Gadis itu yang dimaksud. Melanie? "Tolong sebutkan posisi Tuan." "Aku akan kirim lokasinya." "Baik." Panggilan ditutup. Jack kembali menemui Markus dan melaporkan apa yang telah terjadi. "Tuan, Melanie melarikan diri." "Apa? Sialan!" Markus mengumpat. Ia sampai meninju bangku kemudi di depannya saking kesalnya. "Segera lacak dia." "Baik, Tuan." Di sisi lain, Mathius merutuki diri. Gadis itu sangat licin bagai belut. Bodyguard yang berhasil menangkapnya sampai kualahan karena gadis itu terus memberontak, hingga akhirnya bisa kabur kembali. Ini salahnya yang menyuruh sopir untuk berhenti tiba-tiba karena ia melihat seorang wanita yang ia kenal, berkeliaran di jalanan. Apa yang akan ia katakan pada Markus nanti? Alasan yang membuat Melanie sampai kabur. Bila ia mengatakan yang sesungguhnya. Entah apa yang akan dilakukan putranya itu. "Apa benar tadi Samantha?" Mathius bergumam. Ia sampai lupa kalau harus melakukan sesuatu untuk mendapatkan Melanie. Ia malah memikirkan wanita
Melanie langsung menepuk tangan wanita itu sehingga makanan sisa yang hendak dimasukkan ke dalam mulutnya berhasil digagalkan."Nyonya, apa yang kau lakukan?" Wanita itu sedikit linglung. Ia meneliti area sekitar. Nampak asing, kemudian ia mendongak menatap Melanie. "Aku lapar." Suaranya terdengar lemah. "Tapi itu makanan sisa. Mungkin sudah basi. Itu juga kotor karena dari tong sampah." Seperti orang bingung, wanita itu memandang kembali makanan yang memang tadi ia ambil dari dalam tong sampah. "Tapi aku lapar." Mendengar itu, rasa iba datang. Sebenarnya bukan hanya wanita tua itu yang lapar, dirinya juga. Sayangnya, ia malah tidak membawa apa-apa. Terlebih uang sepeser pun. "Tunggu. Sepertinya aku punya sesuatu yang bisa dijual." Melanie meraba daun telinga bagian bawah. Ia teringat anting emas yang diberikan oleh Markus. Ya, itu adalah barang berharga. Ia bisa menukarnya dengan uang. "Nonya, bangunlah." Melanie membantu wanita itu berdiri. "Aku akan membelikanmu makanan na
Yang dikatakan Melanie benar. Namanya saja sebagus itu. Dia mungkin saja orang kaya. Hanya saja tengah tersesat. "Nyonya berasal dari mana? Oh iya, namaku Melanie Marino. kau bisa panggil aku Melanie saja." Wanita setengah baya itu mengangguk. Kemudian kembali fokus pada makanannya. Waktu bergerak cepat, matahari meninggi dan semakin menyengat. Sayang sekali Melanie harus keluar dari gedung. Dan sialnya wanita itu terus mengikutinya. Ingin meninggalkannya, Melanie tidak tega. Sementara Melanie harus bergerak cepat mencari tempat persembunyian yang aman. "Nyonya. Apa kau punya tempat tujuan? Aku akan mengantarmu." Melanie menawarkan. Mana mungkin ia membawanya serta dalam pelariannya. Itu hanya akan menghambat gerakannya saja. Wanita itu mengangguk. Ia ragu-ragu menjawab. "Aku ingin menemui suamiku." Kendaraan roda empat melesat cepat membelah jalanan ibukota Italia yang padat. Sehingga, dalam waktu singkat. Mobil yang dikendarai oleh sopir yang juga seorang anggota Dare Devil it
Waktu telah ditentukan. Esok hari, Dare Devil akan masuk ke wilayah Rossmoss untuk pertama kalinya. Aaron yang begitu percaya diri untuk menyerang, telah menyiapkan beberapa hal. Terutama mental. Sebab, ia datang bukan hanya untuk menyerang. Melainkan mencari keberadaan sang ibu yang sudah ditetapkan tempat dan lokasinya yang berada di wilayah Rossmoss. Kemungkinan lainnya, ia akan bertemu dengan pria itu. Pria yang berperan besar lahirnya Aaron ke dunia. Bohong kalau ia tidak ingin tahu rupa pria itu sekarang. Namun, sebelum itu, ia harus memastikan keadaan perusahaan dalam keadaan baik. Untungnya ia punya Ben yang dengan sigap melakukan apa yang seharusnya ia lakukan sebelum diperintah. Perlengkapan persenjataan dan penyerangan diserahkan pada Diego selaku pemimpin lapangan. Jekco pun juga tidak tinggal diam, ia meretas sistem CCTV jalanan ibukota. Dan terus mengawasi pergerakan Nyonya Samantha. Lalu Rosene, apa yang dilakukan wanita itu? Ia meminta izin pada Aaron pergi ke ger
"Wah, lihatlah ini." Janeth berdiri dengan tawa menyeringai. Melanie mengumpat dalam hati. Kenapa ia malah bertemu dengan wanita ini. "Hei, Jalang. Kau sungguh menyebalkan. Kau sama seperti kakakmu yang arogan itu, huh?" "Bicara apa kau?" Melanie tidak terima karena disebut jalang. "Tapi tunggu. Aku penasaran, siapa yang ada di belakangmu itu?" Melanie menoleh ke belakang sebentar. Lalu menggeser tubuhnya yang tak lebih kecil itu untuk menutupi Samantha. Wanita itu tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya. Jadi ia tidak akan biarkan wanita itu terluka sedikitpun. Ia tahu Janeth. Dia tidak akan segan melakukan hal buruk pada sesuatu yang dianggap mengganggu dirinya. "Kau jangan menyentuhnya. Atau kau akan mendapat masalah besar." "Wah, bagaimana ya. Aku sedang kesal dan aku ingin membunuh orang." "Kalau begitu bunuh saja dirimu sendiri yang tak berguna itu." Telak, ucapan Melanie menyulut emosi Janeth. Sudah kesal karena mendapatkan perintah yang tidak ia sukai. Sekarang malah di
Aaron jelas kaget. Bagaimana bisa sang ibu sampai berada di dalam kandang musuh dari klan yang dipimpin oleh puteranya ini. Aaron sama sekali tidak mengerti. Aaron tidak pernah mengekspos keberadaan sang ibu. Kenapa Markus bisa sampai tahu? Sial! Aaron benci keadaan ini. Ia tidak suka kalau kelemahannya sampai diketahui oleh musuh. Tetapi, ada bagusnya juga. Aaron semakin bersemangat untuk menyerang Rossmoss secara terang-terangan. Setidaknya ia punya alasan untuk menghancurkan klan itu. "Kita rubah rencana. Serang Rossmoss secara langsung." "Aku suka ini." Diego semakin bersemangat. Pria yang seolah haus akan peperangan ini mengeluarkan senjata andalannya. "Kita tidak boleh gegabah." Rosene mengeluarkan pendapatnya. Dan itu sukses menarik perhatian semua orang. Diego sampai menghentikan gerakannya. "Apa maksudmu, Nona? Tunggu apa lagi. Kita hancurkan mereka semua. Dengan begitu kau bisa mendapatkan adikmu kembali, dan Tuan mendapatkan ibunya." Diego sungguh tidak sabar untuk itu
Markus tidak dapat lagi membendung perasaannya. Inilah saat-saat yang ia dambakan. Di mana Rosene takluk atas dirinya. Gelora hasrat yang ia pendam selama bertahun-tahun, kini bergulung dengan lautan rindu yang menggebu. Rosene diantar menuju kamar yang biasanya digunakan untuk tempat peristirahatan. Jack mengekor di belakang, meningkatkan kadar kewaspadaan. Rosene adalah wanita yang berbahaya. Ia tak lupa ketika wanita itu berhasil memelintir tangannya hingga nyaris patah. Wanita yang berambisi besar untuk pensiun lebih dini itu tidak akan berpikir dua kali untuk melukai seseorang yang dianggap mengganggunya.Jack jadi heran sendiri kenapa ia bisa jatuh cinta kepada wanita seperti itu. Sampai kini pun, ia masih belum melenyapkan sepenuhnya perasaan itu. Pintu kamar dibuka lebar, langkah Jack terhenti di tengah-tengah. Markus memandang orang kepercayaannya itu. "Kau pergilah." "Tuan ...." "Sejak kapan kau mulai membantahku. Aku bilang pergi saja." Jack tidak bisa berkata-kata. K
"Aku Ben." Mendengar nama itu, Samantha langsung menatap Ben. Ia tahu pria itu, pria yang selalu berada di sisi puteranya. Menjadi tameng bahaya demi Sang Putera. Pria yang setia bahkan mempertaruhkan nyawa. "Ben, kau kah itu?" Terlalu lama berada di rumah sakit, Samantha nyaris melupakan wajah Ben. "Ya, Nyonya." Jawaban itu cukup membuat Samantha maupun Melanie menghela napas lega. Setidaknya ada orang yang berada di pihak mereka. Meski Melanie sendiri tidak tahu, dia pria yang berbahaya atau tidak. "Di mana puteraku, apa dia datang bersamamu?" "Ya, Nyonya. Beliau sudah menunggu Anda." Ben segera membantu Samantha untuk berdiri kemudian disusul oleh Melanie. Ben berjongkok memunggungi Samantha. "Ayo, Nyonya. Kita harus segera keluar dari sini. Tempat ini akan dihancurkan. Naiklah ke punggung saya." "Aku bisa jalan sendiri, kau gendong saja gadis ini, kakinya terluka karena disiksa." Ben menoleh ke belakang, akibat perlawanan yang dilakukan Melanie, menyebabkan luka di kaki gadis