Nicko keluar dari sebuah kamar dan mendekati Jaxon yang berjalan dengan langkah menghentak.
“Aku menemukan sepaket bubuk kristal,” kata Nicko yang mensejajarkan langkah dengan Jaxon.
Mendegar itu, Jaxon pun berhenti dan menatap Nicko dengan pandangan tidak dapat dibaca.
“Bawa semua bukti yang ada. Kita akan berkunjung ke suatu tempat, katakan pada yang lain untuk bersiap dan menambah penjagaan. Akan ada pembicaraan berat,” jelas Jaxon sembari menarik sepaket sabu dari genggaman Nicko. Dia menatap benda itu lama dengan sebersit tatapan benci.
Di belakang mereka terdengar suara Maxon yang menjeritkan sumpah serapah. Tubuhnya diseret pada bagian pergelangan oleh Rey hanya dengan satu tangan keluar ruangan, sedangkan kedua pergelangan tangan Max dibelenggu borgol yang tadi Fritz pasang.
“Kalian tidak akan selamat dari ini, aku bersumpah kalian akan mendapat balasan! Hidup kalian tidak akan tenang, asshole!” jeritnya
Jaxon keluar dari kamar perawatan Mia dalam keadaan mengeratkan rahang dan tubuh tegang.Fritz dan Rey yang saat itu berada di luar melirik ke arah Jaxon, awalnya mereka tampak mengabaikan tetapi kepala keduanya kembali berputar cepat ke arah bagian bawah tubuh Jaxon yang terlihat jelas sekali mensesaki celana hingga membentuk tenda.Tawa kedua pria itu pun pecah seketika, sedang kerutan kesal semakin dalam di wajah Jaxon.“Kau melarikan diri dari sana? Coba lihat, betapa menyakitkannya itu,” ringis Rey yang mendapat tatapan tajam dari Jaxon.“Diamlah, aku tidak bisa berpikir sekarang!” geram Jaxon sembari berjalan cepat hendak melarikan diri dari rumah sakit. Dia benar-benar butuh mandi air dingin.“Kau bisa taruh ini di sana,” saran Rey sembari menyodorkan minuman kaleng dari freezer yang tentu saja Jaxon tolak. Dia bahkan menatap benda itu seolah masalah di balik celananya bersal dari sana.“Janga
Berada di rumah sakit selama beberapa hari membuat Mia merasa bosan. Dia melirik ke arah Jaxon yang sejak tadi fokus pada ponsel dengan konsentrasi penuh hingga dahinya pun berkerut.Melihat itu, Mia pun penasaran dan berdehem untuk menarik perhatian pria tersebut.Kepala Jaxon terangkat, dan senyumnya terkembang seketika.“Apa kau lapar?” tanya Jaxon sembari menyimpan ponsel kembali dalam celana.Mia menggelengkan kepala dan melirik ke arah pintu.“Aku bosan berada di kamar terus-menerus. Bisakah kau bertanya pada dokter; apa aku diizinkan untuk sedikit jalan-jalan di taman rumah sakit?” tanya Mia dengan binar mata memohon.Mendengar itu, Jaxon pun merasa sedikit bersalah, karena dialah alasan Mia terus berada dalam ruangan. Entah mengapa rasa takut Jaxon menjadi lebih besar sejak cincin berlian yang dia beli tersemat di jari manis Mia yang lentik.“Akan kutanyakan pada dokter, tunggulah,” kata Jax
Satu per satu anggota Red Cage mendatangi Compund dengan wajah-wajah menahan marah dan kesal. Mereka baru saja dihubungi oleh Jaxon dan diberitahu bahwa kemarin Romero mendatangi rumah sakit tempat Mia dirawat. Bahkan, Gavin yang biasanya update dengan pemberitaan di Denver juga kesal luar biasa karena Jaxon menyuruh semua bawahannya untuk tutup mulut sementara, agar tidak terjadi keributan yang tidak perlu.“Kenapa kau baru menjelaskan semua ini sekarang? Bukannya kemarin kami semua ada di Aurelia?” sungut Gavin sembari menarik lembaran kertas yang Danny baca sejak tadi, tetapi kening Gavin malah berkerut bingung saat membaca apa yang ada di sana.“Danny, apa kau merubah profesi menjadi wartawan gossip? Mengapa kau membawa kertas berisi cerita seperti ini ke ruang rapat?” cerca Gavin sembari terus membaca kertas berhalaman tiga yang memiliki narasi tentang kisah cinta seseorang.Danny merebut kertas itu dari tangan Gavin dan memasukannya
Saat keluar dari kantor Grant, Mia kembali berpapasan dengan Ruth yang sibuk melayani. Sekilas Mia melihat dari ekor mata tatapan Ruth yang masih menyimpan marah, tetapi dia mengabaikan karena tidak mau membuat keributan.Masih jelas dalam ingatan Mia bagaimana pertengkarannya dengan Roxane waktu lalu, dan ada rasa bersalah karena tidak sempat berbaikan dengan wanita itu sebelum kematiannya yang tragis.Dia hanya tidak ingin memiliki penyesalan yang sama.Setelah melewati pintu, Mia pun berpapasan dengan Vero yang saat itu hendak masuk ke dalam.Terlebih dulu Mia melihat kedatangan wanita itu, dan langsung tersenyum bermaksud menyapa, tetapi Vero yang baru menyadari kehadiran Mia pun menghentikan langkah. Senyum Mia sirna seketika, mendapati wajah tidak bersahabat Vero yang tidak biasa.Ada jejak amarah di balik mata wanita di hadapannya, semakin membingungkan Mia.“Hey, Vero,” sapa Mia sembari tersenyum ragu.Yang disapa
Kepala Mia menoleh ke arah Jaxon yang masih menata napas dengan mata terpejam. Jemari Mia menyentuh pipi Jaxon pelan dan dia pun bertanya; “Yang tadi itu apa?”Mendengar pertanyaan tersebut, sebelah mata Jaxon pun terbuka. Dia melirik ke arah Mia dengan dahi berkerut heran.“Yang tadi bagaimana?”Rona merah menjalar ke seluruh tubuh Mia, termasuk kuping dan leher yang selalu membuat Jaxon takjub setiap kali Mia memperlihatkan ekspresi malu yang benar-benar murni tanpa dibuat.Mia berdehem dan berbisik pelan, “Yang barusan,” ucapnya sembari berusaha menutupi wajah dengan selimut.Mendapati ekspresi Mia yang kesulitan melakukan kontak mata dengannya, Jaxon pun mulai paham apa yang sedang Mia tanyakan, dan hal itu membuat Jaxon tertawa keras hingga mendapat pukulan kecil di dada.Seketika Jaxon memiringkan tubuh dengan tangan kanan menumpu kepala, sedang mata menatap jahil ke arah Mia yang seluruh kulitnya be
Pagi itu, Jaxon meminta Fritz untuk menghubungi Vero agar datang ke red Cage, ada hal yang ingin dia bicarakan dengan wanita tersebut.Mendengar perintah Jaxon barusan, Fritz pun terdiam di tempat untuk waktu yang lama dan tidak langsung merespon perintah atasannya.“Kenapa kau masih berdiri di sana, Fritz?” tanya Jaxon yang mengumpulkan beberapa dokumen di meja. Dia hanya melirik bawahannya sekilas saja, karena sibuk mencocokan dokumen yang akan dibawa untuk diberikan pada Gavin mengenai perkembangan klub mereka berdua, GC.Mengingat nama klub itu, Jaxon rasanya ingin membenturkan kepala, karena setuju begitu saja ketika Gavin menamai klub mereka Great Cock, yang seketika itu juga Jaxon negosiasi menjadi GC, karena dia tidak habis pikir mengapa sahabatnya harus menamai nama klub itu menjadi terdengar murahan.Untung saja semua orang berpikir bahwa nama klub itu adalah inisial dari Gavin Caleston, bukan nama asli yang tertera dalam setiap doku
Saat berada di meja makan, Mia tidak berhenti menatap Jaxon yang menikmati makan malam dengan lahap. Pria itu sangat fokus dengan makanan di meja dan seolah mengabaikan sekitar.Makan malam bersama adalah sesuatu hal yang jarang mereka lakukan, bahkan bisa berada dalam satu meja merupakan kesempatan yang langka. Bisa Mia hitung dengan jari berapa banyak mereka menghabiskan waktu untuk menikmati makan bersama. Bahkan, terakhir kali makan romantis mereka adalah La Fontana.“Apa kau tidak suka dengan makanan di piringmu?” tanya Jaxon tiba-tiba yang menyadarkan Mia kembali hingga pipinya bersemu merah karena tertangkap basah sudah memperhatikan Jaxon tanpa malu.“Oh, aku suka, tidak ada masalah dengan makananku,” jawab Mia yang langsung menyendokan makanan ke mulut.Sudut bibir Jaxon naik sedikit. Sejak tadi dia hanya diam membiarkan Mia memperhatikan, tetapi lama-lama dibiarkan, Mia seolah lupa diri.“Jaxon,” panggi
Sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Jaxon.Dia melirik isi pesan tersebut sebentar sebelum akhirnya menatap ke arah Rey yang sedang menarik sebuah mayat dari ruang bawah tanah Red Cage yang biasanya digunakan untuk tempat penyiksaan.“Apa ada sesuatu?” tanya Rey.Dia melirik Jaxon sebentar sebelum akhirnya kembali sibuk dengan seorang pria tidak bernyawa berusia sekitar tiga puluh yang sedang dia bungkus dalam kantung plastik berwarna hitam.Jaxon mengangkat bahu sedikit dan menaruh ponsel itu kembali ke saku celana.“Hanya laporan dari Fritz yang mengatakan mereka sedang bersama Mia di Kafe Biji Kopi,” jelas Jaxon sembari mendekati Rey yang sedang mengelap tangan berlumur darah dengan serbet putih.“Apa kau sudah menghubungi Fontana?” Rey melemparkan serbet berdarah tersebut ke dalam tong sampah di sudut ruangan.“Untuk apa?” tanya Jaxon dengan sebelah alis naik mendekati dahi.