Drrrt... Drrrt... Drrrt...Aku jadi terbangun kala hp ku berdering karena sebuah panggilan masuk. Setelah ketahuan hamil, Ibu menyuruhku untuk lebih banyak istirahat. Karena kata Ibu, kehamilan ku ini sedikit rewel. Apalagi ini masih trimester pertama yang pastinya masih teler-telernya. Kuraih hp yang tergeletak tak jauh dari tempat ku berbaring, kemudian melihatnya. Ternyata Mas Dendi lah yang sedang menelponku.Dengan semangat 45, aku pun langsung mengangkat panggilan darinya. Dan sudah pasti, senyum ku pun memgembang."Hallo, iya Mas!" Ucapku "Lus, kamu beneran kan? Kamu gak bohong kan?" Pertanyaa Mas Dendi langsung memberondong ku."Iya Mas, masa' iya aku bohong sih sama kamu Mas?" "Alhamdulillah... Ya Allah Lus, kamu tau aku begitu bahagia. Hiks!" Dari nada suaranya, Mas Dendi begitu terharu."Mas nangis?" "Mas cuman bahagia Lus, Mas gak nyangka akhirnya kamu hamil juga. Tapi....!" Ucapanya terhenti.Tapi aku paham maksut dari ucapan Mas Dendi ini. Tapi dia juga sudah mengham
Aku dulu memang sangat mencintai Lusi. Apapun yang dia inginkan, sebisa mungkin bakal aku turutin.Tak ada kata penolakan yang bakal keluar dari mulutku ini, semua ucapannya pasti ku iyakan. Tapi ada satu hal yang mengganjal hatiku. Aku ingin keturunan. Sudah hampir lima tahunan aku dan Lusi menjalin rumah tangga, tapi kami belum juga dikarunia i seorang anak.Lantas aku harus bagaimana? Apakah aku harus menunggu terus dengan sabar? Tapi sampai kapan? Aku juga tak tau kapan umurku akan berakhir. Tapi setidaknya sebelum umur ku usai, aku sudah memiliki seorang penerus.Semakin hari aku semakin bimbang. Ingin rasanya menyudahi hubungan ku dengan nya, tapi aku masih terlalu cinta."Ini pesanan nya ya Pak!" Ucap seorang pelayan restoran saat kapalku sedang bersandar dan kami makan malam disuatu kota.Aku melihat gadis ini begitu manis, dengan postur tubuh yang aduhai menggoda iman. Ku lirik name tag nya, dan kulihat nama yang tertera disana "Laras".Aku pun tersenyum manis padanya, dan di
Hallo Mas!" Sapanya begitu lembut saat mengangkat telepon ku."Lagi apa Ras?""Nih, lagi santai sama calon anak kamu. Oh iya, uda makan belum?" Tanya nya.Aaah, Laras benar-benar perhatian sekali. Bahkan Lusi pun jarang menanyakan hal sekecil ini tapi mampu membuat ku merasa dipedulikan. Tak seperti Lusi yang hanya lebih sering menanyakan uang dan uang.Untung saja aku cinta. Kalau tidak, mungkin aku sduah meninggalkan nya."Sudah kok. Kamu juga sudah makan apa belum? Jangan sampai telat makan ya?" "Iya Enggak Mas." Jawab nya seraya tersenyum."Oh iya Ras, mobil yang kujanjikan pada Lusi sudah datang hari ini. Ku rasa dia begitu bahagia!" Ucapku.Tapi Laras tak menanggapi ucapan ku."Halo Ras kamu masih disana?" Tanya ku.Karena memang seketika suasana jadi hening. Hanya terdengar suara helaan napas yang berat keluar dari mulutnya."Iya masih Mas. Tapi aku ngantuk mau tidur dulu. Capek!" Jawab nya seketika cuek."Oh yasudah kalau gitu, kamu istirahat dulu gih. Met tidur ya sayang dan
Setelah semua kejadian yang menimpa Lusi, awalnya dia begitu terpukul dan hampir depresi. Karena dia memang bakal tak bisa mempunyai anak untuk selamanya.Berkat kesabaran Ibunya, dan juga Bowo yang selalu memberi dukungan, perlahan Lusi mampu menerima takdirnya.Begitupula Dendi yang juga perhatian pada nya pasca kehilangan buah hati mereka. Tapi semenjak kehadiran Romi, mantan pacar Lusi dulu, hidupnya berubah. Terutama hubungan nya dengan Dendi.Rama, lelaki yang dulu mencintai Lusi sepenuh hati. Tapi karena dulu dia belum memiliki pekerjaan yang mapan, dia pun memilih untuk mundur. Apalagi waktu itu dia melihat Lusi yang juga sudah dekat dengan Dendi yang memiliki pekerjaan dengan penghasilan yang lumayan besar.Hingga akhirnya, dia pun memilih untuk merantau. Bekerja jadi kontraktor disebuah tambang."Lus...!" Sapa Rama saat mereka bertemu membeli martabak disebuah sentra PKL bersama Narendra."Rama....!" Balas Lusi yang juga tak kalah bahagia dan mereka pun bersalaman."Anak kam
Jangan lupa like, komen dan follow cerita-cerita ku yang lain...*****"Astaghfirullah... Kenapa cuman segini mas. Biasanya kamu memberiku 3 Juta sebulan. Kenapa ini cuman 800 Ribu?""Mana cukup buat hidup sebulan mas!! Apalagi harus bayar SPP Anita. Beras, minyak, gula pasir, kopi, semua juga sudah pada habis. Kamu gimana sih mas??" Cerocosku pagi hari saat mas Bowo menyerahkan gajiannya kepadaku."Halah berisik banget sih Da, kamu cukup-cukupin tuh uang segitu. Lagian kamu harus tau, ibuku perlu biaya berobat. Kamu mau ibu tambah sakit, hah????" Bentak mas Bowo"Tapi mas, kamu kan juga bisa patungan sama si Lusi adik kamu. Bukan berarti kamu harus membiayai sendiri!!"Heh, kamu harus tau Da. Aku tuh anak lelaki, kewajiban utama ku tetap kepada ibuku, bukan kamu.""Tapi mas, kalau sudah menikah yang lebih utama itu kebutuhan istri. Rumah tangga kita. Baru yang lainya...""Aku juga gak masalah kalo harus bantu ibuk.. Tapi kan mas bisa memberikan satu juta dulu, biar yang 2 Juta bisa k
Setelah semua pekerjaan rumah dan menjemur pakaian rampung, aku merebahkan tubuhku sebentar di sofa sembari memainkan gawaiku.Entah kenapa aku masih merasa sebal dengan Mas Bowo. Karna sudah ketiga kalinya, Mas Bowo tak mengajak ku untuk berunding mengenai masalah pemberian uang kepada ibu.Padahal aku sama sekali tak pernah mempermasalahkan berapa pun besar jumlah uang yang akan diberi ke ibu bila dia jujur padaku..Kulirik jam dinding sudah menunjuk kan pukul 10, bergegas diri ini bangkit dan menuju dapur. Karena hari ini aku menerima pesanan 15 box donat yang harus aku antar pukul 2 siang."Assalamualaikum..." Ku dengar suara Anita yang baru saja pulang sekolah"Waalaikumsalam. Nit, habis ini bantuin ibuk bikin donat ya soalnya sebentar lagi mau ibuk kirim ke pelanggan." "Iya Buk, Anita ganti baju terus makan dulu. Laper." Aku mengangguk dan membiarkan Anita pergi. Ya, aku hanya memiliki seorang putri bernama Anita. Bukan karena aku tidak berniat memiliki anak lagi, tapi karena
Jangan lupa like, komen, dan subscribes ya..******Setelah seharian menjalankan aktivitas dan melaksakan sholat isya, akupun beristirahat melepas lelah. Akupun bersandar sembari melihat gawai ku, sebelum kembali berkutat membuat pesanan kue lamaran yang pagi-pagi sekali akan diambil pembeli. Sejenak aku berpikir, apakah Mas Bowo sudah tahu, kalau sebenarnya ibu sudah tidak sakit lagi, dan beliau sudah bisa berjalan? Aah entahlah, nanti saja aku bertanya kepadanya. Aku masih marah dengan Mas Bowo yang tak pernah menghargai ku sebagai istri. Bergegas kulangkahkan kaki ini kembali ke dapur untuk membuat kue. Karena sepertinya hari ini aku bakal melembur hingga dini hari, tak apalah yang penting jualan ku laris manis. Dan aku bisa membuka toko kue ku sendiri."Ngelembur bu??" Kulihat Anita berjalan kearah ku"Iya nduk, pesanan buat besok pagi ke tetangga. Bantuin gih, mumpung masih jam 8. Biar cepet selesai juga.""Iya bu. Aku seneng banget kalau jualan ibu ramai gini. Semoga tabungan
Jangan lupa like, komen dan subscribe ya.. Dan jangan lupa beri rating bintang 5 buat novel ini. Biar makin semangat up nya.. Hapy reading dear....*****Mas Bowo dan Anita pun pergi. Tapi tumben, pagi ini Mas Bowo pergi bekerja mengendarai mobil. Padahal biasanya dia lebih suka naik sepeda. Biar gak macet katanya, karena memang daerah tempat tinggalku sedikit macet kalau jam berangkat dan pulang kerja."Alhamdulillah, sudah ada uang 4 Juta, habis ini aku mau pergi ke bank. Biar uangku makin banyak." Ucapku dalam hatiYa memang itulah kebiasaan ku setelah mendapatkan uang dari hasil berjualan, ku kumpulkan terlebih dahulu, setelah itu baru aku setorkan ke bank, biar lebih aman saja.Memang, Mas Bowo tak pernah bertanya berapa keuntungan ku dari berjualan, bahkan diapun tak tahu kalau aku mempunyai tabungan yang cukup besar pula. Yang dia tau, pendapatkan ku dari jualan hanya menghasilkan uang yang sedikit meskipun ramai.Hari ini pesanan rotiku membludak, hingga aku membutuhkan bantua