Share

2. ALASAN NONGKRONG

UANG YANG DISEMBUNYIKAN SUAMI DARI ISTRINYA - Alasan Nongkrong (2)

POV TEGUH

Malam ini, Aku pergi ke warungnya Sindy---Janda beranak satu itu. Seperti biasanya, Aku selalu beralasan pada Andin akan nongkrong dengan teman-temanku di warung hanya untuk menghilangkan rasa capek dan penat. Padahal, Tidak hanya itu. Sebenarnya, Selama tiga bulanan ini, Aku mengkhianati pernikahan kami dengan selingkuh dengan Sindy.

***

Dan soal uang gaji-ku yang selalu kurang, Sebenarnya uang itu aku berikan pada Sindy, bukan untuk benerin motor ataupun dipinjamkan pada temanku yang anaknya tengah sakit. Aku terpaksa berbohong agar perselingkuhan ini tetap aman. Aku sudah terlanjur mengkhianati pernikahanku dengan Andin.

Aku juga sudah terlanjur menikmati perselingkuhan ini. Sindy memiliki tubuh yang mon-tok, Yang enak dilihat untuk penghilang rasa penat.. Tak hanya itu, Sindy juga sangat pandai merayu dengan sikapnya yang manja dan agresif, ia tidak membosankan. Bersama Sindy rasanya selalu menggai-rahkan.

Tidak seperti bersama Andin, Semakin lama aku semakin merasa jenuh dengan pernikahanku ini. Andin tidak bisa berpenampilan yang menarik dan enak dilihat lagi. Apalagi, Semenjak ia memiliki anak, Aku rasa ia semakin tidak bisa merawat dirinya sendiri. Sebagai lelaki normal, aku butuh pen-cuci mata. Aku butuh sosok wanita yang juga bisa memuaskan diriku.

Ditambah lagi, Andin wanita yang terlalu penyabar. Ia hampir jarang marah, ia hampir jarang mere-coki hidupku, atau cemburu padaku. Hal itu membuat pernikahan ini semakin lama semakin terasa hambar.

Dulu, Sebelum ia menikah denganku, ia wanita yang cantik dan manis. Wajahnya terlihat indah, enak dilihat dan selalu membuat aku merasa bahagia. Penampilannya juga selalu rapih dan sopan. Tapi setelah menikah denganku, semakin lama, Sekarang wajahnya nampak tidak segar, Wajahnya nampak kusam dan lelah. Ia selalu membuatku jenuh setiap kali melihat dirinya. Ia juga sudah tidak lagi bisa berpenampilan memakai pakaian yang rapih seperti dulu. Rasanya, Sekarang selalu terlihat seperti sudah ibu-ibu. Bagaimana mungkin aku tidak bosan.

Setelah sampai di warung, Aku bertemu dengan kedua teman-teman tetanggaku yang juga tengah nongkrong disana. Sifatnya juga hampir sama denganku. Mereka berdua sudah tahu perselingkuhanku dengan Sindy. Bahkan, Mereka ikut menutupi perselingkuhanku ini. Namanya Anton dan Roni.

Di meja bundar yang ada di luar warung ini, Aku dan mereka main kartu sembari mero-kok dan minum kopi. Hingga tak lama kemudian, Sindy---Si janda mon-tok dan yang juga merupakan selingkuhanku itu nongol dari pintu rumahnya.

"Mas Teguh!" Panggilnya dengan senyum yang ge-nit. Aku menyengir.

"Ekh, Sindy..." ucapku.

"Ayo masuk, Mas!"

"Udah, sana masuk, Guh!" Ucap Anton disertai cengiran.

Aku pun beranjak dari kursi, meninggalkan Anton dan Roni. Sebelum masuk ke rumahnya Sindy, aku melihat-lihat ke sekitar dengan rasa takut. Takut ada yang curiga dengan apa yang aku lakukan. Merasa aman, Aku pun masuk ke rumahnya Sindy.

***

Sindy adalah wanita seumuran Andin. Yaitu 27 Tahun. Meskipun usianya sama, Tapi Sindy terlihat lebih muda. Ia masih satu kampung denganku. Ya, Kami tetanggaan. Jarak kontrakan ku ke rumahnya Sindy hanya terhalang lima rumah saja, sehingga jika aku mau menemui dia, cukup mudah sekali karena jarak yang dekat dan karena bisa beralasan pada Andin dengan alasan ingin nongkrong di warung.

Aku duduk di sofa di ruang tamu rumahnya Sindy. Tak lama Sindy juga duduk di sebelahku.

"Adit sama ibu sudah tidur ?" Tanyaku. Adit adalah anaknya yang masih berusia tiga tahun. Berbeda satu tahun dengan Talia, Putriku. Sindy mengangguk. Sedangkan ibunya Sindy bernama Bu Murti. Sindy tinggal bersama ibunya lagi setelah ia berpisah dengan mantan suaminya satu tahun lalu.

"Udah! Makannya aku suruh kamu masuk! Biar kita lebih bebas berduaannya!" Aku hanya tersenyum. Baguslah kalo begitu, aku jadi nyaman berduaan dengan Sindy.

Setelah beberapa menit, Aku dan Sindy pun ngobrol banyak hal. Dengan manja, Sindy menyenderkan kepalanya di bahuku, Sedangkan aku sekarang tengah mengisap ro-kok. Aku selalu senang dengan perlakuannya ini.

Sindy mengangkat kepalanya dari bahuku. "Oh iya, Mas. Aku butuh uang untuk beli bedak dan beli skincare lainnya. Bedak aku dan yang lainnya sudah hampir habis!" ucap Sindy.

"Oh, Kalo sekarang aku belum gajian, Sayang. Aku gajian tinggal beberapa hari lagi. Gak papa ? Emang berapa kamu butuhnya ?" tanyaku.

"Sekitar tiga ratus ribu, Mas!"

"Oh, Yaudah. Kalo aku udah gajian, aku kasih kamu lima ratus ribu ya, kayak biasanya."

"Yang bener, Mas ?!" Sindy nampak senang. Aku mengangguk.

"Iya, Beneran." Jawabku. Ia pun langsung menggaet siku tanganku dan lalu menempelkan kembali kepalanya di bahuku.

Aku tidak merasa rugi jika memberikan uang pada Sindy. Karena jika Sindy menjadi cantik, aku juga yang enak melihatnya.

***

Setelah cukup lama, Teguh menci-um pipi Sindy. Tiba-tiba ada Bu Rahma yang datang ke warung., Tidak sengaja Bu Rahma melihat dari luar kaca apa yang tengah Teguh dan Sindy lakukan. Wanita yang cukup paruh baya itu hanya menggelengkan kepalanya sembari mengucapkan istighfar.

"Astaghfirullah... Ternyata seperti ini kelakuan Teguh. Andin pasti akan sangat sedih jika tahu semua ini." batin Bu Rahma.

Bu Rahma memilih untuk pura-pura tidak tahu, Tatapannya beralih pada Anton dan Roni yang tengah main kartu. Anton dan Roni acuh tak acuh dengan kehadiran Bu Rahma.

"Beli!" Ucap Bu Rahma. Teguh dan Sindy yang ada didalam langsung terkejut dengan Kehadiran Bu Rahma.

"Bu Rahma ?! Tadi dia liat kita lagi itu gak, ya ?!" ucap Teguh was-was. Sindy ikut ketakutan karena takut perselingkuhannya tersebar ke warga.

"Aku juga gak tau, Mas! Aku mau buka pintu dulu!" ucap Sindy. Ia pun berdiri membuka pintu, menanyakan apa yang akan dibeli oleh Bu Rahma. Bu Rahma yang pura-pura tidak tahu itu, membuat Sindy cukup merasa lega karena menyangka Bu Rahma tidak melihat apa yang terjadi barusan.

Bu Rahma pun membeli mie dan telor sesuai dengan tujuan awalnya ke warung. Namun, di dalam hatinya Ia berniat untuk memberi tahu Andin.

***

POV ANDIN

Keesokan harinya...

Dengan tidak enak hati, Aku pun mencoba kembali meminjam beras pada Bu Rahma, tetangga yang menurutku paling baik padaku

Di kampung ini, Hanya pada Bu Rahma aku berani meminjam beras dan meminta bantuan lainnya, karena merasa sangat dekat. Ini sudah ketiga kalinya aku meminjam beras pada Bu Rahma. Yang pinjaman beras kemarin sudah aku kembalikan. Dan sekarang malah mesti pinjam beras lagi. Jujur saja, Rasanya, malu sekali.

Setelah beberapa menit duduk menunggu diluar rumahnya, tak lama kemudian, dengan raut wajah yang ramah, Bu Rahma keluar dari pintu rumahnya sembari menenteng kantong kresek hitam berisi beras satu liter itu.

"Ini, Din. Satu liter 'kan ?" tanya Bu Rahma, Wanita yang sudah berusia sekitar 50 tahun lebih. Segera aku berdiri.

Dengan penuh rasa syukur, Aku pun menerimanya.

"Iya, Bu. Satu liter. Terimakasih ya, Bu. Ibu selalu mau kasih pinjam Andin beras." Wanita dengan hijab berwarna oren itu mengangguk dengan senyumnya yang tak pudar.

"Iya, Gak papa. Tapi, Maaf Nak, bukannya ibu mau ikut campur sama masalah pribadi kamu, ibu cuma peduli sama kamu, kok tumben sekali kamu pinjam beras ? Apa sedang ada masalah dengan perekonomian kamu ?" tanyanya dengan hati-hati sekali. Bu Rahma begitu menjaga perasaan.

Aku mengangguk. "Iya, Bu. Soalnya, Sekarang Andin tengah tidak punya uang sama sekali untuk membeli beras. Sekarang, Andin juga gak ada sayuran untuk dijual." tuturku. Bu Rahma manggut-manggut dengan raut wajahnya yang tampak penuh rasa kasihan padaku. Rasanya, hidupku memprihatinkan sekali sampai mesti dikasihani.

"Eum, Maaf Nak, Bukannya ibu berburuk sangka juga. Tapi, Ibu sering lihat suami kamu itu sering nongkrong di warung dan dan ibu juga pernah lihat suami kamu dekat dengan Sindy."

Deg. Aku tertegun dengan ucapan Bu Rahma. Seketika tubuhku terasa melemas mendengar apa yang dikatakan olehnya. Mas Teguh dekat dengan Sindy ?

Ucapan Bu Rahma seolah mengatakan jika Mas Teguh telah berselingkuh.

"Maksud, ibu ?" tanyaku, memastikan bahwa apa yang aku pikirkan tentang Mas Teguh, tidaklah benar.

Wanita paruh baya dihadapanku ini menghela nafasnya, kemudian ia menaruhkan telapak tangannya di bahuku.

"Nak, Ibu tidak bermaksud ingin menghancurkan rumah tangga kamu. Sekali lagi, ibu benar-benar peduli sama kamu, Din. Ibu udah anggap kamu seperti anak sendiri. Nak... Sebaiknya, kamu cari tahu kebenarannya sendiri. Sebenarnya ibu sudah lama merasa curiga jika suami kamu dekat dengan Sindy anaknya Bu Murti itu, tapi ibu baru bisa sekarang mengatakannya sama kamu, karena ibu rasa kamu sudah waktunya menghentikan apa yang suami kamu lakukan."

"Ibu tidak mau kamu dibohongi terus oleh suami kamu, Nak." Kali ini Bu Rahma menepuk-nepukan tangannya di bahuku ini.

Aku menghela nafas, berusaha untuk menerima kenyataan ini. "Bu, Apa ibu sudah yakin Mas Teguh selingkuh dari Andin ?"

Wanita itu menurunkan tangannya. "Apa

seorang suami yang men-cium wanita lain, masih bisa dibilang tidak ada apa-apa ?" tanyanya.

"Ibu pernah melihatnya sendiri ?" Bu Rahma mengangguk.

"Iya. Waktu malam tadi ibu ke warungnya Bu Murti, dan tidak sengaja melihat Teguh suami kamu tengah men-cium Sindy di dalam rumahnya. Kelakuan mereka terlihat dari kacanya. Namun, saat itu ibu langsung pura-pura tidak tahu. Ibu langsung pura-pura tidak melihat apa yang mereka lakukan." tuturnya, lagi-lagi aku merasa terkejut.

"Andin tidak habis pikir, Bu. Bukankah Sindy tinggal bersama ibunya, ibu Murti. Jika memang Mas Teguh dan Sindy selingkuh, Kenapa Bu Murti diam saja ?" Bu Rahma kini menggelengkan kepalanya.

"Itu juga yang membuat ibu tidak habis pikir, Nak. Ibu juga belum tahu pasti, suami kamu selingkuh atau tidak. Tapi... Ibu bicara seperti ini karena ibu ingin kamu mencari kebenarannya saja. Ibu tidak tega kalo sampai kamu dikhianati." ucapnya.

Ucapan Bu Rahma aku dengarkan baik-baik dan akan aku buktikan kebenarannya. Yang aku tahu, Bu Rahma adalah orang yang baik dan menjalankan agama dengan baik, jadi rasanya tidak mungkin Bu Rahma berkata tidak jujur.

Setelah dari rumah Bu Rahma, aku pun kembali kerumah untuk segera memasak berasnya. Kasihan Talia, aku tidak mau Talia sampai tidak makan nasi lagi seperti kemarin.. Aku tidak tega, Anak yang masih kecil itu sudah harus terkena imbas karena hidupku yang kesusahan.

***

Sembari menenteng kresek hitam berisi beras, Aku berjalan masuk menuju pintu rumahku dengan terus kepikiran pada ucapan Bu Rahma.

Tentang suamiku, yang memang beberapa bulan ini memang jadi sering nongkrong ke warung, Lalu tentang Sindy seorang janda anak satu itu.

Aku tidak bisa membayangkan jika sampai Mas Teguh ada main dibelakangku bersama wanita lain. Selama ini, Aku selalu percaya pada Mas Teguh tanpa menaruh sedikitpun rasa curiga. Bahkan, aku pun baru sekarang ini sampai berpikiran jika Mas Teguh ke warung tak hanya sekedar untuk nongkrong, tapi untuk bisa dekat dengan Sindy. Apa ini semua benar ?

Memang pernah ada desas-desus dari tetangga yang mengatakan jika mereka takut suaminya akan digoda oleh Sindy, Karena alasan Sindy sudah menjadi janda. Tak hanya itu, yang membuat beberapa wanita di kampung sini menjadi risih, karena selain Sindy memiliki postur tubuh yang begitu memikat bagi kaum adam, dia juga kerap sekali berpakaian ketat bahkan sek-si. Bagian tertentunya yang menjadi pemuas mata kaum adam, memang cukup mempesona. Apalagi dengan pakaiannya yang minim dan ketat.

Ditambah lagi Sindy juga lihai dalam penampilan seperti merias dirinya sendiri dengan make up yang membuatnya terlihat tambah cantik. Aku mengakui jika ia begitu cantik dan pandai berdandan. Sindy juga wanita yg dikenal mudah akrab, baik dengan kaum wanita maupun kaum laki-laki.

Dan apa mungkin Mas Teguh juga terpikat oleh sindy sampai tega mengkhianati aku ?Aku harus segera mencari tahu agar tak terus kepikiran soal masalah ini! Kalau sampai itu benar, Aku tidak tahu apa aku masih bisa memaafkan Mas Teguh atau tidak!

***

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status