Share

5 | Gadis Cantik Bernama Afrina

     Tak tega rasa hati ini mengabaikan teriakan pilu itu. Gang itu begitu kelam dan sepi, mereka bisa melakukan apa saja pada wanita itu. Aku memaksa langkah lariku kembali ke tempat mereka dan aku lihat wanita berparas cantik itu sudah dikelilingi oleh anggota Geng Brewok tersebut.

     "Mau apa kalian! Kembalikan tasku!" seru sang wanita yang tadi turun dari angkot itu.

     "Gak baik gadis cantik jalan sendirian malam-malam! Kami antarkan saja, Mbak!" sapa seorang yang kerap dipanggil dengan sebutan Cacing mulai  melucuti barang bawaan wanita itu.

    "Arep ning ngendi to, Mbak? Tak kancani wae, iso pilih salah siji sopo sing dikarepke!" ( Mau kemana sih, Mbak kita temani saja, bisa pilih salah satu di antara kita mau yang mana?) timpal salah seorang lain yang setahuku kerap dipanggil dengan sebutan Gondes.

     "Aku yo iso gawakne barange kok, Mbak! Dadi Mbak gak kabotan!" (Aku juga bisa bawakan barangnya Mbak! Jadi Mbak gak keberatan!) sahut pria kucel lusuh bernama Kichlik itu.

    

     "Kembalikan tasku! Jangan pegang-pegang!!" seru wanita itu lagi karena satu-per satu tangan mereka mulai bermain liar ke pundak wanita itu. "Lepaskan tasku!"

     "Ayo Mbak tak kancani wae! Mbak Purel Kan? Chlik ndang di gowo ae ayo!" (Ayo mbak kita temani saja! Mbak Purell Kan? Chlik, cepat di bawa saja!) pria gondrong yang sering dipanggil dengan nama Gondes mulai menarik tangan wanita itu dan memberi isyarat pada Kichlik untuk membantunya.

    "Brengsek kalian! Lepasin aku dasar pria kurang ajar!" teriak wanita itu pun berontak.

    Tak perlu waktu lama lagi aku sudah geram dengan perilaku mereka ini. Perlahan dari arah kegelapan aku jongkok, tanganku meremas ke atas tanah, aku penuhi kedua genggaman tanganku dengan pasir dan aku siap menghadang mereka.

    "Woi! Wanine karo wong wedok! Banci kon kabeh!" (Woi! Beraninya hanya kepada wanita! Banci kalian semua!) tukasku menuding mereka lantang.

    "Durung weruh Geng Brewok arek iki! Ayo perlu ditangani disik iki!" (Belum tahu siapa Geng Brewok anak ini! Ayo perlu ditangani dulu ini!) ajak Gondes pada Cacing dan juga Kichlik.

    Sementara mereka bertiga menghadapiku, wanita itu alihkan kepada seorang lagi di belakang mereka yang usianya paling muda di anatara mereka berempat. Lihat saja apa yang akan aku lakukan kepada mereka kali ini.

     Begitu mereka mendekatiku aku sebarkan pasir yang ada di tangan kananku ke arah wajah mereka, lumayan Kichlik dan Cacing sudah terkena dan mereka pun meradang mengucek mata mereka. Namun Gondes masih bisa lolos, sehingga dia lebih berhati-hati pada seranganku berikutnya.

     Gondes menyerangku dengan sangat cepat. Satu dua langkahku merangsek surut ke belakang bahkan begitu cepatnya serangannya sehingga aku tidak sempat membalas dan hanya melakukan pertahanan sebaik mungkin sambil menunggu ia lemah.

     Aku membiarkan ia menyerangku berkali-kali sehingga aku tahu kelemahannya berada di mana dan tepat setelah aku tahu ia selalu menyerangku dengan tangan kanan barulah aku paham kelemahannya berada di kaki kirinya. Jadi aku terus serang saja bagian itu bertubi-tubi dan ia mulai kelihatan kewalahan.

     Namun Cacing rupanya sudah bisa bangkit dari pasir di matanya dan aku siram lagi satu genggam pasir di tangan kiriku pada Cacing dan aku tendang perutnya sekuat mungkin dengan tulang kakiku. Cacing pun limbung.

    Gondes menjadikan kesempatan ini untuk menyerangku kembali namun aku segera membalasnya dengan terus menggencet kaki kirinya dan lambat tapi pasti kaki kiri Gondes pun kewalahan menerima seranganku hingga ia bertumpu pada lututnya dan aku gunakan untuk mengunci kedua tangannya dan memukul Gondes tepat di punggungnya. Hingga ia mengerang keras sekali. 

    Aku segera membebaskan wanita cantik itu dari pria yang memeganginya namun dalam sekali pukulan bocah yang sok ikut dengan Geng Brewok itu pun tersungkur dengan mulutnya yang bedarah karena tonjokan tanganku.

    Kichlik yang berada di belakangku yang tadinya hendak menyerangku dari belakang pun akhirnya urung melakukannya begitu aku mengetahui rencananya dan berbalik menantangnya. Tapi kemarahanku sudah tidak bisa ditahan lagi aku ganti mengejar Kichlik yang menghindariku. Aku menangkapnya dan menghadiahkan beberapa pukulan ke wajahnya.

    Kini mereka semuanya luluh lantak dan aku menyentak tas yang masih ada di genggaman Kichlik milik wanita cantik itu dan menggandeng wanita itu secepatnya pergi dari sana sebelum anggota geng mereka datang lebih banyak lagi. Aku menarik tangan wanita itu dan aku ajak lari sekencang kencangnya hingga memasuki area kampung tempat tinggalku di depan gang kecil menuju kontrakanku.

       "Mas Andy, dari mana kok buru-buru?" sapa istri Pak Kam yang melintas di depanku sehabis mengantarkan bungkusan nasi goreng hasil buatan suaminya kepada salah seorang pembeli yang berdiri agak jauh dari warungnya.

    "Biasa Bu Kam, Nanti kalau ada Geng Brewok ke sini, bilang saja nggak tahu saya lewat ya!" jelasku sambil ngos-ngosan pada Bu Kam.

    "Ya ampun sampai dikejar preman segala ternyata? Tapi nggak mungkin berani Mas, kalau sampai ngejar kemari! Kalau banyak orang begini mereka pastilah takut!" jawab Bu Kam.

    Aku mengangguk lega dengar penjelasan Bu Kam itu, "Baiklah Bu, saya masuk dulu!" jawabku sambil mengajak wanita cantik yang masih ku gandeng itu untuk mengikutiku.

      Aku meletakkan tas wanita itu ke atas kursi bambu di depan rumahku, "Duduk dulu, Mbak! Kalau di sini sudah aman! Setidaknya di sini ramai banyak orang mereka nggak mungkin berani datang ke sini!"

     "Ya Tuhan, ngeri banget sih tadi, Mas! Untung ada Masnya! Kalau nggak gak tau udah jadi apa aku tadi! Makasih ya, Mas!"

      "Sama-sama, Mbak! Sebenarnya Mbak ini mau ke mana? Kok sendirian malam-malam?" tanya ku sembari membuka kunci pintu kontrakanku, pintunya rendah, bahkan lebih tinggi ujung kepalaku daripada pintu itu. Keningku sering terantuk kusen pintu ini.

      "Mau cari rumah teman, Mas! Sudah hampir satu minggu nggak masuk kerja! Nggak ada kabarnya juga! Di kota ini dia tinggal sendirian jadi aku dan teman-teman kerja yang lain kawatir sama dia!"

     "Owh! Tunggu sebentar ya, Mbak!" pintaku sembari masuk ke dalam ruangan kamarku untuk mengambilkannya segelas air putih, hanya itu yang aku punya saat ini untuk disuguhkan. Lalu aku kembali menemuinya, "Minum dulu, Mbak!"

     "Terima kasih ya, Mas! Mas kenal yang namanya Anton? Ini saya ada fotonya!" wanita itu memberikanku sebuah foto seorang pemuda dengan kemeja hitam mengenakan kacamata dan aku sih kenal dengan wajah ini.

     "Oh, Anton ini? Rumahnya nggak jauh dari sini, Mbak!" 

     "Mas bisa antar saya ke rumahnya?" wanita itu tampak bersemangat.

     "Bisa sih, Mbak! Tapi Antonnya nggak ada di rumah, dia sudah di bawa sama Polisi beberapa hari yang lalu karena kedapatan punya barang haram! Narkoba! Jadi sekarang dia diringkus!"

    Wanita cantik itu pun menghempaskan punggungnya ke dinding mendengar berita yang aku sampaikan barusan, "Owh gitu ya Mas? Pantesan aja nggak ada kabarnya!"

    "Kalau nggak salah keluarganya ini sedang mengajukan permohonan untuk rehab kok Mbak! Jadi kemungkinan ada jalan keluar untuk Anton memperbaiki diri!" aku mencoba memberikan kabar lain yang mungkin lebih baik untuk didengar.

     "Aku Afrina Diannova, kabari aku ya Mas kalau ada kabar lebih lanjut mengenai Anton!" gadis cantik itu mengulurkan tangannya kepadaku, dan aku menjabatnya dengan sopan.

      Dan malam sudah larut, semua mata tetangga mengintai dari rumah mereka masing-masing menyelidiki gadis semacam apa yang sedang aku bawa pulang ini sebenarnya. Karena sugguh pakaian gadis ini memang aduhai terbukanya. Kulitnya yang juga terlihat bagus tentu saja membuat mereka penasaran gadis semacam ini mau aku ajak pulang ke gubukku ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status