Nico merebahkan diri di atas ranjang dalam kamar hotel, sejenak ia memejamkan mata melepas penat dalam pikirannya. Meski saat ini kakinya belum bisa bergerak namun ia sudah membiasakan diri untuk mengerjakan segalanya sendiri dengan bantuan kursi roda.
Ia harap menjadikan Almira untuk menggantikan Amanda adalah suatu keputusan yang benar untuk membalas Amanda dan keluarganya.
Tok…
Tok…
“Tuan,” panggil Joni dari luar pintu.
“Masuk.”
“Maaf Tuan, Ibu Anda menghubungi saya, beliau tanya mengapa ponsel Anda tidak bisa dihubungi?”
Nico merubah posisinya, ia duduk di pinggiran ranjang dan mengambil ponselnya yang berada di atas nakas. “Ah…pantas saja. Ponsel ku mati, aku belum sempat mengisi baterainya,” ucap Nico—memberikan ponselnya pada Joni untuk di charge.
“Hubungkan aku dengan ibu ku, Jon!” Perintahnya
Tidak perlu menunggu lama u
Nico masih setia di dalam ruang kerjanya setelah bertemu dengan dokter Yacob. Dari jendela ruang kerjanya ia menatap satu persatu kerabatnya pergi, serta dokter Yacob.Selama wanita itu masih menjadi istrinya, maka Almira berada dalam territorial perlindungan Nico. Jadi, saat ini ia hanya perlu mengikuti permainan yang diberikan dokter Yacob dan jika saatnya tiba maka BOOM, habislah keluarga Lucero.“Hai…” sapa dokter Nando—membuka pintu ruang kerja Nico.“Bisakah kau mengetuk pintu sebelum masuk?” ucapnya“Maaf…aku melihat dokter Yacob keluar dari sini. Apa yang sedang kalian bicarakan? Hingga membuatnya pergi tanpa berpamitan pada keluarga kita dan Almira!” tanya dokter Nando, penasaran.Nico memutarkan kursi rodanya menghadap dokter Nando. “Tidak ada…,” jawabnya singkat. “Mungkin ia sedang PMS.” Sambungnya santai dengan mengarahkan kursi rodanya ke ar
Rumah Sakit Karya Bakti“Dari hasil pemerikasaan yang telah di lakukan, dapat saya simpulkan Anda mengalami Paraplegia Spastik yang diakibatkan karena trauma kecelakaan yang Anda alami,” jelas Dokter Felicia—Dokter fisioterapi yang menanggani Nicolas.Paraplegia Spastik merupakan hilangnya kemampuan fungsi motorik bagian bawah tubuh, di mana otot-otot tubuh pada bagian yang mengalami kelumpuhan dalam kondisi kaku dan tegang.Hal tersebut disebabkan oleh kerusakan dari otak atau sumsum tulang belakang yang tidak dapat mengirimkan sinyal ke tubuh bagian bawah, akibat adanya suatu penyakit atau cedera.“Itu berarti kaki tuan Nico masih bisa sembuh, kan? Lalu berapa lama waktu yang dibutuhkan untuknya bisa berjalan kembali, Dok?” tanya Almira.“Untuk waktu penyembuhannya tidak bisa di pastikan. Asal tuan Nico rutin mengikuti jadwal terapi dan meminum obatnya secara teratur, saya rasa penyembuhannya akan lebi
Dua jam kemudian mobil itu berhenti di sebuah rumah tua yang masih tampak sangat kokoh dan asri. Almira yang tampak kebingungan bertanya-tanya untuk apa Nico membawanya kemari. “Ini rumah siapa?” tanya Almira penasaran. “Turunlah,” ucap Nico. “Mau apa kita di sini?” “Masuklah, nanti kamu akan tahu sendiri,” jawab Nico. “Aku masih ada urusan jadi masuklah sendiri ke dalam.” Tanpa bertanya dan membantah, Almira turun dari mobil. Nico meninggalkannya setelah Almira masuk ke dalam rumah tua itu. Almira masih penasaran rumah siapa itu? Dan kenapa Nico memintanya masuk, sebenarnya apa tujuan Nico melakukan ini. Gadis itu masuk dan hal pertama yang ia lihat adalah beberapa orang yang berpakaian perawat sedang membantu orang-orang tua yang biasa disebut lansia, ada yang sedang menyuapi wanita tua yang sedang duduk di atas kursi rodanya, ada juga yang sedang mengawasi para orang-orang yang telah lanjut usia. Di dalam ruangan ter
‘Hidupku menjadi semakin rumit ketika ibu memutuskan lebih memilih menikahi pria licik itu daripada mendengarkan permohonan putrinya sendiri,’ batin Almira. *** Almira menangis bermenit-menit lamanya hingga tanpa sadar ia mulai kehilangan kesadarannya dan akhirnya terlelap dengan posisi kedua tangan bertumpu lutut dan kepala yang tenggelam dalam lipatan kedua tangannya. Tok … Tok … Nico mengetuk pintu sekali dan tidak mendapati jawaban dari dalam. Ia mendorong gagang pintu, cahaya temaram dari lampu di atas nakas saat lampu lain sudah mati. “Almira…,” panggil Nico—heran dengan suasana kamar yang sunyi. Saat Nico masih memanggil-manggil nama Almira, Dokter Nando menghampiri Nico di dalam kamarnya. “Kenapa kau berteriak memanggil-manggil Almira? Apa ia tidak ada di kamar?” tanya Dokter Nando. “Entahlah … aku pikir ia sudah tidur tapi saat aku ingin membangunkannya ia tidak ada di sana! Tapi ponselnya ada
Sesampainya di kantor Nico. Almira dapat merasakan ribuan pasang mata sedang menatapnya ke arahnya saat ini. Ada yang menatapnya dengan sinis dan tidak suka, ada juga yang menatapnya kagum. Tentu saja yang menatap dengan kagum adalah para pegawai yang dijuluki kaum adam. “Nico, apa kau yakin akan melakukan hal ini?” tanya Almira. Nico memberi kode pada Joni untuk menghentikan kursi rodanya, lalu menatap Almira dengan datar. “Emm … begini, maksudku, aku tidak mengerti apa yang harus aku lakukan nanti. Aku hanya berpengalaman untuk merawat pasien. Aku tidak bisa bekerja menjadi sekretarismu!” ucap Almira. Nico tidak menggubris ucapan Almira. Ia meninggalkan Almira masuk ke dalam lift. “Kau mau ikut bersamaku naik atau kau akan tetap di sini menungguku?” tanya Nico saat ia sudah masuk ke dalam lift pribadinya. Almira melangkahkan kakinya mengikuti Nico masuk ke dalam lift dengan cemberut. *** Joni mendorong kursi roda Nico menuju
“Hey …,” sapa Almira pada Hanif saat memasuki kamarnya. “Aunty, Al?” jawab Hanif denga tersenyum. “Apa aunty menganggumu, Sayang?” Hanif menggelengkan kepala. “Aku senang aunty kemari. Aku tidak bisa tidur, bisakah aunty menceritakan sebuah dongeng untukku?” Almira menghampiri Hanif—ke tempat tidurnya. “Kemarilah,” ucap Almira. Hanif sedikit mengeser badannya dan menyandarkan kepalanya pada lengan Almira sebagai bantal. “Berdoalah dulu sebelum aunty membacakan dongeng untukmu,” kata Almira yang dijawab anggukkan oleh Hanif. Almira membacakan dongeng Pinokio pada Hanif. Belum habis dongeng yang dibacakan, Hanif sudah tertidur pulas di atas lengannya. Ia lalu meletakkan kepala Hanif di atas batal agar lebih nyaman dan membetulkan posisi selimut agar Hanif lebih merasa hangat. Dari balik pintu, Nando menatap interaksi antara Almira dan putra semata wayangnya. Ada sebuah rasa bahagia yan
Beberapa bulan kemudian … “Kesembuhan kaki Anda mengalami kemajuan yang sangat baik, Tuan. Dan Anda akan dapat berjalan kembali namun untuk sementara waktu harus menggunakan tongkat hingga kaki Anda benar-benar bisa berjalan seperti semula,” ucap dokter. “Apakah Tuan Nico masih harus menjalani terapi, Dok?” tanya Almira. “Tentu saja. Tuan Nico tetap harus menjalani terapi hanya saja jadwal terapi yang seminggu dua kali bisa dijadwalkan menjadi seminggu sekali dan sering latihan dirumah, selain itu tetap harus mengkonsumsi obat dan vitamin yang sudah saya berikan,” jelas dokter. ‘Terima kasih, Tuhan. Semoga Nico bisa segera bisa berjalan kembali,’ batin Almira. “Terima kasih, Dok. Kalau begitu kami permisi,” ucap Almira—berpamitan. Almira membantu Nico mendorong kursi rodanya keluar dari ruangan terapi dan menuju ke lobi rumah sakit. Sepanjang perjalanan menuju lobi, Almira dan Nico sama-sama terdiam. Semenjak p
“Kita sudah sampai. Masuklah dulu, aku masih harus mengurus sesuatu,” ucap Nando.Almira menganggukan kepalanya dan turun dari mobil. Baru beberapa langkah, gadis itu menghentikan langkahnya—berbalik menatap Nando dan menghampirinya. “Apa kau akan kembali kemari?” tanyanya.“Tentu. Aku tidak akan lama, tunggulah. Aku akan segera kembali,” ucapnya dengan tersenyum.“Baiklah.”Almira kembali melangkahkan kakinya masuk ke rumah perawatan itu, ia sudah tidak sabar ingin segera menemui neneknya.Gadis itu membuka pintu kamar neneknya, “Kesya ….” Ucap Almira“Hai … kau sudah sampai rupanya. Senang rasanya bisa bertemu dengan mu lagi setelah beberapa bulan kamu menghilang. Bagaimana kabarmu, Al?” tanya Kesya—menghampiri Almira dan memeluknya.“Aku baik. Maaf, aku sudah membuatmu khawatir dan merepotkanmu untuk menjaga Nenekku,&rdq