"Apalagi tuan? Anda membutuhkan apalagi. Biar saya ambilkan!" tanya El.
"Sial! Dasar bodoh! Aku harus menyuruh apa lagi kepada El. Semuanya sudah dia ambilkan. Lalu apalagi sekarang?" batin Dareen menggerutu. Merasa kebingungan dengan dirinya sendiri.
"Apa anda baik-baik saja tuan!" tanya El lagi, raut wajah khawatir yang terlihat jelas di wajah tampan El. Matanya menyipit, dan punggun tangannya menyentuh kening Dareen dengan lembut. Sungguh kekhawatiran yang tulus, yang El tunjukkan kepada Dareen, membuat Dareen merasa bersalah telah berlaku sedemikian rupa kepada El. Yang selama ini sudah melakukan banyak hal untuknya. Selalu ada dalam suka maupun duka. Selalu setia bersamanya. Bahkan saat orang-orang menganggap Dareen Danendra, putra sulung keluar Atmaja yang tidak berguna. El selalu ada bersamanya. Disaat kekasih yang ia cintai lebih memilih pria tua bangka yang kaya raya di bandingkan dengan dirinya. El pun selalu set
"Apa yang kau katakan El? Aku baik-baik saja, aku tidak kenapa-kenapa. Aku sehat-sehat saja. Aku hanya lelah, dan butuh istirahat, karena semalam aku tidak cukup tidur!" jawab Zoya panjang lebar, sama seperti pertanyaan El yang panjang lebar, "kenapa kau tiba-tiba saja bertanya seperti itu El? Apa kau mengkhawatirkan aku?" lanjut Zoya seraya bertanya dan mengedipkan sebelah matanya dengan senyum yang terukir di bibirnya."Hah! Sudahlah, lupakan saja!" kata El yang terlihat salah tingkah. Ia pun berjalan menyusul Dareen menuju ruang makan. Dan di susul oleh Zoya dengan perasaan yang sedikit lebih lega. Karena ia merasa, masih ada orang yang memperhatikannya.***"Kak?" panggil Delina."Hmm...,""Apa..., Emh...," ucap Delina ragu-ragu."Katakan!" ujar Dareen menghentikan sejenak sarapannya. Menatap Delina dengan mata menyelidik. Lalu mengalihkan pandangan
"Zoya!" gumam El dengan bingung. Bagaimana bisa Zoya berada di sini, di samping mobil Dareen. Bukankah tadi Zoya meminta ijin untuk pergi ke kamar mandi. Kenapa sekarang dia sudah berada di sini. Pikir El kemudian."Kau!" ucap Dareen sambil menoyor kepala Zoya hingga membuat Zoya membuka matanya dengan terpaksa, "sedang apa kau berada di samping mobilku?" tanya Dareen kemudian."Sa-saya. Apa yang saya lakukan?" balas Zoya dengan membalikkan pertanyaan pada Dareen. Ternyata Zoya masih belum sadar sepenuhnya."Aku yang bertanya padamu! Kenapa kau membalikkan pertanyaan kepadaku?" heran Dareen dengan gadis yang satu ini."Maafkan saya Tuan!" balas Zoya saat kesadarannya mulai pulih.
"Tidak ada Tuan! Saya hanya memberitahu anda soal anak laki-laki yang merangkul bahu Zoya!" ujar El dengan memperhatikan wajah Dareen dari depan kaca spion."Jalan!" suruh Dareen dengan nada sedikit ketus. Dareen memikirkan saat bahu Zoya di rangkul oleh seorang anak laki-laki dengan begitu akrabnya. Bagaimana bisa? Pikir Dareen."Baik tuan!" sahut El dengan terus memperhatikan wajah Dareen sampai El menjalankan laju mobilnya."Hah!" terdengar hembusan napas kasar dari mulut Dareen. Apakah Dareen sedang memikirkan Zoya? "tidak! Memangnya apa urusan gadis bodoh itu denganku? Aku sama sekali tidak peduli dengan apa yang dilakukan oleh gadis bodoh itu di luar jam kerjanya bersamaku!" batin Dareen, bergumam tidak jelas, memikirkan tentang Zoya yang akhir-akhir ini mengusik pikirannya."Apakah anda sedang memikirkan Zoya tuan! Aku harap begitu. Semoga saja tuan bisa melupakan kisah masa lalu tuan bersama
"Ayolah Zoya! Aku ini kan sahabat mu yang paling baik, tampan dan juga mempesona," ucap Gio dengan memuji-muji dirinya sendiri, "selain itu, aku ini juga adalah orang yang dapat di percaya. Aku bisa menyimpan semua rahasia apapun yang keluar dari mulutmu!" lanjut Gio dengan lebih meyakinkan Zoya."Kau ini bicara apa sih! Aku benar-benar tidak mengerti tahu!" balas Zoya yang masih terus mengelak. Namun bukan Gio namanya, jika ia tidak bisa memaksa Zoya untuk berkata jujur dan mengakui segalanya."Cepat katakan Zoya! Kalau tidak, aku tidak akan mentraktir mu makan siang lagi," ujar Gio dengan ancamannya."Apa-apaan itu, kau mengancam ku. Ini tida adil, " balas Zoya dengan membelalakkan mata, bisa-bisanya Gio mengancamnya dengan ancaman seperti itu."Semuanya adil dalam kasus tanya jawab Zoya. Aku bertanya padamu dengan cara mengancam, karena kau tidak mau memberitahu ku. Dan kau menjawab karena mendapa
Plak! Plak! Plak! El menampar wajah dua orang pria muda dan pria paruh baya secara bergiliran. Tanpa ampun dan tanpa kasihan. Plak! Plak! Dua orang pria berbeda generasi itu hanya terdiam, tidak melakukan perlindungan apalagi memberikan perlawanan. Keduanya berdiri terdiam membisu, hanya menerima setiap tamparan yang El berikan kepada mereka secara bergantian. "Berani-beraninya kalian berdua menjadi kucing pencuri di perusahaan Atmaja Group! Kalian mau mati hah!" ujar El dengan nada bicara yang berapi-api, merasa sangat kesal dan geram kepada kedua orang pria di hadapannya. Berani-beraninya mereka berdua melakukan penggelapan uang di perusahaan Dareen. Plak! "Ampuni kami sekretaris El!" ujar seorang pria paruh baya yang duduk bersimpuh di hadapan El. "Lepas! Aku tidak sudi kau memegang kakiku seperti ini," balas El dengan menggerakkan kakinya ke sa
Saat pertama Zoya berangkat hingga pulang dari sekolah. Suasana terasa ada yang berbeda dan terasa sangat ganjal untuk Zoya, dimana biasanya sang adik yaitu Mayra, selalu mengganggunya dengan berbagai macam cara agar Zoya merasa tersakiti dan terhina. Kini, hari Zoya terasa lebih berbeda. Lebih tenang tentunya.Zoya tidak melihat sosok Mayra muncul di hadapannya. Bahkan, batang hidung Mayra pun tak terlihat sama sekali. Padahal jelas-jelas Zoya melihat, jika Mayra tadi pagi sudah memakai seragam sekolah. Tapi Zoya tak melihat keberadaan Mayra di sekolah sama sekali, setelah dari rumah."Kenapa Zoya?" tanya Gio saat Zoya hendak keluar dari gerbang sekolah, "kau rindu dengan kejahilan dari adik tersayangmu itu?" tanya Gio kembali, dengan tangan yang seperti biasanya. Merangkul sang kawan bicara yang sedang ia tanya."Huh! Lepaskan tanganmu!" kesal Zoya, karena gio selalu saja merangkul bahunya. Walaupun Gio sudah terbiasa
"Cupu!" kata El dengan wajah mencibir ke arah wajah Gio. Membuat Gio membelalakkan mata serta rasa percaya diri yang luntur dalam waktu sekejap mata."Hah!" kaget Gio, "menyesal aku tadi memujinya!" lanjut Gio dalam hati. Ia sama sekali tidak mempunyai keberanian untuk mengatakan secara langsung kepada El."Cepat masuk!" kata El dengan nada memerintah kepada Zoya. Namun pandangannya masih tertuju pada sosok pria berkacamata bernama Gio, hingga menimbulkan kesalahpahaman."Sa-saya sekretaris El?" tanya Gio dengan nada bicara yang gugup. Ia benar-benar menyangka, jika El menyuruhnya untuk masuk ke dalam mobil."Bukan!" jawab El membuat hati Gio kembali hancur berkeping. Ia yang sudah percaya diri dengan ajakan El barusan. Harus menelan lagi rasa percaya dirinya itu untuk diri sendiri."Lalu! Anda menyuruh siapa sekretaris El?" tanya Gio ragu-ragu."
"Kenapa kau menjemputku? Apa tuan akan menghukum ku karena kejadian tadi pagi?" tanya Zoya dalam hati. Ia sedikit takut untuk bertanya kepada El, karena sesuatu yang dia sendiri tidak mengetahui apa alasan di balik ketakutannya itu.Hening!Tidak ada yang membuka suara sampai mobil berhenti di sebuah gedung mewah yang menjual berbagai pakaian dan barang mewah lainnya, yang hanya bisa di beli oleh orang-orang yang mempunyai banyak uang."Butik!" heran Zoya. Ia bertanya-tanya dalam hati. kenapa dirinya di bawa ke sebuah butik? Apakah El akan membelikannya sebuah baju? Zoya rasa itu tidak mungkin. Atau mungkin, El akan menyuruh Zoya untuk bekerja di butik ini? Sepertinya itu sedikit masuk akal. Pikir Zoya lagi. Terus menerus memikirkan hal yang sama sekali tidak akan El lakukan pada Zoya."Keluar!" kata El dengan nada memerintah. Dan Zoya langsung keluar dari dalam mobil, mengikuti langkah El yang sudah berjala