Share

Bab 3 [ WHO ARE YOU ]

Paman salah, aku tidak menyukai sekolah ini, sangat berbeda dengan sekolah yang sering aku dengar dari cerita-cerita Beatrix. Aku tidak menyukai tatapan mata mereka yang melihatku dengan tatapan aneh sejak tubuh ini memasuki gerbang tinggi sebagai jalan utama masuk ke dalam sekolah. Zio masih setia menemaniku yang berjalan lambat bagai siput, menunduk menatap sepatu hitam yang terus melangkah membelah lautan anak-anak yang terus menatap aneh ke arahku. Aku tidak nyaman, sungguh aku tidak suka tatapan mata mereka.

            PUKK.. sebuah bongkahan batu yang cukup besar mendarat tepat di belakang kepalaku, belum sempat aku melihat siapa yang berani melempar bongkahan batu yang mengenai kepala belakangku, seorang anak laki-laki berambut putih berlari secepat kilat membawa tubuh Zio, menghantam tubuh ringkih Zio ke arah dinding koridor sekolah. aku melihat Zio yang berusaha dengan susah payah untuk berdiri tegak setelah tubuhnya meghantam dinding koridor sekolah cukup keras. Sedangkan anak laki-laki berambut putih, sudah sejak tadi berdiri di depanku sembari mengendus hampir seluruh permukaan tubuhku. Sedangkan anak-anak lain yang ada di koridor sekolah hanya menonton kejadian yang menimpaku dan Zio.

            “Siapa kau? Kenapa aku bisa mencium aroma tubuh yang sama dengan dia dari tubuhmu? Dan kenapa kau bisa bersama dengan Zio?” pertanyaan yang keluar bertubi-tubi dari bibir merah keungguan anak laki-laki berambut putih itu membuatku semakin mengeryit binggung.

            Zio menarik tanganku cukup kasar, manarikku hingga ke depan sebuah pintu kayu berukiran naga yang sangat indah. Menepuk pundakku cukup keras, menatap tajam ke arahku. “Farrel, kau harus berhati-hati dengan anak berambut putih tadi. Dia Zen dari Klan Wolf, aku harap kau tidak mengusiknya atau bahkan berpapasan dengannya, dia cukup berbahaya kau mengerti?” dan Zio pergi meninggalkan aku di depan pintu kayu berukiran naga yang sangat indah itu.

            Satu langkah, dua langkah, aku mulai berjalan menuju kursi di pojok ruangan dekat jendela. Bersamaan dengan kursi yang aku duduki, anak laki-laki berambut putih tadi duduk tepat di sampingku, menatap tajam ke arahku seolah bertanya ‘Siapa kamu sebenarnya?’. Anak laki-laki berambut putih bernama Zen terus menatapku dengan mata yang penuh dengan pertanyaan, dan aku tidak tahu harus bersikap seperti apa di hadapannya.

            “Hei, maafkan aku soal kejadian di koridor tadi.” Tangan putih itu terjulur mengajakku bersalaman.

            “Tidak masalah, kepalaku baik-baik saja.”

            “Maafkan aku sekali lagi, aku kira kau adalah dia. Aroma tubuhmu sama dengannya, wajahmu juga sama miripnya, tapi dia tidak menggunakan penutup mata sepertimu. Kenapa kau memakai penutup mata untuk mata sebelah kanan itu? apa kau sakit? Aku lupa memperkenalkan diri, kenalkan aku Zen dari Klan Wolf, kau dari Klan mana? Sepertinya aku tahu kau Klan Vampire?” Zen terus mengoceh di sampingku dengan mulut berbusanya sampai Mr. Eric masuk ke dalam kelas dan memberikan pelajaran mengenai anatomi tubuh Basilisk. Aku sudah tidak asing dengan Basilisk, karena paman pernah membawa ular kecil itu di dalam toples saat pulang dari perjalanan mengantarkan ukiran-ukiran kayu pesanan pelanggan.

            Zen terus menatapku dengan mata penuh pertanyaan, terkadang mengendus tubuhku, meinaliku dari ujung rambut hingga ujung kaki. Dia terus mengawasi setiap inci bagian tubuhku, terus begitu sampai pelajaran terakhir tentang ramuan dari Miss. Glody berakhir, dan Zio berdiri di depan kelas nungguku dengan raut wajah khawatir. Bahkan ketika aku berdiri, Zen ikut berdiri dengan mata yang tidak pernah lepas mengawasi gerak-gerikku.

            “Kenapa kau selalu menatap dan mengendus tubuhku, Zen?” pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutku, mungkin karena rishi terus di tatap olehnya sejak pagi tadi.

            “Entah, aku hanya penasaran kenapa kau sangat meirip dengan dia, apa kau kenal dengannya?”

            “Dia siapa?” Sungguh aku ingin menjauh dari anak bernama Zen ini, dia sungguh aneh. Selalu mengatakan wajahku mirip dengan dia, aroma tubuhku mirip dengan dia yang bahkan aku tidak tahu dia siapa yang dimaksudnya.

            “Ah, sepertinya kau tidak kenal ya. Baguslah, memang seharusnya begitu karena aku mencium sesuatu yang kuat dari tubuhmu. Aku pulang duluan ya, emm siapa namamu?”

            “Farrel”

            “Baik, senang berkenalan denganmu Farrel, sampai jumpa besok!!”

            Akhirnya anak bernama Zen itu pergi, aku berjalan menghampiri Zio yang sudah siap memberikan sejuta kata mutiara dari bibir tebalnya. Aku berjalan dengan melodi yang sangat buruk,  melodi yang berasal dari bibir tebal Zio selama perjalanan pulang. Ocehan Zio tidak aku hiraukan, aku sibuk dengan pikiranku sendiri. aku sibuk memikirkan ucapan Zen tadi, aroma tubuhku sama dengan dia, wajahku mirip dengan dia, siapa sebenernya si dia yang dimaksud oleh Zen? Aku penasaran dengan sosok dia yang selalu keluar dari bibir Zen sejak kami duduk di meja yang sama. Siapa dia sebenarnya? Mengapa Zen selalu membandingkan aku dengan dia? Ah sudahlah, ucapan Zen tadi hanya membuatku semakin menumpuk pertanyaan tidak jelas.

            Sore hari yang indah sepulang sekolah aku habiskan untuk bermain bersama Beatrix di gubuk tua tempat biasa kami bermain. Aku menceritakan semua kejadian pertamaku masuk sekolah, mulai dari tatapan anak-anak yang terus menatap aneh ke arahku, atau tentang Zio yang terpelanting oleh Zen. Zio dan Beatrix saling mengenal, aku pernah memperkenalkan mereka berdua tetapi Zio lebih suka bermain sendiri di kamar dengan eksperimen sihirnya. Pernah aku bertanya kenapa dia sangat ingin mendalami ilmu sihir sedangkan kami dari Klan Vampire, tapi dia hanya menjawab “Agara aku bisa membantu dan melindungimi nanti!” entah melindungi aku dari siapa, karena aku malas untuk berpikir, sudah terlalu banyak pertanyaan di kepalaku.

            “Jadi kau dari Klan Vampire? Aku sudah menduga itu sejak awal.” Beatrix memakan apel merah ditangannya.

            “Dari mana kau menduga itu?” Tanyaku penasaran.

            “Kulit dan perilakumu. Baiklah Farrel selamat, kau sudah tahu siapa dirimu dan dari Klan mana dirimu, tapi aku berharap kau tidak malu untuk berteman denganku.” Beatrix menjulurkan tangannya ke arahku, dan tentu aku menyambut uluran tangan itu dengan senyuman menamwan.

            “Terimakasih Beat, sepertinya sudah hampir gelap. Apa kau akan pulang sekarang?”

            “Yup, ibuku pasti sedang mencariku, aku pulang dulu ya Farrel. Bersenang-senang dengan satu jawaban dari pertanyaanmu!”

            Seperti biasa, Beatrix akan pulang dengan meloncat dari pohon satu ke pohon lainnya, aku melihat baying tubuhnya sampai hilang di kegelapan hutan. Kaki ini akhirnya berjalan menuju rumah kayu tua di ujung hutan, tentu saja rumah paman. Aku ingin segera pulang dan beristiraht, entah kenapa hari ini terasa sangat melelahkan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status