Farah yang sudah mengetahui bahwa dirinya mengalami kontraksi berusaha untuk lebih hati-hati lagi. Ia tidak ingin merepotkan semua orang, ia mulai dengan gerakan yang halus yang sudah dia baca kemarin malam bersama dengan Micko hingga dirinya jatuh tertidur. Farah sudah bersiap akan mengantar Hana dan Nicko yang akan melakukan test masuk sekolah.
Dia yang sudah menunggu anak-anaknya, “Hana, Nicko, kalian sudah siap?”
“Sudah, ma,” kata Hana.
“Ayo, jalan,” sahut Nicko.
“Nggak ada yang ketinggalan?” tanya Farah.
“Nggak, ma,” sahut mereka berdua secara bersamaan. Mereka semua keluar dari rumah dan menuju sekolah yang sudah di pilihkan oleh Farah. Hana duduk di samping Farah sedangkan Nicko duduk di belakang mobil, selama di perjalanan Hana dan Nicko mencoba mengulang apa saja yang sudah mereka pelajari selama ini.
Farah akhirnya sampai di sekolah mereka yang baru, dia mengantarkan Hana
Farah kembali pulang dan memberitahukan kepada Vicka bahwa Hana mendapatkan beasiswa. Mereka yang mendengarnya cukup senang, bahkan mereka berencana untuk merayakannya dengan sebuah pesta kecil. Farah menghubungi Micko yang tengah di jalan entah menemui siapa, “Sayang, ada apa?” kata Micko.“Kamu kapan pulang?”“Mungkin rada malam karena aku perlu ke tempat lain dulu. Hanya sebentar saja,” katanya dengan tertawa.“Mau kemana?”“Ada yang perlu aku selesaikan dengan orang tersebut dan setelah itu pulang, memang kenapa sayang?”“Anak kamu Hana.”“Kenapa sama Hana?”“Dia dapat beasiswa,” katanya yang memberitahukan. Micko yang mendengarnya spontan membanting setir mobilnya dan mengerem dengan mendadak hingga menabrak mobil depan, ia mengigit bibir bawahnya.“Kamu serius?! Dia selama ini nggak pernah dapat beasiswa, Hunn,”
Micko yang sudah terlanjur kesal, turun dari mobilnya, ia mencoba untuk menahan emosinya namun akhirnya ia melihat bahwa mobil tersebut sudah tidak mengikuti mereka lagi. Ia masuk kembali ke dalam mobilnya dan memutar arah menuju rumah sakit yang biasa mereka kunjungi, “Kamu tahu siapa?” tanya Vicka.“Aku nggak tahu, ma,”“Lho, bukannya kamu bilang tadi sama aku kalau kamu mau pergi ke suatu tempat katanya mau menyelesaikan apa gitu?” tanya Farah yang penasaran.“Awalnya iya tapi waktu kamu kabarin kalau Hana dapat beasiswa dan aku nabrak mobil orang, akhirnya aku batalin aku minta ketemuan besok,” jelasnya kepada mereka berdua.“Jadi, kamu nggak tahu donk siapa yang mengikuti kita tadi?” tanya Farah.“Jelas aku juga nggak tahu sama sekali,”Farah dan Vicka sama-sama menelan salivanya, mereka berdua juga bertanya-tanya siapa yang baru saja mengikuti mereka, “Kau ti
Micko berusaha untuk bisa tenang dan santai dalam menghadapi pertemuan yang tiba-tiba begitu saja ada di depannya matanya itu, kehadiran Felicia di rumah sakit tersebut membuat dirinya tidak berfokus. Handphonenya bergetar beberapa kali sehingga membuat dirinya tidak nyaman, “Kamu kenapa, Micko?” tanya Vicka yang sedari tadi mencium gelagat aneh darinya.“Nggak kenapa-kenapa, ma,” jawab Micko.“Kamu yakin sayang?” tanya Farah. Farah menggengam tangan Micko dan berusaha untuk membuat dirinya lebih yakin lagi.“Aku yakin,” katanya yang berbohong.Farah melirik ke arah Micko, dia melihat raut wajah Micko yang seperti menutupi sesuatu, “Ma, Micko nggak kenapa-kenapa.” jawab Farah yang tidak ingin mengetahui bahwa Micko sedang memikirkan masalah di rumah sakitnya sendiri.“Ya sudah lah.”Micko membawa mobilnya dengan deru yang aman sehingga tidak menyebabkan kecelakaan sepert
Setelah beberapa jam Micko menjalankan investigas tersebut, ia diperbolehkan pulang. Dia memiliki berbagai macam pertanyaan yang ada di kepalanya, ia keluar dengan memgang kepalanya, “Lama-lama aku botak,” katanya kepada dirinya sendiri.Tak berapa lama seseorang menghampiri dirinya, ia seorang wartawan, “Pak Micko, apa kita bisa melakukan wawancara sebentar saja?” katanya yang berusaha mengambil hatinya.Micko melihat ke arah lawan bicaranya itu. Dia mengenalnya, Adela seorang wartawan dari TVTwo, “Kenapa kau senang sekali menganggu keluargaku?”Adela menelan ludahnya, ia harus bisa mendapatkan berita eksklusif tersebut, “Pak Micko, tolong sekali ini saja,” katanya yang memohon kepada Micko.“Pergi saja kau,”Adela sudah kepalang basah berada di lokasi rumah sakit itu. Dia harus bisa membuat Micko bersuara jika tidak jabatannya akan di pertaruhkan, “Pak, tolong wawncara sebentar saj
Malam itu menjadi malam terakhir dirinya dengan Felicia, ia melempar segepok uang ke arah Felicia, “Pergunakan itu,” ucapnya dengan jengkel. “Itu uang terakhir dariku.”“Terima kasih.”“Dan, ingat, kalau kau berbohong sekali lagi dengan diriku aku tidak segan-segan Felis,” ancamnya.Felicia menelan salivanya, ia ingin angkat bicara namun ia merasa sudah tidak pantas lagi bagi dirinya untuk berbicara kepada Micko, “Boleh aku bicara?”“Katakan.”“Ini informasi rahasia antara aku dengan dirimu,” Kendra melihat ke sekelilingnya, berharap tak ada yang melihat ia dengan Micko, “Temui aku di sebuah cafetaria, pura-pura kau tak mengetahuinya, akan aku beritahu dimana itu.” tuturnya.Micko tidak menjawabnya, ia hanya menganggukan kepalanya tanda setuju. Ia pergi meninggalkan Felicia dia ruangan tersebut, ia mengirimkan pesan kepada Felicia.[Micko:
Bos Adela yang bernama Yohan menghampirinya, ia bertubuh setengah lebih kurus di bandingkan dengan Varrel, wajahnya terlihat tua dan menyebalkan menggunakan kacamata yang seperempat kotak berkacak pinggang di hadapannya, “Kau baru datang belum lama lalu sekarang kau ingin keluar!” umpatnya dengan kesal.“Bukannya kau yang membuat aku seperti ini?” tanyanya dengan menyilangkan kedua tangannya tersebut.Yohan kesal dengan omongan Adela tersebut, ia menggertakkan giginya dan mengepalkan tangannya tersebut, ia bertingkah seperti ingin marah namun mau marah sama siapa, “Kau kesal?” sahut Adela yang melihat tingkah aneh Yohan.Yohan menunjuk dengan jarinya, “Aku bukan saja kesal denganmu, lakukan tugasmu dengan benar!” bentaknya.“Aku akan kembali dengan membawa berita eksklusif.” ketusnya. Ia meninggalkan Yohan yang tengah berusaha melampiaskan kemarahannya tersebut. Di saat kepergian Adela, Yohan men
Hari ini menjadi hari yang melelahkan bagi Micko, selurus isi kantor sudah pada tahu dirinya adalah anak konglomerat yang memiliki beberapa asset. Pegawai yang biasanya menggunjingkan tutup mulut dengan segala perbuatan yang telah dia lakukan, bahkan sudah tidak berani lagi unuk menggunjingkan Micko lagi. Angela pun juga ikut ragu, mengapa wartawan tersebut bisa mengetahui bahwa Micko adalah anak konglomerat.Micko sedikit merenggangkan dasinya, ia keluar dari kantor bak pangeran. Beberapa orang yang menggunjingkan dirinya tidak ingin menatap wajahnya lagi, takut-takut malah mereka yang di pecat, “Kenapa kalian jadi diam?” ledek Micko yang hendak mengabsen pulang.“Maaf, Pak, kami tidak akan mengulangi lagi,” jawab salah satu dari mereka.“Kalian takut?”Mereka menelan salivanya, salah satu dari mereka menghampiri Micko dan dia memberikan permintaan maaf langsung di hadapan karyawan semuanya. Micko yang mendengarnya men
“Kamu yang bernama Yohan?” tanya Alice.Yohan menelan salivanya, ia ingin berbicara namun takut bahkan ia tidak berani menatap ke arah Alice, “Kamu siapa?” tanyanya dengan suara tercekat.“Boleh di kata aku adalah Ibu Tiri dari Micko,” jawabnya dengan tegas.“Apa maumu?”Alice tidak akan berdiam diri saja, dia sudah kehilangan suaminya yang sudah dia anggap sebagai boneka dan ia menggunakan Adela yang sebagai boneka juga, “Bagaimana kalau kita rapatkan saja?”Yohan ketakutan ia mau tidak mau harus menyediakan ruang rapat dadakan yang sebenarnya harus melakukan proses beberapa jam, “Bagaimana kalau di ruang kerjaku saja?” tanya Adela. Yohan yang tidak tahu siapa wanita itu mendekat kepada Adela.Adela yang tak suka melihat bosnya mendekat dengan cara seperti itu berusaha mengelaknya, sedangkan Yohan yang memiliki temperamen yang lemah berusaha mencari perlindungan, ia ber