Share

05 - Negosiasi

Sarla sudah membuat keputusan. Telah dirinya pikirkan matang sejak semalam akan jalan diambil. Menangis dan meratapi nasib tidak mampu untuk mengubah apa pun dalam kondisi dihadapinya.

Yang dibutuhkan adalah cara bertahan. Menyerah sama saja melukai harga diri. Sarla enggan dicap wanita lemah menerus oleh pria bernama Wilzton. Ia bisa menjadi orang lebih baik dan kuat lagi. Hanya tinggal memberikan pembuktian.

Tak ada uang untuk menyelamatkan selain dirinya sendiri. Sarla berpikir bahwa ia tengah bertempur di medan perang. Sudah bertekad akan menang dan mengalahkan Wilzton Davis dengan caranya. Ia yakin akan sangat bisa menaklukan pria itu. Uang Wilzton pun menjadi target utamanya.

Mengenai hukuman diberikan ayah dan sang ibu. Ia akhirnya bisa menerima. Memanglah harus juga dijalani sebagai penebusan kesalahan.

Minimal harus memberikan bukti kepada orangtuanya jika ia bisa berubah menjadi lebih baik dengan pelajaran seperti ini. Sarla bertekad saat semuanya sudah selesai, ia akan kembali pulang dengan sifat yang lebih baik lagi. Tentu, bisa membuat bangga kedua orangtuanya. Kebiasaan buruknya ditinggalkan.

"Apakah ini benar kamar dia?" Sarla bergumam pelan sembari mengamati pintu besar di depannya yang sedang tertutup rapat. Keadaan sekitar sepi.

"Aku harus bagaimana? Langsung mengetuk atau aku tunggu dia keluar dulu?" Sarla pun melanjutkan monolog masih dengan suara yang seperti tadi.

Tak dibiarkan dirinya mengambil keputusan terlalu lama. Hanya dibutuhkan lima detik saja berpikir dan juga memantapkan kehendaknya masuk ke ruang tidur Wilzton. Segala risiko tentang sikap dan reaksi dari pria itu sudah siap ditanganinya. Sebab, ingin segera diselesaikan masalah.

Terutamanya soal kesepakatan yang sempat dibicarakan pria itu. Dengan langkah kaki kian pelan, Sarla berjalan ke dalam setelah menutup pintu. Aroma dari pewangi ruangan yang sangat harum terhirup hidungnya.

Cahaya lampu menerangi ruangan yang baginya luas. Hampir sama dengan kamar tidurnya. Hanya saja tidak terlalu ada banyak benda. Sofa, ranjang ukuran besar, meja kerja. Wardrobe terletak di sisi lain ruangan. Begitu juga dengan kamar mandi ada di salah satu sudut. Cukup jauh, tetapi bisa dilihat.

"Dia pasti sedang ada di sana," gumam Sarla pelan dalam nada mantap. Mengungkapkan kesimpulan yang muncul di kepalanya secara tiba-tiba tentang keberadaan Wilzton. Didukung dengan terdengar gemericik suara shower memasuki telinganya.

Lantas, diputuskan untuk berjalan ke arah balkon. Dirinya seperti ditarik oleh magnet. Walau, kedua mata hanya diberikan suguhan langit malam tanpa banyak bintang yang menerangi. Namun, tetap saja keinginan kuat berdiri di depan balkon kian kuat. Ia pun berhasil melakukannya tak sampai satu menit. Semilir angin menyambutnya. Udara lebih dingin. Tetapi, tetap menyejukannya. Pemandangan taman kini menjadi momen diabadikan oleh matanya.

"Miss Sarla ...,"

Suasana hati yang baru saja tentram, kembali jadi terusik karena panggilan diterimanya dengan nada sinis. Tentu, Wilzton Davis adalah pelakunya. Ia pun memilih membalikkan badan agar dapat tahu lebih jelas keberadaan dari pria itu, tentu saja.

"Kenapa kau berpenampilan seperti ini?" tanyanya dengan spontan sebab begitu merasa terkejut.

Siapa pun akan bereaksi sama saat di depannya disuguhkan pemandangan pria yang tengah tidak mengenakan baju, bertelanjang dada.

Sementara, bagian bawah hanya dililitkan sebuah handuk saja. Belum lagi tubuh Wilzton tampak basah, entah karena air ataupun keringat. Tidak dapat dipastikan dengan jelas. Namun, harus diakui jika pria itu kian terlihat seksi, gagah, tampan, dan memesona.

"Aku habis mandi. Belum berpakaian. Jangan kira aku akan mengajakmu bercinta, Miss Sarla."

Sarla memelototkan kedua mata ke arah Wilzton yang berjalan mendekat. Ia pun dengan refleks melangkah mundur. Kemudian, kepalanya digeleng-gelengkan. Tatapan kian dilekatkan. Dada mulai panas akan tuduhan dilayangkan pria itu.

"Aku tidak pernah berpikir aku dan kau akan tidur bersama, apalagi sampai bercinta. Kau bukanlah pria yang aku inginkan." Sarla menjawab tegas. Tak lupa menunjukkan juga nada bicara yang sinis.

"Hahaha. Begitukah? Lalu, kenapa kau masuk ke kamarku malam begini, Miss Sarla? Kau jangan jual mahal. Aku tidak akan menolak tawaranmu."

Sarla semakin emosi mendengar celotehan Wilzton yang masih menuduhnya secara sepihak. Dilempar lagi sorot mata lebih tajam. "Aku sudah bilang aku tidak mau melakukan apa pun denganmu. Bercinta atau mendapatkan kepuasan seksual bersamamu."

"Maaf jika aku lancang ke kamarku tanpa meminta izin terlebih dahulu. Aku hanya ingin membicarakan soal kesepakatan yang pernah kau katakan. Aku rasa aku setuju tentang itu demi menjaga ak--"

Tak dapat diselesaikan ucapan akibat gerakan dari kedua tangan Wilzton begitu cepat menariknya. Ia tidak memiliki waktu melawan juga karena pria itu sudah mengangkat tubuhnya. Benar, digendong. Tentu usaha dalam melawan dilakukan agar bisa segera diturunkan. Namun, nyatanya tak berhasil. 

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Ayu Olivia Nur
Kakak ditunggu kelanjutannya yaaa
goodnovel comment avatar
juliet
halooo kaka author,, ditunggu lanjutannya,,, pinisirinnnnn euy
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status