Dengan kedua tangannya yang menguasai malam kalbu. Nevan akhirnya memegangi erat kepala si kekasih, hingga mengecup keningnya dengan pelan.
Keduanya saling menatap manja dengan tatapan hangat yang bersatu.
***
Nevan mulai melirik ke arah samping tempat tidur, dimana meja kecil melekat di dinding ruangan. Jam tangan itu duduk dengan manis tanpa terganggu oleh tangan yang nakal.
Ia menarik kaki menjulurkannya ke luar dari tempat tidur. Tatapannya kali ini pada sebuah hadiah yang paling mengagumkan.
Tangannya meraih pelan jam tangan unik tersebut, lalu memencet tombol kecil di samping kepala jam.
Tit! Tit! Tit!
“Hmm, tampak biasa. Tapi, buat lonceng peringatan ini cukup luar biasa!” tuturnya melebarkan bibir memanjang.
Raut manis dari ujung penglihatan menampakkan pesona tampan menawan dari Nevan itu sendiri. Gumaman sendirinya mengakhiri pagi begitu saja. Meletakkan kembali jam tangan, kemudian bergegas entah ke mana?
Yupps, Nevan harus jadi orang sukses baru bisa ngebahagiakan kekasih. Tanpa uang, sekarang bisa apa?? He he. Ikuti terus kisahnya, ya! Terima kasih yang sudah mau setia cerita ini. Yuk, kita buat cerita ini jadi lebih seru lagi. Vote cerita ini! wajib ya. Bagi pembaca setia nanti akan saya apresiasikan dalam bentuk riwayat kenangan berupa hadiah, sertifikat pembaca setia. Yuk, nantikan di *** :@rossy_stories
Nevan memasuki pintu menuju kamar. Dirinya membawa raut yang dipenuhi dengan sejuta tawa dalam penglihatan. Langkahnya mengguyur ruangan menghadap cermin kaca yang ada di dekat dinding. “Kau pasti akan menjadi seorang duta besar, atau kau bisa menyediakan tempat Artifak dari seluruh dunia,” tutur Nevan melebarkan bibir yang memanjang. Wajah yang ditampakkan ke depan cermin begitu sempurna, dengan penglihatan matanya pada sosok Cho Ye Joon. “Jangan lupakan misi pertama kita!” sebut Cho Ye Joon mengingatkan. Nevan menganggukkan kepala sembari merunduk hormat. “Aku berjanji untuk melakukannya,” gumamnya memejamkan mata sesaat. Jiwa yang menyatu dengan erat dalam satu jasad yang masih bernyawa kental. Satu urusan yang menjadi misi pertama adalah sebuah jalan keluar. Sang musuh yang hadir adalah satu penghalang bagi Cho Ye Joon. “Aku ingin mencari tahu kenapa Go Jo Woo ingin sekali meng
Kedua kelopak mata si adik Felix berkedip keheranan. Kebingungan menghantui mereka yang saling menatap. Felix menurunkan pandangan lalu melengkungkan kedua tangannya ke atas pinggang. Tatapannya lurus menatap si adik yang menaikkan alis sebelah mata. “Ooo … benda ini datang dari masa lalu?” ledek si adik menggeliatkan bibirnya lalu pecah. “Hahaha,” kekeh si adik terpingkal-pingkal ketika mendengar lelucon dari sang kakak. Felix menatap aneh dari si adek yang membludak pecah di hadapannya. Kedua tangannya mulai menurun sambil mendekati tubuh si adik. Lalu, mulai mendorong pundak si adik untuk keluar dari ruang kamarnya. “Nah, Tawa aja lu sepuasnya! Buat apa lo ngetawain lelucon gue?” gerutu Felix mendorong tubuh si adik. “Hei, Napa lo ini Kak?!” teriak dari si adik menoleh spontan. Keduanya hendak melawan, tetapi apalah daya jika sang lelaki adalah lawan yang tidak seimbang.
Felix yang menggelengkan kepala seorang diri. Beberapa dari temannya berlalu melalui dirinya yang masih kebingungan mencari keberadaan Nevan dan Bellona. “Udah ah, mending aku balik sendiri aja!” putusnya melewati trotoar menuju halte bus. Tak sengaja bertemu, terlihat Nevan dan Bellona yang duduk bersantai di bawah keteduhan halte bus. Dengan bersemangat, Felix melebarkan senyuman membawa langkah cepat menuju keduanya. “Woi!” sapa Felix melambai. Keduanya tertoleh akibat seruan yang berasal tak jauh mengarah mereka. Felix yang kegirangan tampak mempesona penglihatan. “Eh, tu Felix!” tunjuk Nevan. Dengan cekatan, Felix mengambil posisi duduk bersama mereka. Nevan memandangi wajah sahabatnya yang ceria lagi kegirangan. “Kenapa lu?” tanya Nevan penasaran. “Hah? Gue?” sahut Felix masih tersenyum lebar. “Iya nih! Dari tadi senyum-senyum mulu, aneh,” timpal Bello
Dari beberapa anak-anak sekolah. Tampaknya wajah mereka sudah tidak lagi kekanak-kanakan, melainkan sisi remaja yang mencolok. Bersemangat dalam mengikuti perjalanan wisata akhir ujian sekolah menuju situs-situs bersejarah. Lebih tepatnya di kota sendiri, yakni kota Depok. Nevan berdiri di hadapan semua orang, sembari melirik dengan tatapan kehangatan. “Kakak mau tanya, kira-kira … siapa yang tahu dengan rumah ini?” tanya Nevan melebarkan senyuman. Salah satu remaja lelaki mengacungkan tangan tinggi-tinggi. Artinya, pemuda itu pasti sudah mengetahui apa nama dari sebuah tempat bersejarah ini. “Monumen Cornelis Chastelein,” sebut si pemuda itu. Nevan meranggul bangga dengan sebuah tepuk tangan meriah. “Nah, salah satu dari kalian sudah tahu. Pastinya kalian semua tahu dong tempat sejarah ini, sebenernya sih masih banyak tempat yang akan kita kunjungi.” “Tapi, untuk pertama kalinya,
Mendengar perkataan yang akhirnya terungkap dari keinginan besar si musuh. Cho Ye Joon seraya mendatar dengan dua bola mata membuntang lebar. Go Jo Woo bahkan menaikkan alis keyakinannya dalam pertahanan tubuh. “Heuh! Ternyata itu yang kau inginkan dariku,” cecah Cho Ye Joon menggeram. Memperkokoh pertahanan jiwa dengan menyilangkan lengan di depan dorongan Go Jo Woo. Satu langkah Cho Ye Joon menghempaskan tubuh Go Jo Woo terpelanting jauh. Swiiish! Cho Ye Joon melaju pelariannya untuk sekali melawan dan kembali menyerang dalam waktu yang cepat. Keduanya lagi-lagi bertarung di atas tanah perkotaan. Semua orang sama sekali tak menyadari bahwa kedua sedang beradu tangan. Pow! Pow! Pukulan, lemparan tangan, siku, lengan, bahkan tendangan melaju tinggi. Kini, memuncak dari beberapa serangan lagi. Cho Ye Joon terdorong dari pukulan Go Jo Woo dengan begitu keras. Di
Sekumpulan benda-benda antik sudah terpajang rapi di dalam etalase bening. Para pria dan wanita terhormat berdiri sambil memperhatikan ke masing-masing benda antik yang bernilai tinggi. Namun, dari salah satu wanita terkesima ketika melirik Felix yang sedang menegak tinggi. Membusungkan dada tepat di depan sebuah etalase kaca bening. Sebuah jam antik aneh berdiri tegak di dalamnya. Memiliki jarum jam yang lancip dan pendek. Dengan latar ruangan berlukis aneka gambar naga, memiliki angka Romawi terjejer rapi, bentuk yang sangat unik, dua sudut yang melancip, dua sisi kaki yang bulat dengan warna abu-abu gelap. Memiliki batu mengilap putih berada di tengah-tengah bulatan jarum. Diikuti oleh mereka yang memiliki minat pada sebuah jam tersebut. “Wah, ini sangat menarik!” tutur dari seorang wanita. Jam yang memiliki bentuk kepala rumah adat Cina, sedangkan kakinya yang berbentuk bulat. “Ini san
Sang ibu yang memelotot tajam kini meredup lalu mengempaskan tubuh secara tidak sadar. Nevan terkinjat ketika melihat ibunya roboh tepat di depan mata. “Hagh!” “Ibu!” seru Nevan meloncatkan penglihatan. Mata merah seketika padam menjadi normal, dimana langkahnya menuju tubuh ibu yang terbaring di tanah halaman rumah. Tas kecil milik ibunya terjatuh di samping tubuh, sedangkan dirinya merangkul badan leher. “Ibu,” lirihnya mencoba memapah tubuh Henni. Akhirnya, dengan kekuatan barunya. Ia pun membawa tubuh ibu yang jatuh pingsan menuju ke dalam rumah. [Apa yang sudah aku lakukan?] Dalam hati Nevan merasa gusar. “Hei, jangan tampakkan perubahan yang tiba-tiba! Apalagi di depan semua keluargaku, ini sangat berbahaya,” gerutu Nevan kepada diri sendiri. “Ini bukan keinginanku,” sahut Cho Ye Joon dari dalam tubuhnya. Nevan menyusuri langkah menuju sofa emp
“Aku adalah manusia yang memiliki darah iblis,” ungkap Go Jo Woo. Sang iblis tercengang, begitu pun dengan Nevan dan Cho Ye Joon yang terkinjat mendengarnya. Kedua mata saling menatap tajam, Go Jo Woo meluruskan pandangan mengeluarkan aroma darah iblis yang lebih kental. Sang iblis itu pun memundurkan bayangannya, sehingga kembali pada sisi tongkat. Di ujung tembok gubuk, Nevan memperhatikan dengan mata merah yang menegang. Satu langkah hendak maju. Namun. “Jangan bertingkah konyol!” cegah Cho Ye Joon kepada sosok Nevan. Satu tubuh yang menyatu akhirnya berbalik untuk mengulurkan niat penyerangan. [Aku tidak tahu harus bagaimana?] Dalam hati Nevan berkata. “Tenang saja! Kita masih punya cara dengan mencari arah timur bersama dengan benda tumuan dari Felix,” pungkas Cho Ye Joon. Nevan menegakkan tubuhnya, lalu menatap perjalanan kembali. Dalam bukit yang terjal, mereka tetap menuruni tanpa adanya