia berfikir, tentang Jena yang sudah membuat masakan sederhana tapi begitu nikmat, tak rumit, dengan bahan sederhana juga.  Lalu ingatan Drew berpindah ke saat di mana ia mencium bibir Jena yang membuat reaksi lain di hati dan juga tubuhnya.  "Sialan!" Geram Drew seraya beranjak dan meletakan gelas wine lalu menyanbar kunci mobil yang tergeletak di atas meja dapur.  Apartemen
Baca selengkapnya
Part 8. Alasan
Hingga pukul tujuh pagi, Jena masih berada di apartemen Drew, ia menatap Drew yang sedang duduk santai sambil melihat televisi.  "Aku harus pergi, Drew. Bosku menunggu, aku harus memasak untuk keluarganya," ia menjelaskan niatannya untuk segera beranjak dari tempat itu. Drew diam, ia melirik dan kemudian mematikan televisi. Berjalan menghampiri kulkas lalu mengambil sesuatu dari sana. Drew menyerahkan yogurth yang sudah ia buka tutupnya ke tangan Jena.  "Minumlah, kau tidak meminum atau memakan apapun sejak datang kemari, aku tak mau kau mati kekeringan." Dengan santai, Drew berjalan ke meja dekat televisi dan mengambil kunci mobil. "Aku antar kau ke tempat mu bekerja. Baik bukan aku?" Kekehan sinis tampak dari wajah tampan dan mata indah milik Drew. Jena melangkah, ia sudah meneguk yogurth itu hingga habis setengah. "Kau haus?" Lirik Drew sambil menunjuk botol yogurth dengan dagunya. Jena menggeleng, kepalanya begitu pusing, dan p
Baca selengkapnya
Part 9. Syarat
"Tidak. Aku lebih baik bekerja di tempat lain. Kau akan menjadi bosku, dan sikap aroganmu seperti tadi akan membuatku terus memaki dan merutukimu, Drew."  Jena menolak. Ia ingin tahu, apa seorang Drew bisa memohon lebih baik, tidak seenaknya sendiri. Kedua mata Drew begitu tajam menatap Jena. Ia tak akan melewati kesempatan, Jena kunci dirinya kali ini untuk mencapai tujuannya. Membuat restorannya semakin sukses dan terkenal. Juga, jam terbang dirinya sebagai koki terkenal juga akan terus meroket.  "Oh ya, jadi ... kau ingin aku memohon? Begitu?" tatapan itu semakin menusuk dalam ke netra indah milik Jena. Wanita itu meneguk salivanya susah payah. Ia tak akan gentar.  "Tentu, sombong." Jena balas menatap Drew. Pria itu terkekeh, ia lalu berjalan memutari meja dapur dan berdiri di samping Jena.  "Ok, aku akan memohon padamu, Jena," ucap Drew lalu memutar tubuh Jena supaya menghadap
Baca selengkapnya
Part 10. Pick and keep
Briefing sebelum restoran di buka sudah menjadi hal wajib bagi Drew dan semua para pekerja di restorannya. Jena berdiri sedikit memojok, ia tak siap jika menjadi sorotan para pekerja lain jika ia berdiri di samping Drew. Kedua mata Drew kelirik ke arah Jena yabg sibuk menunduk sambil memperhatikan sepatu yang ia kenakan.    "Jena!" panggil Drew tegas. Jena mendongak, ia berjalan perlahan. Tak mau menoleh ke arah semua orang yang mulai berbisik. "Dia Jena, asisten khusus untukku. Jena, perkenalkan dirimu kepada semua orang," ucap Drew seraya menepuk kedua bahu Jena yang ia putar supaya menghadap ke semua orang.    "Halo, aku Jena," sapa Jena sambil mencoba tersenyum. Para juru amsak diam dan menatap lekat. Sedangkan pelayan  dan petugas kasir menyapa dengan ramah. Jena balas tersenyum.  Lima belas menit kemudian restoran di buka, Drew sudah bersiap diposisi, dan Jena berdiri di sebelah Drew.    "A
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status