05 Februari 2022
Baru saja mentari terbit di antara cakrawala, kamu telah mempersiapkan diri sebaik mungkin dengan pakaian indah nan memesona. Paras rupawan dan rambut panjang itu semakin mengindahkan dirimu. Sempat samar terlihat sebuah tato hewan buas tergambar di pundak dan lengan yang membuatmu terlihat seperti seorang mafia.
Ketika membuka laci, terlihat sebuah pisau dan pistol tergeletak. Lengkungan tipis tercipta di sepenghujung bibir, menciptakan kesan misterius dan takut. Ruangan gelap tanpa cahaya, menciptakan kesan suram di tengah ruangan.
Baru sempat menginjakkan kaki di jalanan, seorang pria menyapa dari kejauhan. Lambaian tangan dan senyum lebar terlihat dengan begitu jelasnya, dan seolah enggan bertemu dengannya, kamu mengembuskan napas dalam. Menutup mata dan berbalik arah, semakin jelas terlihat bahwa kamu enggan bertemu dengannya. Bukannya menyerah dan menjauh, ketika menoleh dia malah berlari ke arahmu.
Langkah kaki semakin cepat, berha
Suara musik bergema di setiap sudut ruangan, megah nan luas restoran yang sengaja disewa demi terlaksananya sebuah pesta antara kamu dan dia. Afsun dirinya hanya membuatmu semakin mencintai dan menatapnya saja, tanpa ada sedikit pun niatan untuk mengajaknya berdansa. Terlihat jelas tatapan penuh kebencian dan rasa iri dari setiap orang yang ada di sana, terlebih melihatnya yang begitu manja.Sikap acuh tak acuhmu juga semakin meningkatkan rasa iri dan dengki di dalam hati. Kamu menatap ke arah sang adik, melihat tangan dan mulut yang penuh dengan makanan seolah belum makan selama berhari-hari. Perlahan dia mendatangimu, dan ketika di depan, dia langsung menawarkan sebuah kue kecil untuk dinikmati bersama. Tanpa ragu langsung diambil sepotong kue ditangannya, dan langsung dimasukkan ke dalam mulut tanpa peduli kata orang lain.Tanpa diduga ketika mulut tengah penuh dengan makanan, nona cantik itu mengajakmu berdansa. Tubuhnya sedikit menurun ke bawah dengan kedua tangan
29 Oktober 2022Pegunungan tinggi indah menjulang ke angkasa, menciptakan panorama yang akan selalu dikenang oleh mereka yang menatapnya. Sepasang kekasih tengah bermalam di sebuah villa tua tepat di bawah Gunung Rinjani yang akan menjadi tujuan untuk didaki. Kalian bermadu kasih di villa tua itu, menciptakan dunia yang begitu indah di antara kalian berdua.Bermain di malam hari hingga membuat ranjang basah karena air yang begitu banyak mengalir dari tubuh kalian. Temaram pandangan karena seluruh lampu mati, tidak sedikit pun menyurutkan minat untuk bercinta kasih sebelum pergi mendaki. “Eh~” Desahan lembut terdengar di telinga, merangsang setiap indra yang ada. Kamu lepas bajunya perlahan, dilanjutkan dengan membuka penutup bola indah di dada. Kedua tangan perlahan merabanya dengan lembut, membuatnya menciptakan suara aneh yang terdengar begitu indah di telinga.Kamu lakukan pijatan lembut di kedua bola besar itu, membuatnya memelukmu dengan erat. D
18 Juni 2022 Hari-hati kian berlu, dan hatimu masih saja terasa pilu. Hari-hari yang penuh akan kesendirian, dan membuatmu enggan membuka hati kepada orang lain. Kepercayaan ataupun sejenisnya, sudah lama sirna dari hati dan mata. Kini diksi yang kamu tulis sudah tidak lagi menghasilkan apa pun selain kehampaan, kesedihan dan kebencian akan dunia yang penuh akan sandiwara. Sebuah bunga di genggaman, menatapnya yang tengah terbaring. “Hmm ... sudah jam segini. Maaf ya, aku harus pulang. Besok akan kujenguk lagi. Aku harus bekerja.” Jarum jam di arloji menunjuk ke angka 12, membuatmu perlahan pergi meninggalkannya seorang diri. Baru saja ke luar dari rumah sakit, kamu bertemu dengan wanita tua. Dia menyapamu lirih, “Sudah mau pulang, Nak?” “Iya, Bu. Ada kerjaan sedikit, jadi harus pulang. Aku permisi dulu.” Percakapan kalian hanya terjadi sesaat, tanpa ada senyuman hangat ataupun tawa pemikat. Namun, baru saja melangkah beberapa saat, wanita tua itu kem
Dj tengah keramaian itu, kamu menutup diri dan berpura-pura tuli. Hanya secangkir kopi saja yang menemani harimu, membaca ketenangan dan sebuah harapan. Seorang pria perlahan menghampiri, bercerita tentang keluh kesahnya.Kamu hanya menjadi pendengar dan tersenyum tanla sedikit pun membalas ucapannya. Waktu berlalu cukup lama, dan entah mengapa ia menjadi murka. Kata-kata yang terucap darinya sangatlah tidak enak untuk didengar, tetapi hanya kamu jadikan angin lalu. Namun, sebuah kata membuat darahmu mendidih, “Hei, kalau orang sedang berbicara didengar dan perhatikan, jangan malah melakukan hal lain. Paham?”“Siapa kau? Aku di sini hanya bekerja sebagai barista, bukan pendengar untuk orang lain. Jika tidak ada urusan lagi, silakan pergi dari sini,” jawabmu lirih.“Siapa aku? Jika kau tahu siapa kau, kedua orang tuamu pasti akan sujud dan menjilat kakiku untuk meminta maaf atas kesalahanmu! “ tegasnya dengan sikap angkuh.
“Mau rokok?” Kamu tawarkan sebatang rokok, tetapi ia menatap dengan heran dan penuh keengganan. “Tenang saja, ini murni rokok. Ini bungkusnya. Tidak mungkin aku meracuni temanku sendiri,” lanjutmu lirih seraya mengeluarkan sebungkus rokok. “Tidak, terima kasih. Aku sudah berhenti merokok,” tolaknya secara halus. Kamu hanya tertawa dan menyimpan kembali lintingan tersebut, dan menghisap dalam milikmu seraya menikmati indahnya kelap-kelip kunang-kunang. Di malam itu, kamu meluapkan segalanya baik keluh kesah dan kesedihan yang tersimpan jauh di dalam dada. Dia menjadi pendengar yang sangat baik, memerhatikan, kemudian memberikan jawaban yang penuh arti dan sedikit memberi solusi. Hal itu membuatmu sangat gembira, bahkan sampai memeluknya erat seraya meneteskan air mata. “Menangislah, tidak apa sesekali merasa lemah. Kamu sudah terlalu lama kuat dan menahannya seorang diri. Sekarang sudah waktunya bagimu untuk menumpahkan segala keluh kesah. Nanti, kalau udah se
ImajinasiImajinasi liar kembali tercipta ketika burung kecil itu terkena sentuhan lembut nan halus serta menciptakan sensasi yang begitu nikmat. Kala itu, langit terlihat sangat biru dan indah. Sebuah kapal kecil terlihat berlayar di lautan putih nan indah itu. Mereka berlayar dengan penuh hikmat dan kebahagiaan, belum lagi nyanyian dan tarian mengiringi setiap perjalanan mereka. Hingga suatu hari, sebuah tangan besar yang terlihat sangat mengerikan datang dan menciptakan badai yang amat besar. Sirine berbunyi dengan keras seraya menciptakan warna merah menyala, membuat semua yang ada di dalam pikiran Ahiko terbangun dan bekerja lebih keras. “Ayo, ayo, ayo waktunya bekerja! Semangat, cepat, cepat, cepat, kita harus segera menyelesaikan masalahnya. Jangan biarkan pedang suci excalibur bangkit dan menciptakan kekacauan!” ujar Sang Kapten memberi arahan kepada awak kapal. “Aiyai Kapten! Satu! Dua! Tiga! Tutup gerbangn
Usai bercocok tanam, mereka langsung mengajak Mesyats untuk pergi bermain dan bercerita seraya menikmati indahnya Sungai Moskow dan Taman Gorky. Begitu banyaknya orang-orang yang datang untuk bermain, bersantai atau hanya menikmati alam sekitar yang keasriannya sangat dijaga dan diperhatikan. Mesyats yang bersemangat pun dengan cepat langsung melepaskan genggaman tangan ayah dan ibunya seraya berlari kesana-kemari.Dia bermain dengan riangnya, mengajak anak-anak lain untuk bermain berbagai hal bersama. Luna pun sibuk berbicara dengan ibu-ibu yang ada di sana. Sedangkan Ahiko, dia mendekati seorang pria tua yang tengah memancing di tepian sungai. “Sudah dapat banyak, Tuan?” tanya Ahiko yang mencoba akrab dengan pria tua itu.Ahiko sama sekali tidak mengenal ataupun pernah melihat pria tua itu, tetapi dia tetap saja mencoba untuk menyapa karena sikapnya yang bersahabat dan ramah. Selain itu, Ahiko cenderung untuk mencari teman baru
“Haaa ... pulanglah, Ahiko. Hujan semakin deras, jangan sampai kau mati kedinginan atau karena hal bodoh!” Sorot manik hitam tanpa cahaya menatapnya dengan penuh kesedihan, memberikan senyum penuh kepalsuan.“Berhentilah tersenyum jika itu hanya palsu! Kau membuatku kesal saja,” ujarnya.Netramu terpejam sejenak, kemudian terbuka menatap ke angkasa. Hanya sebuah senyuman yang menjadi jawaban, dan rintik hujan yang menjadi peneman. Dia pergi meninggalkanmu seorang diri, mengucapkan perpisahan untuk selamanya, “Terima kasih untuk semuanya. Ini mungkin pertemuan terakhir kita. Karena itu ... kuharap kau berhenti untuk melakukan hal-hal aneh dan gila yang hanya akan menyakiti diri sendiri.”“Hmm ... urus saja urusanmu sendiri. Aku sudah terlalu masa bodoh dengan hidupku, jadi percuma saja kau mencoba ‘tuk menceramahiku. Pada dasarnya manusia pasti akan mati, dan bagaimana merek