Kemarin adalah hari yang paling membahagiakan bagi Takumi. Saling mengungkapkan isi hati dan perasaan satu sama lain adalah hal tersulit bagi semua orang, termasuk dirinya. Meskipun Takumi dan Junko tahu, bahwa kebahagian itu pasti akan ada rintangannya. Tapi mereka berdua percaya, setiap masalah pasti akan ada solusi. Bahkan jika sesuatu yang mungkin akan membuat salah satu dari mereka terluka. Takumi siap dengan resiko itu.Takumi sekerang sedang mengumpulkan beberapa informasi yang ia dapat dari Junko. Gadis itu mengatakan padanya, bahwa semenjak Junko kecil tidak pernah sekalipun bertemu dengan ayahnya dan sampai sekarang Junko tak tahu siapa nama ayahnya dan dimana pria itu berada sekarang. Kalaupun Junko bertanya pada ibunya, Mayumi selalu mengalihkan pembicaraan atau tidak menjawab sama sekali.Takumi menopang dagu. Menggigit bibir bawahnya, kemudian tiba-tiba ia teringat suatu hal. Ia pernah satu kali memergoki Mayumi bersama dengan seorang pria saat m
Junko tak bisa menahan rasa bahagianya ketika mendapat pesan singkat dari Takumi. Pria itu mengajaknya untuk pergi ke Festival Hanabi. Festival yang di adakan setahun sekali setiap musim panas. Jarak tempat untuk menyaksikan kembang api pun sepertinya tidak terlalu jauh dari rumahnya.Junko belum pernah sekalipun pergi ke Festival semacam itu sejak kecil, karena ia selalu di kurung di rumah dan tidak di ijinkan untuk keluar oleh ibunya.Untuk pertama kali dalam hidupnya Junko mendapat tawaran untuk melihat kumpulan kembang api yang meledak-ledak di langit itu dari seseorang yang spesial.Takumi mengatakan akan menjemputnya jam 8 malam nanti. Betapa senangnya Junko hari ini dan sampai ia hampir meneteskan air mata.Junko menepuk-nepuk pipinya. "Yosh!! Mungkin ini adalah kesempatan bagus untuk aku bisa lebih dekat dengannya." Kepercayaan diri Junko semakin bertambah sekarang. Semoga saja malam ini akan menjadi malam panjang yang membahagiakan.
"Junko?"Meski jarak mereka berjauhan, Junko masih bisa membaca gerak bibir Takumi yang mengucapkan namanya. Junko masih mematung disana, melihat pria yang ia sukai bersama ibunya. Mungkin lebih baik ia pulang dan melupakan segalanya malam ini. Iya, itu adalah pilihan terbaik untuknya.Dengan enggan Junko memutar tubuhnya, menghembuskan napasnya sebentar lalu mulai menggerakkan kakinya. Malam ini dan seterusnya, Junko tak akan lagi berharap pada apapun dan siapapun. Karena percuma saja, kepercayaannya selalu di runtuhkan oleh takdir. Yang Junko rasakan saat ini adalah rasa kecewa yang dalam, bukan terhadap Takumi tetapi terhadap dirinya sendiri.Baru beberapa langkah Junko bergerak dari tempatnya tadi, tiba-tiba pergelangan tangannya digenggam oleh seseorang. Seseorang itu menarik tubuh kecilnya sampai Junko hampir terjatuh. Dia kemudian menempatkan dirinya berdiri di depan Junko. Napas orang itu memburu, mungkin dia tadi berlari mengejarnya."Junko! Tunggu!" Sa
"Jun-chan, Ohayou!" Kanna muncul dari balik pintu dan menyapa Junko dengan ceria, seperti biasa."Oh, Kanna-san," Junko menoleh kearah kakak kelasnya itu, "Ohayou."Mata Kanna menyipit sambil berjalan kearah Junko, kemudian dia mendekatkan wajahnya ke wajah Junko. Dia menilik-nilik dengan alis terangkat lalu mengernyit heran."Ada...apa, Kanna-san?" Junko menjadi gugup karena di perlakukan seperti itu.Setelah beberapa saat menatap, Kanna akhirnya menjauhkan wajahnya, dia melipat tangannya di dada dan berkata , "Kau terlihat lebih ceria hari ini."Junko kebingungan, ia tidak mengerti apa yang coba Kanna bicarakan. "Apa maksudmu? Aku tidak paham.""Wajahmu terlihat lebih cantik jika kau tidak murung. Lihat!" Kanna mengarahkan sebuah kaca ke wajah Junko, "Tetaplah seperti ini agar kau terlihat lebih dan lebih cantik lagi Jun-chan."Junko mengulas senyuman tipis. Dia berpikir, apakah ia boleh merasa seperti ini. Merasakan kebahagiaan seperti orang lain.
"Paman!"Suara yang Familiar menyapa gendang telinga Takumi. Disana, Junko melambai sambil tersenyum padanya. Ia selalu heran pada dirinya sendiri yang selalu merasa tenang jika melihat wajah cantik milik Junko. Iya, hanya dengan melihat wajah gadis itu, perasaan Takumi langsung membaik."Maaf aku sedikit terlambat. Kau pasti sudah lama menunggu, kan?"Takumi menggeleng, "Tidak. Aku baru saja sampai," katanya.Junko membawa tubuhnya untuk duduk disebelah Takumi."Wahh.. aku baru tahu kalau pemandangan taman ini bisa sebagus itu pada malam hari," ujar Junko, gadis itu memandang keatas langit yang dipenuhi oleh bintang-bintang dengan cahaya terangnya."Hmmm.." Takumi bergumam sambil melirik wajah Junko. Wajah yang ternyata mirip sekali dengan Mayumi. Tapi kenapa ibunya itu bisa memperlakukan Junko begitu kejam, padahal semua itu bukanlah kesalahan yang gadis ini buat"Paman, aku sangat-sangat bahagia mendengar bahwa aku bukanlah anakmu," ucap Junko dis
Takumi meletakkan tangannya di atas kening untuk menghalangi cahaya matahari yang terasa menyilaukan matanya. Ia baru saja membuka toko. Dan sekarang ia hanya menunggu para pembali buku itu berdatangan.Toko buku milik Tosaka menyediakan berbagai macam buku. Disini juga menyediakan koleksi manga untuk para anak muda yang menggemarinya. Biasanya yang buku komik yang laris itu, dari genre Shoujo. Genre percintaan antara lawan jenis ataupun sesama jenis."Ohayou..." sapa Tosaka yang baru sampai di toko."Ah, ohayou gozaimasu," sahut Takumi. Ia baru teringat sesuatu, dia harus meminta ijin pada Tosaka kalau hari ini Takumi akan menemui Junko."Ano... Tosaka-san. Bolehkan kalau jam istirahat siang aku gunakan untuk bertemu Junko?" tanyanya.Pria dengan senyuman khas itu menoleh, "Boleh, tidak masalah.""Arigatou," ucap Takumi lalu membungkuk.___"Kau mau?" Junko menawarkan dan menyodorkan parfait cokelat kesukaannya pada Takumi."Jarang sekali ka
Takumi tak tahu harus bersikap bagaimana menanggapi apa yang baru saja didengarnya. Takumi hanya tak sengaja mendengar percakapan itu. Tapi mengapa sekarang dadanya menjadi sesak tak karuan.Meskipun Takumi mencoba menepis kemungkinan terburuk bahwa suatu saat ia akan kehilangan gadis itu, tapi hatinya tak bisa tenang. Ia sangat cemas, bagaimana jika nanti Junko lebih memilih laki-laki yang seusianya, dibanding dirinya yang sudah hampir menginjak usia paruh baya. Takumi menginginkan Junko selalu berada disisinya, bukan orang lain. Perasaan yang dibuatnya untuk Junko, akhirnya menjadi boomerang untuk Takumi sendiri. Ia menepuk-nepuk wajahnya yang terasa tegang, mencoba menghilangkan pemikiran yang akan membuatnya menjadi semakin merasa sakit.___ Sudah dua hari Takumi susah untuk dihubungi. Panggilan dari Junko selalu diabaikan oleh pria itu. Entah apa yang terjadi, pria itu sedikit demi sedikit seperti menjauhinya.Junko menekan nomor Takumi dengan kesal, mungk
"Kenapa kau tak langsung menghubungiku saja. Kenapa harus meminta wanita itu untuk datang menemuiku?" Takumi berkata dengan nada kesal kepada ibunya yang saat ini sedang duduk didepannya. Wanita yang sudah lanjut usia itu masih terlihat cantik dengan rambut hitam yang masih alami miliknya. Gayanya yang santai, selalu memakai Kimono kemanapun dia pergi membuatnya tak terlihat seperti sudah berumur."Aku hanya ingin kau datang kesini," kata Ibu Takumi. Dia menyesap teh hijau hangatnya."Iya, tapi kau tak harus membawa-bawa wanita itu lagi.""Wanita itu wanita itu. Dia punya nama Takumi. Namanya Hashimoto Sakurai," sela Ibunya.Takumi mendengus, "Aku tahu," katanya, "Okaasan, cobalah untuk mengerti kalau aku sudah bercerai dengannya. Kenapa kau masih terus saja mendekatkanku dengan Sakurai."Ibu Takumi memalingkan wajahnya. "Sakurai hanya melakukan kesalahan kecil. Dia dulu terlalu buta tentang lelaki, jadi dia meninggalkanmu. Tapi aku jamin dia tidak akan mengecewa