Share

Pertemuan Antar Pria

Jari jemari Zero yang sangat besar meremas terus perutnya terus menahan sangat sakit. Kepala menunduk masih mengkhawatirkan keadaan bagian perutnya yang terkena tinju.

Secara bersamaan Bos Dady berjalan di iringi pengawalnya, menghampiri Zero yang masih duduk mengumpulkan kekuatan.

"Itu pelajaran buat kamu yang selalu datang terlambat!" sergah Bos Dady dengan mata tajamnya.

Monik yang selalu bertingkah seperti perempuan seketika memperlihatkan kejantanannya.

Ia melempar tas make up-nya lalu segera mungkin menggopoh Zero sang sahabat, dengan detak jantung yang ikut-ikutan berdetak kencang.

"Gak gini juga dong bos? Zero 'kan belum sembuh seutuhnya, aku melihat sendiri dia berusaha on time ko' bos," bela Monik dengan suara lelaki yang sangat bulat.

Seketika mata tajam Bos Dady mendarat di wajah Monik. Ia melotot dengan penuh kebencian, bahkan tangannya kembali mengepal hendak ingin meninju untuk kedua kalinya.

Tapi beberapa detik kemudian, Bos Dady membalikan badan, dan semua para pengawalnya ikut mengiringi langkah kaki Bos Dady setelah ikut merasakan suasana panas di depan pintu rumah bordir itu.

"Huft, jantung gue hampir copot. Kamu gak apa-apa 'kan?" tanya Monik setelah Bos Dady jahu meninggalkan keduanya.

"Aku baik-baik saja ko!" 

Namun darah segar menetes dari hidung Zero dan sesegera mungkin ia menyekanya. "Biasa ...," lanjutnya melebarkan ujung bibirnya.

"Emang si Bos keterlaluan ya?"

"Hust!"

Monik pun ikut memapah Zero yang berjalan sedikit tersendat-sendat.

Sampai di sebuah ruangan, Zero di kejutkan oleh beberapa orang yang sudah menungguinya.

Lampu gantung yang menyorot di atas meja seolah situasi semakin mencekam.

"Duduklah!" titah Bos Dady menggeser satu kursi kayu tepat di sampingnya.

Posisi special untuk seorang anak buah seperti Zero karena telah di persilahkan duduk di samping Bosnya sendiri.

"Kenalkan! ini Steve Jakson!" papar Bos Dady sedikit lemah.

"Senang bertemu dengan anda lagi," senyum sinis Steve membuat Zero semakin tertekan.

Zero hanya membalas dengan mengangguk perlahan dan memasang senyum palsu pada semua orang yang ada di dalam ruangan itu.

"Tinggalkan kami bertiga!" suara Bos Dady menggema.

Serempak semua peengawal dari pihak Steve dan pihak Bos Dady keluar bersamaan kecuali Monik.

"Apa sebaiknya aku di sini aja, Bos?" Monik memberanikan diri untuk menawarkan jasanya tanpa suara yang mendayu-dayu.

"KELUAR!" tegas Bos Dady.

"Ba--baik Bos."

Berat hati Monik menarik sedikit roknya dan berjalan bagai model yang selalu berlenggak-lenggok di tengah catwolk.

Setelah suasana mulai hening, suara bising kembali sepi dan hanya ada enam mata dalam satu area cukup menegangkan hati Zero.

Kini ia merasa sedang berada di antara mulut buaya dan mulut singa.

"Baiklah! sekarang bagaimana?" suara Steve mendahului pembicaraan sedikit mencairkan suasana.

"Aku tidak punya pilihan lagi, bawa saja dia!" balas Bos Dady yang di kenal dengan gagah dan kegarangannya yang cukup membuat banyak segan sekarang melemah.

Zero celingukan mendengar percakapan keduanya, sama sekali tidak di mengerti.

Apa lagi suara sendu Bos Dady yang tak pernah ia lihat sebelumnya membuat hati Zero semakin bergemuruh.

'Ada apa ini?' bisik hatinya.

"HAAHAHAHA! semudah ini kamu menyerah? aku kira kamu benar-benar tuannya?" gertak Steve seolah memenangkan sebuah lotre.

"Sebentar! maaf aku mengganggu percakapan kalian, tapi aku benar-benar tidak mengerti," jawab Zero masih meremas perutnya.

Kuntum rokok yang semakin banyak menandakan Bos Dady tak henti menyulut rokok yang ada.

Entah berapa batang ia habiskan tanpa sedikit pun jeda. Itu semua semakin memperlihatkan kebingungan Bos Dady di depan Zero.

"Kamu akan segera jadi miliku, anak ingusan!" bisiknya di telinga Zero.

"Bos?" Mata Zero tetap tertuju pada Bos Dady seolah memintainya pertolongan.

"Ini sudah saatnya kamu berpencar! kamu ikuti apa kata-kata dia, dan jangan kembali ke sini lagi!"

Zero merasa tersentak petir di siang bolong. Rasa sakit di hatinya melebihi rasa sakit di perut bekas tinjuan Bos Dady. Bagaimanapun ia memperlakukan Zero sangat kasar, ia sudah merasa Bos Dady sebagai Bapak pengganti baginya.

Sekeras apapun ia mendapatkan cambukan, semakin lekat pula lem yang menempel antara Zero dengan Bos Dady.

"Tidak Bos!" Zero menggeleng-geleng kepalanya. "Kalau untuk melayaninya satu malam saja aku ... akan usahakan. Tapi kalau untuk pergi dari sini, Maaf! aku tidak bisa." Lanjutnya.

Bos Dady nampak mematung kaku, matanya berkaca dengan rokok di bibirnya semakin mengepul saja.

"Tidak usah banyak drama! aku jijik melihatnya!" ujar Steve menaikian jas hitam di atas pundaknya.

"Siapa kamu? yang berhak mengaturku hanya tuanku, Bos Dadi." balas Zero tegas. "Benar begitu 'kan bos?" tanya Zero meyakinkannya sekali lagi.

"YA! kamu harus mengikuti perintahku. Dan mulai detik ini kamu turuti semua perintahnya! maka hutangmu selama dalam pengasuhanku akan lunas!" beber Bos Dady menguatkan hatinya.

"Ta--pi? Bos?"

"Pergilah!" 

Bos Dady membalikan pandangannya tak memberikan penjelasan apapun lagi. setetes air mata berusaha ia tutup-tutupi. Rokok yang baru saja ia bakar, ia remas dengan api yangmasih menyala.

Sebelum ada kontrak yang Zero inginkan, nasibnya sudah terombang-ambing lagi. Langkah yang sangat sulit tetap menariknya untuk melaksanakan perintah Bos Dady untuk keluar dari team Elang.

Zero pergi mengiringi kemenangan Steve.

Wajah sumringah Steve Jakson keluar dari rumah bordir di bawah kekuasaan team Elang itu akhirnya bertambah personil. Yaitu Zero Brijen.

Mobil mercedes yang sangat mewah di buntuti mobil-mobil mewah lainnya, kini di dalamnya terdapat Zero yang sangat lemas.

Zero di biarkan duduk dalam satu mobil dengan majikan barunya.

Matanya melihat nanar semua aling-aling pepohonan yang tersambar angin dari pantulan mobil yang melaju cepat.

"Sudahlah! sebentar lagi juga kamu bakalan lupa sama si Dady itu!"

Mata Zero segera menoleh ke arah Steve. ia tidak menghormati Steve layaknya tatapan ia terhadap Bos Dady.

"Apa? ada masalah?" senyum sinis Steve Jakson semakin membumi.

"Baiklah! aku akan terima ini, asalkan aku mohon jangan ganggu kehidupan nyataku! aku akan melakukan apa yang kamu mau, setelah matahari mulai redup. Selain itu, aku adalah Zero yang biasa," pintanya dengan wajah yang sangat pasrah.

"Haahahah! kamu lucu. Kalau itu mau kamu, lakukanlah! dengan saya kamu bebas-bebas saja." ujar Steve memberikan keleluasaan.

Setelah mendengar kalimat itu, Zero bukan merasakan sedikit rasa lega, namun kekhawatirannya semakin memuncak. Pada dasarnya hukum alam semakin berlaku di sini. 

Semakin dia mendapatkan keleluasaan, semakin besar juga bayaran yang harus ia tebus. Entah apa yang harus ia lakukan di kemudian harinya bersama bajingan yang duduk di sampingnya itu.

Seketika mobil berhenti di bibir jalan sebrang taman. 

Krek! 

Mobil otomatis terbuka lebar di pintu samping Zero.

"HATI-HATI!" peringatan Steve semakin memperkuat ketakutannya.

Zero melangkah keluar, dan Steve mulai memakai kacamata hitamnya sambil melajukan mobil mewahnya dengan cepat meninggalkan Zero.

Ia beruntung di turunkan di tempat yang tidak jauh dengan apartemennya.

Ia pun kembali berjalan menapaki jalanan taman dengan penuh beban di punggungnya. Langkahnya terlihat sangat pelan, dan matanya terus melihat arah kaki kemana ia berjalan.

Ketika baru saja ia menyebrang...

"Paaaamaaann!" teriakan anak kecil itu sangat tak asing.

"Ken?" 

Wajah layu Zero seketika berubah mekar.

Begitu pula anak lelaki yang baru mengenal Zero beberapa jam sebelumnya, terlihat sangat bahagia dengan kedatangan Zero di taman malam itu.

Bukan langkah lagi yang ada di kaki kecil Ken, Kenzie berlari kencang menghampiri Zero.

Brugght!

Ia memeluk Zero dengan sangat kencang dan erat.

"Awwww!" Zero meringis sambil terus mempertahankan senyumannya.

"Paman? ada apa dengan paman?" tanya Kenzie aneh dengan tingkah Zero yang kesakitan.

"Paman baik-baik saja, malam gini kamu masih keluyuran? dengan siapa?"

"Itu!"

telunjuk pria kecil itu lurus mengarah ke sebuah pertokoan kecil di sudut taman kota.

***

Mau tahu siapa?

baca selanjutnya ya!

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status