Share

5. alfano

PoV. Author

Diruang vvip songdo hospital ketiga lelaki itu menunduk melihat ipad mereka fokus terhadap pekerjaan masing-masing. Sampai suara ketukan pintu terdengar, membuat mereka mengalihkan pandangan mereka ke sumber suara.

"Masuk." Ujar Ganesa.

Perlahan pintu terbuka memperlihatkan seorang perawat yang terlihat cukup sexy dengan seragam yang terlihat terlalu kecil.
Dengan senyum yang dibuat semanis mungkin ia melangkah mendekati ketiga pria yang masih menatap nya datar.

"Maaf tuan, aku di tugaskan untuk menjadi perawat di ruangan ini" ujarnya malu-malu.

Al menaikan sebelah alisnya. Lalu kembali menatap iPad nya penuh minat.

"Keluarlah" seru Leo sedikit malas.

Mendengar bahwa dirinya di usir oleh ketiga pria tampan itu membuatnya menunduk diam.
"Maaf tuan, aku hanya di perintahkan dokter yang menangani pasien" balasnya pelan.

Ganesa yang semula fokus pada file kerjanya menatap kearah perawat itu dengan datar dan berdiri menghampirinya.

"Bawa dokter nya, suruh dia yang merawat pasien ini" bisiknya tepat di telinga perawat cantik itu.

Dengan cepat perawat itu mengangguk sambil tersenyum kearah Ganesa dan berjalan keluar ruangan.

Sepeninggalan perawat itu Ganesa mendengus saat melihat Fano belum juga sadar.
"Kurasa dia mati" ujarnya saat menghampiri Fano.

"Kau salah, dia lelah" ledek Leo cukup kencang.

Fano yang mulai terganggu perlahan membuka matanya. Saat melihat ruangan yang asing ia sudah sadar jika dirinya berada di rumah sakit. Ia melihat ketiga sahabatnya yang sedang tersenyum kearahnya. seperti tidak ada hari esok untuk mengintrogasi nya.

"Apa yang kalian lakukan disini?" Ujarnya dengan malas.

Ia memejamkan matanya berniat menghindar.
"Jangan bodoh dengan berpura-pura tidur" ujar Al yang sudah duduk di sebelah brangkar.

Fano menghembuskan nafas tajam, menatap kearah Al dengan malas.
"Aku kelelahan" itu saja penjelasan yang diberikan oleh Fano.

Al yang kurang puas dengan jawaban yang diterimanya berniat untuk melontarkan sebuah pertanyaan lain. Namun ucapannya tertelan lagi saat pintu ruangan itu terbuka, menampilkan seorang dokter muda lengkap dengan jas putih dan alat medisnya.

"Selamat siang, maaf tuan-tuan. waktunya makan siang dan minum obat" ujarnya dengan senyum ramah.

Semua orang menatap kearahnya, begitu pula Fano yang menatap dokter itu dengan tajam, namun tak berselang beberapa menit iya tersenyum ramah.
"Kau bisa menyuapiku? Aku masih sangat lemas akibat ke-le-la-han" ujar Fano sedikit menekankan pada kata kelelahan.

"Maaf tuan Fano, bukan saya menolak tapi saya ini seorang dokter masih banyak pasien yang harus saya tangani, perawat pasti bisa menyuapi anda jika anda mau bisa saya panggilkan" tolak Kissela dengan alasan yang ia buat sebaik mungkin.

Fano menghembuskan napasnya kasar, wajahnya ia buat sekecewa mungkin.
"Aku tidak menyangka, pelayanan di rumah sakit ayahku seburuk ini, harus ku pecat direkturnya" sindir Fano yang membuat Kissela terpojok.

"Tapi pasien saya pasti bisa menunggu, ayo buka mulut anda biar saya suapi" seru Kissela dengan cepat.

Dengan jantung yang berdebar Kissela melangkah mendekati Fano yang masih terus mengamati nya.

Sedangkan Ganesa sudah kembali duduk dan bergelut dengan iPad milik nya sementara Al dan Leo bermain games untuk menghilangkan jenuh akibat menunggu terlalu lama.

"Kenapa pergi disaat aku masih tertidur?" Tanya Fano sambil mengamati dokter cantik yang sedang menyendokan bubur untuknya.

Kissela yang merasa diperhatikan menjadi sangat gugup. Ia berusaha untuk terlihat biasa saja lalu berbalik menatap pria yang masih terus mengamati nya.

"Maksud anda, tuan?" Balas Kissela berpura-pura tidak mengerti.

Fano terkekeh kecil mendengar wanita cantik dihadapan nya ini yang memilih berpura-pura tidak mengerti.
Ia mengangguk ringan dan membuka mulutnya saat Kissela memberikan satu sendok penuh bubur kearah mulutnya.

"Rasanya Manis dan sedikit asin, nikmat sama seperti yang kurasakan semalam" Tanya Fano lagi dengan wajah jenaka.

"Pasti makanannya sangat enak" Ujar kissela dengan gugup, bahkan sendok yang dipegangnya sedikit bergetar.

Fano menarik lengan kissela kearah nya.
"Sangat nikmat, sampai aku menginginkannya lagi! Apa mungkin bisa?" Seru Fano yang terlihat senang dengan respon gadis di hadapannya.

Ketiga pria yang tadinya sibuk dengan urusan masing-masing kini menatap kedua nya dengan penasaran.

"Mu_mungkin saja bisa, oleh karena itu anda harus pulih terlebih dahulu" jawab Kissela napas tertahan, jelas ia paham apa yang sedang dibicarakan laki-laki di hadapannya ini.

"Oh ya? Baik kalau begitu aku akan segera pulih dan mencobanya lagi" Seru Fano dengan tatapan lurus menatap Kissela.
"Aku tidak keberatan jika harus berbagi denganmu, kau tidak akan menolak bukan?" lanjutnya.

Ketiga sahabatnya yang mendengar itu serempak bergumam dan berpura-pura tidak mendengar.

"Jika kita bertemu lagi mungkin aku tidak ada menolak, tapi kuharap anda tidak akan bertemu dengan dokter seperti ku lagi, karena itu tandanya anda pasti sedang sakit" ujar Kissela dengan senyum sopan.

"Tapi jika kita bertemu di tempat lain?, Seperti di tepi tebing dipinggir kota misalnya" balas Fano dengan tenang memakan bubur yang di suapi  oleh Kissela yang terlihat makin tersudut.

"Diminum dulu obatnya, lalu tuan bisa istirahat" ujar Kissela mengalihkan pembicaraan.

Dengan tidak peduli Fano terus bertanya seperti orang bodoh.
"Jadi bagaimana? Kau mau berbagi sesuatu yang kemarin kucoba?" Ujar Fano masih dengan senyumnya.

"Kita lihat saja nanti ya tuan, sekarang anda istirahat dulu saja" jawab Kissela lalu berbalik untuk pergi.

Kissela berjengit saat sebuah lengan menarik lengannya hingga ia harus bertatapan sangat dekat dengan Di Fano. Ia menunduk menghindari tatapan tajam Fano yang lurus terhadap nya.

"Kau memilih aku mengingatkan nya?" Ujarnya dengan hidung yang menghirup aroma tubuh kissela dari ceruk leher dokter cantik itu.

Nafas kissela memburu saat merasakan hembusan nafas Fano di belakang telinganya. Entah sejak kapan tubuhnya begitu mendamba belaian dari pria ini.

"Maaf, ini sudah selesai, saya harus segera kembali" ujar kissela dengan membungkuk lalu pergi berlalu begitu saja.

Suara tawa Leo menjadi pembuka kesunyian sesaat setelah kissela pergi.
"Rasanya Manis dan sedikit asin, nikmat sama seperti yang kurasakan semalam" Ujar Leo pada Ganesa yang memutar matanya jengah.

"Sudahlah Leo, kau tidak akan tau rasanya jika ditinggalkan setelah bermain semalaman, dan ternyata dilupakan" balas Al dengan menahan tawa di bibirnya.

"Apa kau sampai tertidur? Apa begitu nikmat? Aku jadi penasaran" ujar Ganesa datar namun ucapan itu sangat menggangu Fano.

"Woo lihat wajahnya terlihat sangat tidak senang saat kau mengucapkan itu, apa seorang Gibadesta sedang jatuh cinta?" Seru Leo dengan tersenyum jenaka.

"Apa kalian tidak punya pekerjaan lain? Kalian terlihat seperti seorang pengangguran" ujar Fano, "sebaiknya kalian kembali ke kantor kalian masing-masing" lanjutnya dengan memejamkan mata menghindari tatapan penuh selidik para sahabatnya.

"Baik lah aku akan pergi, jika kau tidak ingin bercerita seberapa sempitnya celah itu" ujar Leo sambil berlalu menuju pintu.

Namun dengan tiba-tiba sebuah bantal melayang kearah kepalanya. Dengan cepat ia menghindar dan berlari keluar ruangan.

"Sial! Kalian juga keluarlah, aku ingin istirahat" usirnya pada Ganesa dan Al.

Keduanya dengan santai pergi keluar dari ruangan, "apa sangat sempit?" Celetuk Al, lalu berlari menyusul Ganesa didepannya.

Fano hanya bisa mengacak rambutnya frustasi, merasa sangat direndahkan oleh seorang wanita.

"Lihat saja kita pasti akan bertemu dan kau pasti akan kubuat bertekuk lutut memohon padaku" ujar Fano dengan semirk khas miliknya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status