Bang Angga ...." Aku menoleh ke belakang, seketika jantung berpacu dua kali lebih cepat, Ratna berdiri mematung, cangkir kopi di tangannya terlepas, lalu minuman itu tumpah seiring beradunya wadah dengan lantai keramik yang dipijaki istriku.Ya Tuhan.Dalam kegamangan yang belum pulih, Ratna memutar tubuhnya, setengah berlari dia memasuki rumah, sempat kulihat ia menyeka sudut matanya sebelum akhirnya menghilang di balik pintu. "Kau masih menggenggam tanganku bahkan setelah istrimu marah melihat kita," ucapnya dengan nada mengejek, aku menyentak kasar tangan perempuan licik itu, dia malah tersenyum sinis. "Awas kamu, Raya! Saya tidak akan tinggal diam atas semua yang sudah kamu sebabkan pada keluarga saya!" Hardikku seraya menudingnya penuh amarah, wanita berkelakuan bak iblis, itu tertawa penuh kemenangan. Sial! Aku berlari ke rumah, seperti kesetanan aku menerjang pintu, tujuanku adalah kamar utama, kamar kami berdua."Sayang! Ratna ... bukan pintunya!" seruku seraya mengetuk pin
Selamat membaca!*****Setelah cek-cok ringan hari itu, hubunganku dan Ratna kembali membaik, istriku itu tak segan minta maaf, pribadi yang sedari dulu aku suka darinya.Hari ini kami berencana menyambangi kediaman Ustaz Yusuf, anjuran Yanto. Namun kami harus menundanya karena salah satu warga desa sedang ditimpa musibah.Bu Siti yang tinggal di tempat paling ujung desa kami meninggal dunia subuh tadi, aku dan Ratna bersiap melayat ke rumahnya.Setiba di rumah penuh suasana duka tersebut, kami langsung masuk, Pak Ali selaku lurah dan kerabat Almarhumah menyambut kedatangan kami.Ratna berbaur bersama para ibu-ibu, ia turut mengambil Yasin dan membacanya di dekat si mayit, sedang aku dengan Pak Ali duduk lesehan di dekat pintu, wajahnya menyiratkan kesedihan, wajar, siapa pun akan merasa iba, mengingat almarhumah tinggal seorang diri tanpa sesiapa mengurusi.Bahkan, aku mendengar kabar, beliau ditemukan tak bernyawa subuh tadi, tetapi sudah tiada entah sejak kapan, kasihan sekali."As
Selamat membaca!*****Rhaam! Bulu kudukku merinding melihat Ratna. Hijab istriku sudah tertanggal, rambut panjangnya yang tergerai menyentuh pinggang, kini berantakan menutupi sebagian wajahnya. Bertambah dingin ujung-ujung jemariku saat tatapan kami bertemu, dia menatapku dengan seringai lebar, dari sela-sela rambutnya.Kakiku terpaku di tempat, Ratna melangkah santai menghampiriku, seringai itu masih tak lekang di bibirnya, "Suamiku sudah kembali rupanya?" tanya dia dengan suara berbeda."Apa yang kamu lakukan, Ratna? Pakai kembali hijabmu!" seruku penuh penekanan, di sekeliling kami para warga yang entah datang sejak kapan sudah berkerumun, menjadikan kita sebagai objek tontonan."Hahahah ... untuk apa aku menutupnya, bukankah rambut ini begitu indah, hem? Hahahaha ...." tawanya melengking dengan kedua tangan terus menyusuri rambut panjangnya."Ratna! Apa yang terjadi denganmu?" Dia terdiam, lantas melihatku dengan tatapan penuh amarah."Ratna, Ratna! Istrimu itu sudah mati! Dan
Selamat membaca!*****Dua hari berlalu, selama itu pula aku mencari tahu tentang ustaz usulan Yanto, punya koneksi dengan beberapa teman di sana, membuat urusanku lebih mudah tentunya.Menurut penuturan mereka, ustaz yang katanya bernama Yusuf itu memang kesehariannya menjalankan praktik rukiah, beliau sudah berumur lima puluh tahun, mempunyai sebuah pondok pesantren yang terbilang cukup dikenal di sana.Setelah sama-sama memantapkan hati bersama Ratna, akhirnya kita berdua memutuskan untuk menyambangi kediaman Ustaz Yusuf tersebut. Bermodalkan tekad dan nekat, hari ini kami berangkat ke sana.Dua jam menempuh perjalanan, akhirnya tiba di tempat tujuan, sebuah pondok pesantren dengan halaman yang begitu asri, seorang santriwan menyambut kedatangan kami, pemuda itu mengantar kami ke rumah yang ditinggali Ustaz Yusuf.Aku terkesima melihat rumah sederhana yang begitu teduh, tidak ada tembok, hanya dinding berbahan papan yang menjadi tabirnya, jendela dan pintunya pun terkesan kuno, tid
Selamat membaca!*****"Argh! B*jingan! Belum puas juga kau membakarku kemarin! Aaaaargh, panaaaas!"Teriakan Ratna menggema, sedangkan Ustaz Yusuf tak menghentikan aksinya, beliau terus membacakan ayat-ayat ruqyah tanpa henti, malah lebih melantang."Hentikaaaan! Tua bangka! Hentikaaaaan, argh!"Ratna berteriak murka, kedua tangannya bergetar, kakinya juga menyentak-nyentak ke lantai, ia mengesot, berusaha menggapai Ustaz Yusuf, tetapi aku lebih sigap menangkap tubuhnya.Dia terus meronta minta dilepaskan, aku lihat banyak peluh mengucur membasahi wajah dan bagian depan hijabnya. Ustaz Yusuf mendekat, beliau memberiku isyarat agar mengunci pergerakan Ratna.Dengan samadahnya pria paruh baya itu melapis telapak tangan, lalu dihulurkan hingga menyentuh kening istriku yang sejak tadi terus meronta."Huhuhu ... uughh, huhuhu ... hentikaaaaaan!" teriaknya melengking, aku sempat terenyuh melihat betapa dia kesakitan. Namun lekas kutepis rasa itu saat mengingat kalau itu bukan Ratna istriku
Prang!Suara gaduh barang jatuh terdengar memekakkan telinga, dapat kupastikan itu bukan dari rumahku, suara itu dari rumah di depan sana.Rumah Raya.Aku berusaha tak menghiraukan, tetapi aku tak tahan dengan rasa penasaran, akhirnya kusibak sedikit tirai jendela kamar yang memang berhadapan langsung dengan rumah perempuan licik itu.Aaaarh! Prang! Prang! Suara pecahan dan bantingan itu terus saja terdengar, aku memicingkan mata, sayang dari tempatku duduk tak terlihat apapun, jendela dan pintu semua dalam keadaan tertutup.Ah, apa peduliku? Biar saja di mati sekalian, manusia sepertinya yang suka mengacaukan hidup orang lain hanya akan jadi perusak saja jika hidup.Biar kutebak. Paling perempuan itu sedang melampiaskan amarahnya karena jin utusannya terbakar karena diruqyah Ustaz Yusuf, semoga jin itu menuntut balas padanya karena memenuhi keinginannya lah dia terluka.Gegas aku tutup kembali tirai jendela, tetapi saat belum tertutup sempurna, netraku melihat Raya keluar dari rumah
Selamat membaca!*****Di rumah Ustaz Yusuf aku mengeluarkan botol yang kutemukan semalam, memperlihatkan pada beliau setelah selesai meruqyah Ratna. Jujur aku ingin tahu apa isi botol itu, dari semalam aku terus menerka-nerka, apa ini racun yang akan dimasukkan orang misterius itu ke sumur kami? Supaya kami mati?Tapi dengan siapa aku bermusuhan? Seingatku hanya dengan Raya lah aku punya masalah dan bersitegang, selain itu tidak ada, harusnya. Ustaz Yusuf melihat botol itu dengan saksama, beliau juga membuka dan sedikit membauinya.Tiba-tiba beliau memanggil salah satu muridnya, beliau minta dibawakan kopi, aku menunggu dengan sabar demi mendengar penjelasannya.Sambil menunggu, aku juga mencoba interaksi kecil dengan istriku, semata agar ia tak terlalu tegang, bagaimana pun dia sudah melalui hal berat tadi. Ya, Ratna masih saja kesurupan saat Ustaz Yusuf meruqyahnya.Seperti yang beliau bilang ini butuh proses dan waktu, dan aku memaklumi itu, jika ditela'ah aku lah yang paling b
Selamat membaca!*****Setelah pemandangan petang itu, perasaanku tambah tak karuan saja, kelebat bayangan perempuan bergaun merah mengitari depan rumahku, kakinya yang pincang, orang misterius yang kulempar pisau yang juga terluka kakinya.Semua itu membuatku bertambah was-was, semua rentetan kejadian itu saling berkaitan, membentuk semua asumsi baru di kepalaku, mungkinkah hanya satu orang yang menjahati kami atau banyak tersangka lain yang sedang terlibat, dan hanya Raya saja yang tampak.Namun, di balik kejadian dan teror yang kami alami akhir-akhir ini, aku tak hilang akal, Ratna masih kubawa berobat pada Ustaz Yusuf, ikhtiar kami masih berlangsung dan kau pantang menyerah apa pun tantangannya.Ya, aku yakin teror itu hanya pengecoh, agar aku bosan dan berhenti usaha mungkin? Entah! Terpenting aku harus bisa mengatasi ini tanpa mengorbankan pengobatan Ratna.Sore ini, usai shalat Ashar, aku berpamitan pada Ratna hendak ke rumah Pak Lurah, ada yang harus kusampaikan pada beliau, d