Nina dan Roth berangkat dengan diikuti lambaian tangan sahabat juga teman mereka di Roger Pass. Ray juga merelakan Tache, putrinya, yang menjadi calon pemimpin atau alfa klan berikutnya untuk bertempur bersama mereka.
Ternyata, Tache membuktikan jika sebagai wanita ia bisa jauh lebih cerdas dan tangguh. Letho, sebagai kakak tertua, dengan tulus dan ikhlas merelakan posisi tersebut untuk dipegang oleh adik perempuan satu-satunya. “Aku akan mengingat ini sebagai sejarah paling menyakitkan dalam hidup manusiaku,” cetus Roth dengan kecut. Tache mengepang rambut panjangnya dengan anggun. “Kalian tahu, aku sangat bangga bisa bergabung dalam perjalanan kalian dan turut berjuang,” balas Tache. Roth melempar senyum kikuk dan pura-pura memandang luar jendela. Entah kenapa, Tache membuat sikapnya menjadi aneh. Ada sesuatu yang membuat Roth salah tingkah setiap berada di dekat gadis cantik tersebut. Nina masih termenung dalam diam. Wajahnya tampak kuRangkaian bunga indah dan besar itu suster Lisbeth letakkan dengan hati-hati di sebelah peti jenazah Markus.Misa penutupan peti akan berlangsung dipimpin oleh Bapa Paus sendiri siang ini. Para frater dan bruder sibuk menata kursi untuk jemaat yang akan hadir dalam ibadah penghormatan terakhir nanti.Nina duduk di kursi paling depan dan menatap peti dengan wajah sembab. Rambutnya yang mulai panjang ia ikat sembarang. Tache duduk di sampingnya dengan wajah terpekur ke lantai.Baju Nina tampak lusuh dan belum ganti sejak kemarin. Celana jeans hitam penuh dengan lumpur dan kaos abu-abu yang lengannya robek. Sepatu bootnya juga tampak belepotan dengan tanah merah.Nina tidak peduli dengan penampilannya. Tache membetulkan kerudung hitam dan mencondongkan tubuh ke samping.“Nina, baumu sangat mengganggu. Bisakah kau membersihkan diri sebelum orang lain datang?” bisik Tache sepelan mungkin.Nina seperti tersentak dan baru sadar akan lam
Nina menenteng ransel dan berpamitan pada suster Lisbeth beserta penghuni biara lainnya.Permintaan Paus untuk berjumpa dengannya tidak ia indahkan. Nina sudah tidak sabar ingin segera mengejar tiga orang yang tercuri oleh takdir darinya.Coque menyerahkan selembar kertas catatan pada Nina. Tache mengikuti mereka dari belakang.“Dari kilasan lokasi yang Tache lihat ketika portal terbuka adalah banyaknya salju dengan latar pegunungan. Setelah aku lihat ada beberapa tempat dengan gunung bersalju. Semua sudah ada dalam daftar tersebut,” terang Coque.“Kita kunjungi wilayah yang terdekat. Yaroslav, Rusia,” cetus Nina dan menyimpan daftar tersebut dalam saku.Ketiganya segera bergegas naik mobil menuju bandara.***Kota kecil Yaroslav memang indah sekaligus unik. Kota tanpa gedung atau bangunan tinggi perkantoran tersebut kental dengan suasana desa semi modern.Jajaran restoran dan pertokoan kecil dengan pili
Baru kali ini Elba melihat Nina mengenakan gaun yang feminim. Ternyata setelah berpenampilan layaknya perempuan, Nina mampu mengalahkan wanita mana pun.Ia terlalu cantik dan menawan. Giginya yang rapi dan putih, berjajar mempesona serta menyempurnakan garis senyum bibir Nina.“Kupikir kita tidak akan bertemu lagi, Nina,” ucap Elba.Nina hanya tertawa dan berbalik badan menuju balkoni yang menghadap ke arah tebing laut.Gaun putih brokat yang terbuka punggungnya, menambah keseksian liuk tubuh wanita yang baru ia sadari telah mengubah jiwanya.“Aku akan selalu menemukanmu. Hingga ujung neraka sekalipun,” jawab Nina dengan senyum.Rambutnya yang sebahu tertiup angin. Nina menatap ke bawah dan menoleh serta mengulurkan tangan pada Elba.“Maukah kau menjadikan aku pendampingmu, nanti?” Nina menatap Elba penuh harap.Pria itu tersenyum dengan gembira.“Aku akan menjadikan dirimu
Nina sebetulnya ragu menentukan tempat kunjungan mereka berikutnya. Seperti seekor singa yang kehilangan cakar dan giginya, Nina tampak melemah dan kehilangan kekuatan pemburunya.Namun tidak sedikit pun terlintas dalam benak Coque atau Tache untuk meragukan keputusan tersebut. Keduanya masih mempercayai Nina sepenuhnya.Setelah menghubungi beberapa teman Coque yang ada di Palestina, mereka mendapat akses yang cukup aman untuk melakukan pencarian dari satu kota ke kota berikutnya.“Aku pernah berada di daerah ini selama beberapa bulan,” ujar Nina.“Apakah targetmu para pejabat Palestina?” tanya Tache setengah mati penasaran.Nina menggelengkan kepalanya.“Targetku menghilangkan duka saat kehilangan Oliver,” jawab Nina.Coque baru teringat. Nina hilang selama satu tahun penuh setelah Oliver pergi.Ini adalah kota yang kelima setelah mereka tiba di negara konflik tersebut.“Jika ka
Elba baru saja selesai membangun ruang tahanan untuk Abigail dari berbagai bahan yang Roth bawa melalui portal. Udara dingin dataran Alaska menyulitkan mereka untuk menyiapkan tempat tersebut. Untunglah Roth memiliki sihir dan membantu Elba menyelesaikan pekerjaannya.Bangunan bekas markas militer tersebut memiliki dasar yang kokoh dan masih dalam kondisi yang baik. Elba hanya perlu mengaktifkan serta menambahkan beberapa peralatan dan juga teknologi seperti kamera CCTV dan juga lampu sorot otomatis. Sel tahanan juga mereka desain dengan menggunakan listrik. Elba menghindari pemakaian gembok atau kunci yang kurang bisa diandalkan kekuatannya.Beruntung tempat tersebut memiliki generator sendiri dan juga pembangkit tenaga listrik yang setelah dibetulkan masih berfungsi dengan baik.“Mesin pemanas ruangan juga sudah berjalan dengan lancar, tidak macet lagi. Mulai malam ini kita bisa bernapas lega, Mustafa,” cetus Roth dengan bangga.“Thank
Nina merasakan wajahnya panas dan terjaga. Sebelum sadar sepenuhnya, sebuah tamparan kembali melayang di wajah Nina.“Ough!” erang Nina. Ia merasakan darah dalam mulutnya.Nina meludahkan ke lantai dengan geram. Waktunya mengalah sudah selesai! Nina menguasai diri dengan cepat dan melihat Coque juga Tache sedang diinterogasi bersamaan.Ketika jawaban mereka menghasilkan grafik yang mencurigakan, sebuah cambuk besi dengan tali mengandung duri tajam melecut tubuh keduanya.Teriakan Tache melengking, sementara Coque cukup tangguh menahan siksaan. Dari yang Nina tangkap, mereka dicurigai sebagai komplotan Panther!‘Apa yang Panther lakukan sehingga dicari para teroris lokal?’ batin Nina penasaran.“Hentikan!” seru Nina.Salah satu orang yang mengajukan pertanyaan meminta berhenti.“Kau harus tunggu giliran! Kecuali informasimu berharga!” bentak pria kurus itu.Nina menawarkan m
Tache melihat debu berterbangan di bawah sinar bulan yang terang. Nina bangkit dan melihat Panther kembali setelah lima jam pergi. Tubuh dan wajahnya penuh dengan bercak darah.Pria itu melempar tiga ransel ke pasir.“Kau membantai semuanya?!” seru Tache kaget. Gadis itu mengendus tubuh Panther.“Aku sudah meminta baik-baik. Mereka memang terkenal sebagai suku pemarah,” jawab Panther santai.Nina tersenyum dan memeriksa semua isi tas. Ponsel, passport dan juga uang masih utuh. Tangannya merogoh kantong depan dan mengeluarkan sebungkus rokok. Nina menyalakan satu dan memberikan pada Panther.“Thanks.”Nina menyalakan satu lagi untuk dirinya. Coque terbangun dengan wajah mengantuk dan kaget waktu melihat ranselnya telah kembali. Kini pandangannya telah berubah total mengenai Panther.“Tunjukkan padaku foto ketiga temanmu. Mungkin aku bisa membantu,” cetus Panther. Nina mengulurkan foto di
Roth kembali dengan wajah terkejut. Di ruang tengah berceceran darah di lantai dan Elba sedang mengepel.“Siapa mereka?” tanya Roth.“Aku menemukan keduanya di depan pagar. Anak perempuan itu terluka di bagian perut dan aku sudah mengeluarkan pelurunya,” jawab Elba.“Astaga! Kasihan sekali!” Roth meraba dahi dan nadi masing-masing.“Aku sudah menyalurkan tenaga dalam pada mereka. Sebentar lagi pasti sadar.” Elba melanjutkan membersihkan lantai.“Bagaimana kabar perjalananmu, Roth?” tanya Elba kemudian.“Seseorang menghalangi perjalananku. Aku terdampar ke padang gurun Ghobi. Untunglah aku bisa kembali ke sini,” keluh Roth sembari mengibaskan jubahnya yang penuh dengan serpihan pasir.“Roth, aku baru membersihkan lantai!” seru Elba dengan jengkel.Tangan Roth mengibas di udara dan lantai bersih seketika.“Siapa yang menghalangi perja