*Happy reading*
---Jelita sangat bahagia. Rasanya hatinya ingin meledak menjadi serpihan-serpihan yang berkerlap-kerlip dan bercahaya di udara.Ia masih tak percaya bahwa seorang Dexter Green ternyata akan bertunangan dengannya!Dirinya yang hanya seorang yatim piatu, yang bahkan telah dibuang oleh pengurus panti asuhannya sendiri, yang memiliki rasa insecure parah karena merasa tidak dicintai dan diinginkan oleh siapa pun.Namun sekarang ada seseorang yang seluarbiasa itu yang menginginkannya!Kebahagiaan yang dirasakan Jelita terasa tumpah-ruah, terlalu besar untuk ia tanggung sendiri.Sehingga akhirnya ia pun memutuskan untuk berbagi kebahagiaan ini dengan Kevin dan Kak Tania.Jelita memutuskan untuk lebih dulu menelepon Kak Tania. Ia sudah tak sabar untuk bercerita!"Halo, Kak. Ini Jelita. Apa kabar?""Jelita! Ya ampun, apa kabarmu? Aku baik-baik saja, cuma agak kesal aja karena sudah beberapa hari ini nggak punya teman ngobrol sejak kamu cuti kerja.""Jangan ngambek gitu dong. Nanti cantiknya hilang, lho," goda Jelita sambil terkekeh geli."Biarin hilang. Habisnya kesel sih, ditinggal terus sama kamu.""Kaaaak... maaf. Besok aku ke sana, kok. Umm... tapi bukan buat kerja sih. Aku mau resign, Kak.""APPAAA??!"Jelita pun otomatis menjauhkan telinga dari ponselnya mendengar teriakan bar-bar Kak Tania."Kok resign sih? Kenapa, kamu pasti udah ngerasa nggak level lagi ya berteman sama aku, mentang-mentang sudah pacaran sama Dexter Green yang maha tajir itu?"Jelita berdecak. "Ih, apaan sih? Mana ada begitu, Kak! Aku sebenarnya masih ingin bekerja di Cheese & Us, tapi Kak Dexter yang keberatan. Dia mau aku hanya fokus sekolah dan belajar untuk bisa masuk universitas yang diinginkan, Kak," jelasnya.Terdengar helaan nafas Tania di seberang sana. Jujur saja ia sebenarnya merasa bahagia untuk Jelita, setelah apa yang gadis itu derita selama ini, sekarang dia bisa mendapatkan seseorang yang mencintainya.Tapi rasanya sedih juga karena akan kehilangan Jelita yang sudah tidak bekerja lagi di toko."Yah... jika Yang Mulia Tuan Dexter Green sudah bersabda, aku bisa bilang apa?" tukasnya murung. "I will be miss you, Jelita."Jelita tertawa kecil. "Isssh! Kak Tania kayak aku mau pergi ke Timbuktu aja sih pakai kangen segala. Kan nanti kakak bisa main ke sini, atau aku yang main ke toko.""Iya sih. Nggak jadi kangen deh.""Hilih, dasar!""Hehe... by the way, gimana rasanya pacaran sama Dexter Green? Dia tipe yang romantis nggak sih?" tanya Tania kepo.Jelita menggigit bibirnya membayangkan sosok pacarnya yang tampan itu.Romantis?Hmm... sampai sekarang ia saja belum tahu definisi romantis itu seperti apa.Yang ia tahu, Dexter itu penuh gairah yang meledak-ledak. Selalu menjamah tubuhnya kapan pun ia mau, dengan durasi yang sangat panjang dan melelahkan.Tapi nggak mungkin juga Jelita cerita segamblang itu pada Tania, kan?"Iya dong, romantis," sahut Jelita sambil tertawa pelan."Iih... kamu bikin aku iri aja! Ceritain dong gimana romantisnya seorang Dexter Green itu, pleasee? Aku butuh asupan hal-hal romantis nih. Bosen baca dari novel melulu.""Haha. Rahasia dong.""Hem... awas ya!"Mereka masih asik bercerita hingga beberapa menit kemudian, sebelum akhirnya Jelita mengakhiri teleponnya.Ia tidak jadi menceritakan rencana pertunangan dengan Dexter kepada Tania, karena lebih memilih untuk menceritakan semuanya secara langsung di toko besok, sekalian untuk memberikan surat pengunduran diri.Beberapa saat kemudian ponsel Jelita tiba-tiba berdenting pelan. Ternyata ada pesan dari Kevin.[Kata Tania, besok kamu mau ke toko?]Tania dan Kevin bertetangga di kompleks mereka, pasti gadis itu langsung bercerita pada Kevin tentang telepon mereka barusan.[Iya, aku mau resign, Vin.][Kenapa?][Umm... jangan cerita ke siapa-siapa dulu ya? Aku dan Kak Dexter akan segera bertunangan.]Jelita menunggu beberapa menit, namun belum juga ada balasan dari Kevin. Padahal pesannya sudah centang dua biru tanda sudah dibaca.[Aku bahagia sekaligus takut, Vin. Aku takut ini hanya mimpi. Aku takut aku tidak berhak untuk kebahagiaan ini. Dan aku takut jika teman-teman sekolah mengetahui hubunganku dengan Kak Dexter. Entah apa yang mereka pikirkan nanti]Lima menit berlalu, namun Kevin masih belum terlihat membaca pesan Jelita.[Vin? Udah tidur ya?]Lagi-lagi pesan dari Jelita hanya centang dua abu-abu, yang berarti Kevin belum membacanya.[Ya udah met bobo ya. Sweet dreams, my best bestie ever]Jelita tersenyum sendiri, merasa beruntung karena memiliki dua orang yang penting dalam hidupnya. Seandainya saja Bu Dira sudah tidak marah padanya, pasti Jelita juga akan membagikan kabar bahagia ini padanya.Apa besok sebaiknya dia ke panti asuhan?Jelita pun kembali meraih ponselnya.[Vin, besok temenin aku ke panti ya? Mau sungkem sekaligus minta restu. Dexter nggak mau diajak ke sana soalnya karena kesal sama Bu Dira]Jelita mengira Kevin tidak akan membaca pesannya seperti tadi, namun beberapa saat kemudian ponselnya tiba-tiba berdenting kembali.[Oke]Jelita tersenyum lega karena akhirnya Kevin membalas pesannya, meskipun hanya satu kata."Lagi ngapain, Babe?"Jelita menengadah menatap Dexter yang sudah berdiri di depannya. Jelita yang sedang duduk di atas ranjang pun tersenyum dan merentangkan tangannya, bermaksud untuk memberikan Dexter sebuah pelukan hangat.Seketika lelaki itu pun menerjang tubuh Jelita hingga mereka berdua terjatuh ke atas kasur. Sambil terkikik geli karena Dexter terus menciumi dan menggigit pelan lehernya, Jelita mengalungkan kedua tangan di leher kekasihnya.Dexter mengangkat kepalanya untuk mengagumi sejenak tawa cantik Jelita. "Aku suka melihatmu tertawa," gumannya sambil menatap lekat gadisnya."Jelita, kamu bahagia kan, bersamaku?"Jelita terdiam ketika melihat sorot mata Dexter yang terlihat serius menatapnya. Tanpa sadar tangannya pun terangkat untuk mengelus pelan rahang Dexter yang maskulin."Ya, tentu saja aku bahagia, Kak. Aku sangat bahagia."Senyum kecil terlukis di bibir penuh gadis itu. Ia tidak berbohong. Mungkin pada awalnya Jelita sulit menerima Dexter yang kerapkali memperlakukannya dengan kasar saat bercinta, namun makin ke sini lelaki itu jauh lebih lembut padanya.Hal itu membuat Jelita merasa nyaman dan dihargai.Jadi ya, tentu saja ia bahagia.Entah karena elusan dari jemari lembut Jelita, ataukah ucapan tulus gadis itu, yang pasti sesuatu telah membuat Dexter menahan napas tercekat.Gairah yang selalu menyala setiap ia melihat Jelita dan tubuh indahnya itu kini pun makin berkobar hebat.Dexter menurunkan kepalanya untuk mengecup bibir manis yang menggemaskan itu. "Aku pun sangat bahagia bisa bersamamu," bisiknya."Aku bersyukur bisa menemukanmu."Detik selanjutnya wajah Dexter telah tenggelam dalam dada Jelita yang masih berlapiskan kaus pink. Jejak-jejak basah pun tercipta di sana, menciptakan sensasi yang berbeda bagi Jelita.Tak biasanya Dexter mencumbu tubuhnya saat masih berpakaian lengkap. Jelita bahkan baru tahu bahwa ia juga bisa terangsang tanpa perlu menanggalkan baju.Satu tangan Dexter mulai mengusap-usap lembut paha Jelita yang tertutup hot pants jeans. Pekikan lirih pun lolos dari mulut Jelita saat jemari Dexter menyusup masuk ke dalam lingkar celana Jelita dan mulai berkelana dengan liar di dalam lembah hangatnya.Saat Dexter dan jemari cabulnya itu membuat otak Jelita berkabut, gadis itu pun bersiap untuk menyongsong gelombang yang datang dan menyapu segalanya.Jelita memejamkan mata dan meneriakkan nama Dexter dengan keras, saat ia telah tenggelam dalam arus deras gelora yang membuatnya terjatuh lemas.Dexter menyeringai melihat gadisnya yang telah mendapatkan pelepasan. Jelita benar-benar menggairahkan.Entahlah apa ini obsesi atau cinta atau keduanya, yang pasti lelaki itu tidak dapat menahan hasratnya tiap berada di dekat Jelita. Gadis itu bagaikan matahari, dan Dexter adalah bumi yang akan terus mengelilinginya.Kali ini Dexter perlahan membuka kaus pink yang membalut tubuh bagian atas Jelita dan melemparkannya ke lantai. Saat ia hendak menerkam kembali dada lembut gadis itu, tiba-tiba saja pintu kamarnya digedor dengan keras."Dexter buka pintunya!" teriak Heaven dari balik pintu.Shit. Dexter benar-benar lupa kalau malam ini ibunya menginap di sini!!***"Dexter, buka pintunya!" teriak Heaven dari balik pintu. Shit. Dexter benar-benar lupa kalau malam ini ibunya menginap di sini!!Dengan terpaksa, ia membuka lock pintu kamar yang juga merupakan pintu lift karena akses satu-satunya ke lantai empat adalah lift yang langsung terbuka di kamarnya. Jelita buru-buru menutupi bagian atas tubuhnya yang tersingkap dengan selimut. Ia ingin mencari kaus pink-nya namun entah kemana Dexter membuangnya."Jelita, are you okay?" Heaven yang langsung menerebos masuk saat Dexter membuka kunci otomatis pintu lift, bergegas berjalan ke ranjang untuk menemui Jelita."Mom, Jelita baik-baik saja! Apa Mom mengira aku mau mencelakainya?" sergah Dexter kesal. Heaven mengabaikan protes anaknya itu dan tetap saja menatap Jelita dengan seksama. "Jika Dexter menyakitimu, jangan takut untuk mengatakannya kepada Tante ya?""Iya, tante," sahut Jelita. Ia sedikit jengah karena Heaven terus mengamatinya lekat-lekat, meskipun di satu sisi ada perasaan senang karena di
Bel istirahat siang berbunyi. Dan seperti biasa, Jelita tidak ikut ke kantin karena Dexter telah membekalinya makanan dari rumah yang dimasak oleh Bi Ani, asisten rumah tangga di rumah Dexter. Lelaki itu hanya ingin memastikan bahwa Jelita hanya akan memakan makanan yang bergizi dan sehat. Kevin mendatangi kelas Jelita dan melihat Zikri yang masih duduk santai di kursinya, di samping Jelita. "Kamu nggak ke kantin, Zik?" sapa Kevin sambil melirik ke arah bekal makanan Jelita yang terlihat lezat. Zikri menggeleng. "Nanti juga akan ada yang memberiku makanan," tukasnya santai sambil melipat kedua tangannya menumpu di belakang kepala. Zikri memang disukai banyak cewek di sekolah. Dia kaya dan tampan, sehingga banyak yang ingin menjadi pacarnya.Dan benar saja, tidak berapa lama kemudian dua orang cewek dari kelas lain masuk ke dalam kelas mereka, dengan malu-malu memberikan bekal makanan bento ala Jepang dan minuman boba untuk Zikri. Zikri sengaja memberikan senyum manis terbaiknya
"Dexter, stop..." Jelita merasa melayang dan mendesah dengan penuh hasrat, namun di saat yang bersamaan ia sadar kalau ini tidak benar. Mereka sedang bermesraan di pinggir jalan raya yang penuh dengan lalu lalang kendaraan! Meskipun kaca Maserati ini sangat gelap, tetap saja bercinta di mobil sangat berisiko ketahuan dan pelakunya pun pasti akan dipermalukan. Jelita menjambak kuat rambut caramel lebat milik Dexter yang sedang berada di dadanya, membuat kepala lelaki itu sedikit menjauh dari bukit lembut milik Jelita yang terpampang terbuka dan sedang ia manjakan tadi."Stop, please. Ini di jalan raya," pinta Jelita dengan napas yang masih terengah akibat belaian lidah Dexter yang liar menjelajahi dadanya.Dexter tidak bisa menyembunyikan senyum lebarnya melihat wajah Jelita yang merona. Ia mengecup singkat dua puncak pink basah yang menggemaskan itu sebelum mengangkat pinggang Jelita dan meletakkan tubuhnya kembali ke kursi penumpang di sampingnya."Kamu benar, Sayang. Lagipula ki
Dexter memasuki The Coffee Craved, sebuah coffeeshop langganannya dimana pemiliknya adalah Putra, teman SMU-nya dulu. Ia sudah mengenal para barista dan waitress, bahkan telah memiliki spot tersendiri yang khusus disediakan Putra hanya untuk Dexter.Cukup lama juga ia tidak ke sini. Terakhir kalinya adalah waktu Dexter sedang kesal karena Jelita lebih memilih mengobati luka Kevin daripada pergi dengannya, dan ia hanya bisa duduk di sini sambil mengawasi GPS ponsel Jelita yang masih tidak bergerak dari pantai waktu itu.Sayang sekali temannya Putra hari ini tidak bisa datang dan menemani Dexter di cofeeshop, sehingga ia pun memutuskan untuk menikmati secangkir espresso sendirian sambil mengamati grafik pergerakan saham serta melakukan financial analysis. Ya, Dexter memang berbohong tadi saat mengatakan kepada ibunya bahwa ia hendak bertemu teman. Sebenarnya Dexter hanya memberikan waktu kepada Heaven untuk ngobrol santai dengan Jelita. Ia tahu kalau ibunya menyayangi Jelita dan suda
"Ayo dibuka mulutnya, aaa...." Dexter mengulurkan sesendok sup ayam ke bibir Jelita yang cemberut. Tetapi gadis itu malah semakin memalingkan wajahnya menjauh dari sendok maupun dari wajah Dexter.Dexter menghela napas. Sudah setengah jam ia membujuk Jelita agar mau makan, namun gadis itu sama sekali tidak menurutinya. Jelita kesal padanya gara-gara cerita Heaven tentang Wiona. Tadi ibunya itu mengatakan bahwa ia telah menceritakan soal Wiona kepada Jelita, tak lama sebelum gadis itu terserang maag. Mungkin Jelita stres karena memikirkan itu.Akhirnya Dexter pun meletakkan sendok itu di atas piring, dan menaruh piringnya di atas meja kecil di dekat ranjang. "Sayang, aku harus bagaimana supaya kamu mau makan?" Jelita terdiam mematung sejenak di posisinya, namun beberapa detik kemudian ia memutar kepalanya kembali menghadap Dexter. "Aku mau kamu jujur," ucapnya kemudian.Dexter pun memaki dalam hati. Sialan! Pasti dia mau bertanya soal Wiona! Kenapa Mom harus menceritakan wanita iblis
Hari Minggu besoknya, ternyata Jelita sudah diperbolehkan pulang oleh Dokter. Dexter membereskan barang-barang Jelita dan memasukkan semuanya ke dalam mobil, lalu ia kembali ke dalam kamar untuk membawa Jelita yang masih menggunakan kursi roda.Saat ia mendorong kursi roda Jelita hingga ke pintu depan kamar, tiba-tiba Dexter baru menyadari bahwa ada sesuatu yang hilang dari Jelita."Dimana kalungmu?" tanya Dexter sambil menatap leher Jelita yang polos.Hah? Refleks, Jelita meraba lehernya yang terasa kosong. Kalung rose gold liontin kupu-kupu yang semalam Dexter hadiahkan untuknya tidak ada di sana!"Uhm... apa mungkin ketinggalan di kamar mandi ya?" tanya Jelita bingung sambil menatap Dexter."Oke. Aku cari dulu sebentar ya. Kamu tunggu di sini saja," ucap Dexter sambil memasang rem di kursi roda Jelita, lalu pria itu pun menghilang kembali masuk ke dalam kamar.Jelita mengernyit. Aneh, rasanya tadi ia sama sekali tidak melepaskan kalungnya itu saat mandi. Atau ia yang lupa?"Permis
Jelita menatap Zikri seakan teman sebangkunya itu sudah gila. "Udah belum halunya? Aku ini sudah bertunangan, Zikri! Dexter bisa memukulmu jika ia sampai tahu hal ini!" tukas gusar Jelita. Zikri tertawa samar. "Tunanganmu itu tidak akan berani melakukannya. Dia tahu siapa aku." Zikri mendengus dan kembali mendekatkan bibirnya, membuat Jelita kesal dan serta merta memalingkan wajah."Lihat saja, besok sekolah akan geger dengan berita ini jika kamu tidak menuruti perintahku!" bisik tajam lelaki itu sebelum ia berjalan santai ke arah meja buffet. Jelita menatap punggung Zikri sambil melontarkan sejuta makian dalam hati. Huh, dia tidak akan berani mengatakannya pada teman-teman di sekolah! 'Awas saja. Akan kuadukan hal ini kepada Dexter!''Tapi ngomong-ngomong, dimana sih Dexter?' Kenapa tunangannya itu mendadak menghilang setelah acara?Tatapan mata Jelita bersirobok pada Kevin, Tania dan Bu Dira yang asik mengobrol sambil menikm
Zikri bosan sekali dengan acara ini. Tak ada teman seusianya yang bisa diajak ngobrol. Well, kecuali Kevin dan cewek entah siapa itu sih, tapi jujur saja Zikri juga malas bertemu dengan sahabat Jelita yang menyebalkan itu. Haahh, sebaiknya ia pulang saja. Lagipula Jelita entah berada di mana sekarang. Padahal satu-satunya alasan ia bersedia diajak papanya ke sini adalah karena ia ingin bertemu Jelita, tak peduli meski ia sudah bertunangan dengan Dexter laknat itu.Zikri pun langsung pergi begitu saja tanpa pamit dengan papanya ataupun pemilik rumah. Tak ada juga yang akan peduli dengannya. Untung saja tadi dia menolak untuk satu mobil dengan papanya, dan memilih untuk mengendarai mobil sendiri.Di dalam mini cooper-nya, Zikri langsung melepas dasi tuxedo yang serasa mencekik lehernya. Ia menatap Audemars Piguet yang melingkar di pergelangan tangannya. Hmm... masih jam delapan malam. Sekarang ke club mana sebaiknya i