Naya bangkit dari duduknya saat para karyawan sudah keluar untuk makan siang. Melihat situasi yang sudah aman, Naya masuk ke dalam ruangan Rezal dengan nafas terengah.
Rezal yang tengah bekerja mulai menatap Naya aneh. "Ketuk pintu dulu, Nay."
"Udah jam istirahat, Pak. Jadi Bapak bukan bos saya lagi." Naya terkekeh dan duduk di sofa, mulai menyiapkan makanan yang dibuat oleh ibunya.
Dua minggu telah berlalu, hubungan Naya dan ibunya kembali membaik. Terima kasih pada Rezal yang mau menjadi penengah di antara mereka. Jika tidak ada pria itu, mungkin sampai detik ini Naya dan ibunya tidak akan saling berbicara.
Mencegah amarah ibunya yang bisa saja kemb
Pernikahan Naro dan Naomi berjalan dengan lancar. Rezal turut bahagia dengan pernikahan sahabatnya itu. Meskipun hari ini adalah hari bahagia Naro dan Naomi, tapi sahabatnya itu tidak pernah lupa untuk mengejeknya. Lagi-lagi Rezal harus datang sendiri ke acara pernikahan. Selalu seperti ini selama bertahun-tahun. "Liat, Zal. Apa kamu nggak pingin?" bisik Ibu Rezal dengan menunjuk Naomi dan Naro dari kejauhan. "Ya, pingin, Ma." Mata wanita paruh baya itu membulat. Untuk pertama kalinyadia mendengar anaknya merespon dengan baik ucapannya. Selama ini Rezal selalu acuh tak acuh jika membicarakan tentang pernikahan. Namun lihat lah sekarang, bukan hanya ucapan, tapi wajah Rezal juga menunjukkan rasa iri pada Naro dan Naomi
Selama perjalanan, Rezal tak bisa berhenti untuk bersenandung. Alunan musik cinta seolah ikut membawanya masuk ke dalam suasana yang bahagia. Dia baru saja mendarat di bandara dan berniat langsung ke rumah Naya. Bahkan orang tuanya harus terpaksa naik taksi setelah mengetahui niat Rezal yang ingin bertemu kekasih hatinya. Tentu saja ibunya tidak melarang. Dia seolah membuka jalan lebar bagi Rezal untuk pergi. Rezal memang sengaja tidak memberi tahu Naya tentang kedatangannya. Dia hanya ingin memberi sedikit kejutan. Apa Naya akan terkejut nanti? Jujur saja, Rezal juga merasa semangat sekarang. Bahkan lelah di tubuhnya saat di pesawat tadi langsung menguap begitu saja. Mobil Rezal berhenti tepat di depan sebuah rumah yang tampak asri. Banyaknya tanaman seolah membuktikan jika pemilik rumah begitu
Bagi Rezal, tidak ada hal yang menyakitkan selain mengetahui jika ayah dari kekasihmu adalah musuhmu di masa lalu. Kebetulan yang ditakdirkan oleh Tuhan seolah membuka matanya kembali. Apa dia pernah melakukan kesalahan di kehidupan sebelumnya sampai Tuhan menggariskan takdir yang seperti ini? Rezal semakin berpikir, apa memang dia tidak pantas untuk mendapatkan kebahagiaan? "Kamu belum cerita lo, Zal. Kenapa bisa babak belur kayak gini?" Rezal hanya diam mendapat pertanyaan dari Ibunya yang terus berulang. Dia tidak sanggup untuk mengatakan kejadian yang sebenarnya. Ibunya begitu menyukai Naya, tapi juga membenci Faisal dan Luna. Apa yang harus Rezal perbuat sekarang? "Mama nggak pernah liat kamu berantem sampe kayak
Apakah cinta dapat menjamin kebahagiaan? Banyak yang bilang jika cinta adalah hal yang paling dasar dalam sebuah hubungan. Namun apakah hanya dengan cinta sebuah hubungan akan berhasil? Naya pikir tidak. Banyak faktor yang bisa memperkuat hubungan selain cinta. Restu orang tua misalnya. Suasana kantor tampak sepi, Naya menatap pantulan dirinya di cerminliftsambil memainkan sepatunya. Dadanya mulai bergemuruh saatliftyang dia naiki mulai sampai di lantai departemen humas. Kegiatan magangnya sudah berakhir dua hari yang lalu. Sekarang Naya kembali datang guna meminta tanda tangan Raga untuk laporan magangnya. Selain itu, Naya juga ingin melihat Rezal. Sejak bertemu ayahnya yang berakh
Hembusan angin malam tidak membuat Luna beranjak dari balkon kamarnya. Jam sudah menunjukkan pukul 1 malam, tapi dia masih betah berada di sana, memandang jalanan komplek yang begitu sepi dan sunyi. Luna menghela nafas kasar dan mencengkeram pagar besi dengan erat. Dia ingin sekali berteriak, tapi akal sehatnya masih berfungsi. Dia tidak ingin membangunkan para tetangga yang akan menimbulkan banyak pertanyaan. "Kita nggak akan pisah, karena hanya dengan cara itu kamu nggak akan ganggu Rezal dan Naya lagi." Kalimat yang diucapkan Faisal kembali berputar di kepalanya. Apa pria itu mengetahui rencananya selama ini? Apa yang Faisal ketahui tentang hubungan Rezal dan Naya?&nbs
Malam yang dingin tidak menghentikan langkah Naya untuk masuk ke dalam toko kue milik Tante Maya. Dia masih rutin menitipkan kue di sana. Setelah masa magangnya berakhir, Naya kembali aktif membantu ibunya. Bahkan dia juga mengambil inisiatif untuk memasarkan kue buatan ibunya via online. "Gimana, Tan? Habis nggak kuenya?" "Masih sisa dua, Nay. Tante aja yang beli, biar dimakan sama Edo nanti." Mata Naya berbinar saat menerima uang dari Tante Maya. Lagi-lagi jualan ibunya habis. Setidaknya masih ada kebahagiaan yang datang di tengah permasalahan yang menerpa keluarganya. Naya menghela nafas kasar dan tersenyum kecut. Sampai detik ini, Rezal m
Rezal berdiri di balkon kamar dengan sebatang rokok di tangannya. Jari-jarinya terlihat lincah menari di atas ponsel, saling berbalas pesan dengan Naya. Jika biasanya di hari minggu pagi Rezal memanfaatkan waktunya untuk berolah raga, tapi kali ini tidak. Dia lebih memilih duduk di balkon dan sibuk dengan pikirannya sendiri. Seperti kebiasaanya, jika sedang banyak pikiran yang benar-benar membuatnya pusing, maka rokok adalah pelariannya. Rezal menatap langit dengan kerutan di dahi. Dia sudah memutuskan untuk berbicara dengan ibunya hari ini. Keputusannya sudah bulat. Dia menginginkan Naya dan akan berjuang untuk mendapatkan restu dari ibunya. "Ayo, Zal. Lo pasti bisa. Naya nggak salah. Bapaknya aja yang bego," ucap Rezal menyemangati dirinya sendiri.&nbs
Faisal tampak sibuk dengan kemeja batiknya. Dia berjalan ke sana-ke mari guna mencari sepatu dan kaos kakinya. Bahkan Luna yang tengah sarapan tidak sekalipun dia lihat. Memang seperti itu hubungan mereka setelah Luna berhasil menggugurkan bayinya. Faisal berubah, tidak lagi hangat seperti dulu. "Kamu mau ke mana, Mas?" tanya Luna saat melihat Faisal sedang memakai sepatunya. "Pergi, ada acara." "Nikahan?" tanya Luna sedikit sedih. Bahkan pria itu tidak mengajaknya. "Tunangan," jawab Faisal acuh. Suara ponsel yang berbunyi membuat Faisal menghentikan kegiatannya. Dia mengangkat