Share

Lari Demi Bertahan Hidup

Mbak Sebenarnya mereka siapa dan kenapa sepertinya ingin membunuh Mbak-nya?” tanya Jono.

“Sudah aku katakan bukan, mereka itu penjahat yang ingin menculik dan membunuh diriku. Mereka pasti suruhan dari si Jamal.” Jelas Renata.

“Si Jamal itu siapa ya?” Jono mengerutkan dahinya.

“Dia itu bos para penjahat tadi. Dia tangan kanan,” Renata menggantungkan ucapannya.

“Tangan kanan siapa, Mbak?” Jono jadi penasaran.

“Awas Bodoh!” pekik Renata menunjuk ke arah depan mereka.

Di mulut gang yang akan mereka lalui, di depan sana mobil para ketiga pria berjas serba hitam itu telah menghadang.

Jono sigap mengerem dan memberhentikan motornya, ia melihat ketiga pria yang disebut penjahat oleh Renata itu mulai turun dari mobilnya. Jono segera memutar balik motornya, kembali ke dalam gang.

“Sial!” maki salah seorang di antara pria berjas serba hitam itu geram karena buruan mereka berhasil kabur lagi.

Di tengah gang itu Jono memutuskan berbelok ke arah lain, kalau ke arah mereka tadi datang mungkin para pria berjas hitam itu pun akan kembali memutar dan menunggu mereka lagi.

“Kita kemana Bodoh?” tanya Renata.

“Saya juga tidak tahu Mbak. Yang jelas kita mencoba menghindari mereka saja.” Jelas Jono sambil mengendikkan bahu.

Renata mengangguk, ia setuju dengan ide Jono, meski tentu saja Jono tidak bisa melihat anggukan Renata yang sedang dibonceng di belakang.

Mereka melaju meliuk dari satu gang ke gang yang lainnya mencoba menghindari jalan besar. Cukup lama sampai Renata merasa kalau sebenarnya mereka sedang tersesat.

“Hei Bodoh, sepertinya kita sudah dua kali lewat jalan ini deh sebelumnya.” Ujar Renata.

Jono mengerem dan berhenti ke pinggir, ia celingukan.

“Iya ya Mbak? Pantas saja saya merasa seperti sedang de ja vu.” Sahut Jono.

“Jadi bagaimana ini Kamu tahu jalan atau tidak sih? Bodoh!” Renata jadi merasa bingung, tapi ia tetap saja mengumpat kepada Jono.

“Bentar Mbak. Kita lihat ada dimana kita sekarang ini pakai maps.” Jono mengeluarkan smartphone yang ia simpan di saku jaketnya.

“Kita sekarang ada dimana, jangan-jangan kamu mau nyulik saya ya?” tanya Renata tak sabaran.

“Enak aja saya mau menculik kan Mbaknya yang numpang. Kita ada di gang Kelinci Mbak. Eh, maaf sebentar Mbak!” Jono yang telah selesai mengamati peta kini berusaha meraih sebuah bungkusan paket yang ada di dalam kantong besar yang ada di samping belakang jok motor yang sedang diduduki oleh Renata.

Renata beringsut sedikit, membuak sebuah celah bagi Jono mengambil bungkusan paket tersebut.

“Tunggu sebentar ya Mbak.” Ujar Jono sambil berjalan menuju ke sebuah rumah tak jauh dari tempat mereka berada, ia memegang bungkusan paket tersebut.

Renata menggaruk belakang kepalanya, si Mas paket bodoh ini sedang ngapain sih?

“Pakeeet…!” dengan lantang Jono berteriak di halaman sebuah rumah, ia telah menyesuaikan alamat pengiriman yang tertera di bungkus paket, aplikasi smartphonenya dan juga yang ada di pagar rumah tersebut.

“Astaga!” Renata menepuk jidatnya, mereka sedang dikejar-kejar dan ditembaki oleh ketiga pria berjas hitam itu tapi si Mas pengantar paket ini masih saja berusaha mengantarkan paketnya. Susah dipercaya?!

“Mas Agus?” tanya Jono saat seorang laki-laki keluar dari dalam rumah tersebut dan menghampiri dirinya.

“Benar, paket buat saya kan?” tanya si Mas Agus itu.

Jono mengangguk dan menyerahkan paket yang ia bawa “Sebentar Mas, foto dulu sebagai bukti pengiriman telah diterima.”

“Oke!” sahut si Mas Agus sambil berpose supaya menarik.

Jono memfoto dan kemudian mengupload foto tersebut melalui aplikasinya, mengubah staus pengiriman menjadi diterima oleh orang yang bersangkutan. Jono kemudian kembali menuju ke arah motornya, di sana Renata masih duduk manis meski raut wajahnya tampak kesal sedikit.

“Sudah Bodoh?” tanya Renata.

“Sudah Mbak, tapi dari sini kita akan ke gang yang berada di seberang jalan sana. Ada dua paket yang harus saya kirimkan kesana.” Jelas Jono sambil mengecek alamat mana saja yang harus ia datangi selanjutnya di hapenya.

“Mas paket yang bodoh, bisa gak sih jangan mikirin paketnya dulu? Kita ini sedang lari karena dikejar oleh orang jahat yang menembaki kita loh!” Renata mengingatkan.

Jono terhenyak, benar juga.

“Jadi gimana dong Mbak? O iya bagaimana kalau kita lapor ke kantor polisi saja?” Jono memberikan saran.

Renata menggeleng dan mengibaskan tangannya “Kita tidak bisa melapor ke kantor polisi Mas Bodoh.”

“Loh kenapa? Sudah tugasnya polisi buat menangkap penjahat kan?” tanya Jono tak mengerti, dahinya mengkerut.

“Soalnya Mas Bodoh, mereka itu punya orang dalam di kepolisian, seseorang yang sangat berpengaruh. Mereka bisa saja ditangkap tapi sehari dua hari kemudian akan dilepaskan kembali.” Jelas Renata.

“Jadi bagaimana baiknya?” tanya Jono lagi meminta saran dari Renata.

“Antar saya ke rumah paman saya Mas Bodoh.” Ujar Renata.

Jono mengangguk “Boleh Mbak, alamatnya dimana?”

“Di Perumahan Pantai Indah. Nanti saya tunjukkan blok dan rumahnya saat sudah berada di perumahan itu.” Renata menyebutkan alamat rumah sang paman yang ingin ia tuju.

“Oke Mbak, kita akan menuju ke sana. Tapi sebelumnya kita mampir dulu buat mengantarkan dua paket itu ya Mbak!” Jono memaparkan.

Renata sepertinya tidak punya pilihan, lagi pula dia kan memang menumpang kepada si Mas-Mas tukang paket ini.

Jono kemudian kembali melajukan motor dengan Renata yang duduk dibonceng di belakangnya. Sebenarnya kini Jono merasa berdebar-debar, sebab tanpa kepanikan yang tadi melandanya, Jono baru menyadari kalau Renata ini gadis yang sangat cantik. Kriterianya untuk dijadikan pacar idaman.

Tapi, baru saja Jono hendak menyeberang ke gang lainnya, dari sisi sebelah kanan jalan terlihat mobil yang tadi mengejar mereka. Awalnya Jono mengira mungkin mirip saja, tapi ternyata memang mereka. Ketiga orang berjas hitam itu juga sama terkejutnya dengn Jono. Tapi mereka terkejut senang karena berhasil mengendus kembali buruannya.

“Celaka! Bagaimana mereka bisa menyusul kita kesini?!” pekik Renata panik.

“Saya gak tahu Mbak. Pegangan!” Teriak Jono yang langsung menarik tuas gas motornya sedalam mungkin.

Renata hampir saja terjatuh karena motor yang tiba-tiba melaju kencang, untungnya dia sempat memeluk erat punggung Jono. Tentu saja Jono merasa bak mendapatkan durian runtuh, mimpi apa dia semalam, siang ini dipeluk oleh cewek secantik Renata.

Kejar mengejar pun kembali terjadi, Jono berusaha menyelip di antara beberapa kendaraan lain di depannya. Mobil yang dinaiki ketiga pria berjas hitam itu pun mengejar mereka tak kalah lincahnya.

Jono terpaksa naik ke atas trotoar dan berharap ada gang atau jalan lain untuk mereka menuju. Di ujung jalan, mobil yang membawa ketiga pria berjas hitam it berhasil menyusul dan menghadang laju motor Jono.

Tak kehilangan akal, Jono segera berbalik arah dan menyeberang dengan sangat nekat tanpa melihat kiri kanan terlebih dahulu. Hal itu membuat sebuah sedan nyaris saja menyerempet mereka, tapi Jono tidak memiliki waktu untuk panik apalagi berhenti meminta maaf kepada sopir sedan tersebut.

Salah seorang pria berjas hitam itu kembali mengacungkan pistolnya, kali ini ia menetapkan targetnya, kepala Jono.

‘Dor…!’ sebuah timah panas meluncur, terbang menuju ke arah kepala Jono.

‘Trang!’ beruntung, sebelum mengenai kepala Jono, sebuah truk datang melintas dan membuat peluru itu bersarang di badan truk besar itu.

“Sialan! Mereka hilang!” gerutu salah seorang pria berjas hitam itu saat truk yang menghalangi mereka telah berjalan menjauh dan tak terlihat lagi Jono serta Renata di tempat tadi mereka berada.

“Kamu tenang saja. Dilihat dari arah yang mereka ambil, aku tahu kemana tujuan mereka.” Sahut salah seorang diantara mereka.

“Baiklah kalau begitu, ayo kita hadang mereka saja di sana!” ujar sang sopir yang juga mulai mengerti kemana tukang paket dan Renata akan pergi. Ia kembali melajukan mobilnya untuk memberikan kejutan di tempat yang akan dituju oleh kedua buruannya itu.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status