"Kenapa kau tak langsung menghubungiku saja. Kenapa harus meminta wanita itu untuk datang menemuiku?" Takumi berkata dengan nada kesal kepada ibunya yang saat ini sedang duduk didepannya. Wanita yang sudah lanjut usia itu masih terlihat cantik dengan rambut hitam yang masih alami miliknya. Gayanya yang santai, selalu memakai Kimono kemanapun dia pergi membuatnya tak terlihat seperti sudah berumur.
"Aku hanya ingin kau datang kesini," kata Ibu Takumi. Dia menyesap teh hijau hangatnya."Iya, tapi kau tak harus membawa-bawa wanita itu lagi.""Wanita itu wanita itu. Dia punya nama Takumi. Namanya Hashimoto Sakurai," sela Ibunya.Takumi mendengus, "Aku tahu," katanya, "Okaasan, cobalah untuk mengerti kalau aku sudah bercerai dengannya. Kenapa kau masih terus saja mendekatkanku dengan Sakurai."Ibu Takumi memalingkan wajahnya. "Sakurai hanya melakukan kesalahan kecil. Dia dulu terlalu buta tentang lelaki, jadi dia meninggalkanmu. Tapi aku jamin dia tidak akan mengecewaJunko memandang kearah langit. Menghembuskan nafas dengas kasar lalu kembali menatap susunan gedung-gedung tinggi yang berada dekat dengan sekolah. Pandangannya kosong. Entah apa yang sekarang Junko pikirkan. Tapi yang jelas ia merindukan pria itu, yang sekarang tak pernah menghubunginya lagi."Ohh, Jun-chan? Kau disini juga?" Kanna muncul dibalik pintu, menyapa Junko yang tak menoleh sama sekali. "Ada apa?" Gadis itu bertanya kepada Junko yang tak seperi biasanya."Kenapa, ya?" sahut Junko, "Aku juga tidak tahu.""Kau sedang dalam masalah?" Kanna ikut bersandar sama seperti Junko."Tidak juga," jawab Junko tak bersemangat."Aku yakin gadis ini sedang mengalami patah hati," ujar Kanna sambil mendengus.Tak lama setelah mereka berdua saling diam menikmati pemandangan dan hembusan angin, ada seseorang lagi muncul dari balik pintu."Ryo-kun?" Kanna yang menyadari lebih dulu kedatangan laki-laki itu."Ohh, yo!!" sapa Ryota sambil mengangkat sebelah t
Mereka bertiga sudah sampai di Kyoto. Kota di Jepang yang memiliki sekitar 2000 kuil. Kota yang masih terjaga budayanya hingga saat ini. Suhu di Kyoto saat ini benar-benar mendukung. Tidak panas dan tidak juga dingin. Menikmati musim gugur di Kyoto memang terbaik. Bunga Sakura pun sudah mulai berjatuhan menghiasi jalanan, membuatnya wisatawan semakin betah berlama-lama di Kyoto.Junko, Kanna dan Ryota berencana untuk menginap di salah satu penginapan di Distrik Arashiyama, sekitar satu minggu. Tujuan mereka ke Kyoto hanya untuk bersenang-senang dan melepas segala beban yang sedang menimpa mereka. Kanna juga berkata untuk saat ini saja, saat mereka berada di Kyoto, tidak boleh seorangpun dari mereka yang menampakkan wajah sedih ataupun murung. Bayangkan saja saat ini tak terjadi sesuatu yang menyedihkan dikehidupan mereka. Kanna akan memberi sanksi jika ada dari mereka yang melanggar aturan berliburnya. Sanki-nya adalah mentraktir seluruh makanan yang di pesan.___
Selesai berdoa mereka berdua menghampiri Ryota yang sedang duduk sambil menikmati pemandangan guguran daun-daun dari pohon maple yang berderet rapih mengelilingi kuil Tenryu-ji tersebut. Di sepanjang jalan menuju kuil pun tak luput dari pohon-pohon maple dan sakura yang ditanam dengan indahnya."Jun-chan, apa yang kau inginkan di musim gugur ini?" Kanna tiba-tiba bertanya pada Junko yang sedang membenarkan letak tasnya."Hmm..." Junko menggeleng, "Tidak ada," sahutnya."Biar ku tebak. Kau pasti berdoa tentang paman itu, kan?" tebak Kanna. "Kau pasti meminta Kami-sama untuk-""Kanna-san, sudahlah, biarkan saja. Itu masalah pribadi Nakamura-san, kau tidak berhak ikut campur," sela Ryota yang tak tahan melihat Junko di pojokkan oleh pernyataan dan pertanyaan Kanna.Kanna berdecak, "Aku hanya mengungkapkan apa yang aku pikirkan. Lagipula semua itu benar bukan."Ryota mendesah, Laki-laki itu sudah hampir merasa kesal dengan kakak kelasnya itu. Junko yang meli
"Siapa, kenalanmu?" Kanna bertanya kepada Junko tentang siapa Wanita yang baru saja bicara dengannya."Aku tidak tahu," jawab Junko. Ia sebenarnya tahu, tapi Junko tidak mau memberitahukan identitas Wanita itu pada Kanna dan Ryota. "Hmm, Kanna-san. Bolehkah aku meminta sesuatu?""Apa?" sahut Kanna menatap Junko penasaran."Aku ingin pergi sendirian mengunjungi suatu tempat," kata Junko."Apakah tempatnya jauh dari Arashiyama?""Tidak terlalu jauh. Aku hanya membutuhkan waktu sampai malam untuk kembali lagi ke penginapan.""Tapi terlalu berbahaya kau pergi sendirian Nakamura-san. Sebaiknya kita ikut denganmu dan mengantarkan kemanapun kau mau pergi," sela Ryota yang tidak terlalu setuju Junko pergi seorang diri di daerah yang lumayan tidak mereka kenal."Tidak, Akihiko-san. Aku akan baik-baik saja. Aku hanya...ingin mengunjungi tempat itu sendirian," tolak Junko. Ia tetap pada pendiriannya, ia menolak usulan dari Ryota. Junko akan pergi sendirian ke t
Perasaan Junko yang masih merasakan hangatnya dekapan dan kata-kata Takumi waktu itu, tetap mengharapkan Takumi kembali padanya."Ne, Oujo-san..."Karena suara itu seperti mengarah kearahnya, Junko menoleh dengan perlahan untuk mengetahui siapa yang memanggil. Dan alangkah terkejutnya Junko saat ia membalikkan badan, di sana, di depannya ada Masato Takumi.Mata Junko langsung membesar tak percaya apa yang sedang ia lihat serta ia juga merasakan dadanya mendesir bahagia melihat sosok yang Junko rindukan selama ini."Takumi-san?" panggil Junko dengan gugup.Tapi pria itu malah membuang muka dan tak mau melihat ke arah Junko."Ohh, kalian saling mengenal, ya?"Wanita itu, wanita yang baru saja berbicara adalah wanuta yang menemui Junko saat di Kuil ketika ia bersama Kanna dan Ryota."Aku tidak mengenalnya," seru Takumi.Deg...Eh...Apa katanya....Tidak-Mengenal?Desiran bahagia Junko di hatinya harus pupus saat Takumi meng
Jam sudah menunjukkan pukul 22.35, tapi Junko tak kunjung pulang ke penginapan atau menjawab panggilan dari Kanna.Kanna sebagai orang yang lebih dewasa di banding Junko dan Ryota sekaligus menjadi penanggung jawab atas mereka berdua merasa sangat cemas sekarang. Ia terus menerus mondar-mandir sambil sibuk mendial nomor yang sama, nomor Nakamura Junko."Sial!" umpat Kanna, "Kenapa kau tak menjawab teleponku Jun-chan?!"Ryota yang juga merasa cemas menghampiri Kanna, "Kanna-san tenanglah. Mungkin Nakamura-san mengalami masalah ketika menaiki keretanya. Dan mungkin saja ponsel Nakamura-san habis baterai," katanya mencoba menenangkan kakak kelasnya itu yang mulai panik.Kanna mengabaikan ucapan Ryota. Dirinya sekarang lebih mementingkan dimana keberadaan Junko dan bagaimana keadaannya."Aku akan mencoba sekali lagi," gumam Kanna lalu mulai mendial nomor Junko. Kalau telepon ini tak di angkat, Kanna akan pergi kesana menyusul Junko. "Angkatlah...kumohon!"Se
Mungkin ada satu hal yang sekarang di rasakan Junko, hampa. Iya, hampa. Kepergian ibunya entah kemana sudah membuatnya sakit hati, di tambah sekarang dirinya harus melupakan seseorang yang sudah ia anggap sebagai satu-satunya tempat bernaung.Junko masih ingat betul, saat itu ia menghapus kasar air matanya. Berkata dengan lantang kepada pria itu, "Bagaimana jika kita mengikuti ucapanmu itu? Akhiri saja sampai disini, kan? Baiklah, kita berakhir disini!"Setelah semua itu, Junko tak sedikitpun menitikkan air matanya lagi. Tanpa meninggalkan jejak kenangan yang lebih menyakitkan lagi, ia pergi dari sana dan berteriak dalam hati "Sayonara da!!"Berlari dengan sisa kekuatan yang dimilikinya, sampai Junko tak sadar ia berlari kearah mobil yang sedang melaju cukup kencang. Dan detik berikutnya, tubuh Junko terhempas keatas jalan dengan keras. Setelah itu yang Junko rasakan hanyalah dengingan dari dalam telinganya dan rasa sakit di sekujur badan. Di dalam kepalanya terlint
Kondisi Ibu Takumi berangsur-angsur membaik. Setelah dengan terpaksa Takumi mengiyakan ucapan Ibunya, kalau dia akan kembali bersama dengan Sakurai. Waktu itu memang tidak ada pilihan lain selain setuju. Jika Takumi menolak, Ibunya juga akan menolak untuk sembuh.Musim gugur pertama di tahun ini yang seharusnya menyenangkan malah menjadi menyebalkan. Ia bertanya-tanya, bagimana ya kabar dari gadis itu?"Ibu jadi pergi ke Kuil Tenryu-ji?" tanya Takumi sekali lagi."Tentu saja. Kenapa memang?" Ibunya malah balik bertanya."Jarak Kuil itu kan jauh dari Kyushu, nanti kalau Okaasan sakit lagi bagaimana?""Kau ini. Lagipula kita tidak akan berangkat berdua saja," kata Ibunya."Siapa yang akan ikut lagi? Fujiyama-san? Tetangga kita?" tebak Takumi, karena Ibunya itu memang dekat sekali dengan Fujimaya, tetangga sebelah rumahnya."Bukan! Yang ikut nanti itu Sakurai."Nama itu lagi. Selalu nama itu yang Ibunya sebut.Karena tak mau berdebat, Takumi mem