Apakah cinta dapat menjamin kebahagiaan? Banyak yang bilang jika cinta adalah hal yang paling dasar dalam sebuah hubungan. Namun apakah hanya dengan cinta sebuah hubungan akan berhasil?
Naya pikir tidak. Banyak faktor yang bisa memperkuat hubungan selain cinta. Restu orang tua misalnya.
Suasana kantor tampak sepi, Naya menatap pantulan dirinya di cermin lift sambil memainkan sepatunya. Dadanya mulai bergemuruh saat lift yang dia naiki mulai sampai di lantai departemen humas.
Kegiatan magangnya sudah berakhir dua hari yang lalu. Sekarang Naya kembali datang guna meminta tanda tangan Raga untuk laporan magangnya. Selain itu, Naya juga ingin melihat Rezal. Sejak bertemu ayahnya yang berakh
Hembusan angin malam tidak membuat Luna beranjak dari balkon kamarnya. Jam sudah menunjukkan pukul 1 malam, tapi dia masih betah berada di sana, memandang jalanan komplek yang begitu sepi dan sunyi. Luna menghela nafas kasar dan mencengkeram pagar besi dengan erat. Dia ingin sekali berteriak, tapi akal sehatnya masih berfungsi. Dia tidak ingin membangunkan para tetangga yang akan menimbulkan banyak pertanyaan. "Kita nggak akan pisah, karena hanya dengan cara itu kamu nggak akan ganggu Rezal dan Naya lagi." Kalimat yang diucapkan Faisal kembali berputar di kepalanya. Apa pria itu mengetahui rencananya selama ini? Apa yang Faisal ketahui tentang hubungan Rezal dan Naya?&nbs
Malam yang dingin tidak menghentikan langkah Naya untuk masuk ke dalam toko kue milik Tante Maya. Dia masih rutin menitipkan kue di sana. Setelah masa magangnya berakhir, Naya kembali aktif membantu ibunya. Bahkan dia juga mengambil inisiatif untuk memasarkan kue buatan ibunya via online. "Gimana, Tan? Habis nggak kuenya?" "Masih sisa dua, Nay. Tante aja yang beli, biar dimakan sama Edo nanti." Mata Naya berbinar saat menerima uang dari Tante Maya. Lagi-lagi jualan ibunya habis. Setidaknya masih ada kebahagiaan yang datang di tengah permasalahan yang menerpa keluarganya. Naya menghela nafas kasar dan tersenyum kecut. Sampai detik ini, Rezal m
Rezal berdiri di balkon kamar dengan sebatang rokok di tangannya. Jari-jarinya terlihat lincah menari di atas ponsel, saling berbalas pesan dengan Naya. Jika biasanya di hari minggu pagi Rezal memanfaatkan waktunya untuk berolah raga, tapi kali ini tidak. Dia lebih memilih duduk di balkon dan sibuk dengan pikirannya sendiri. Seperti kebiasaanya, jika sedang banyak pikiran yang benar-benar membuatnya pusing, maka rokok adalah pelariannya. Rezal menatap langit dengan kerutan di dahi. Dia sudah memutuskan untuk berbicara dengan ibunya hari ini. Keputusannya sudah bulat. Dia menginginkan Naya dan akan berjuang untuk mendapatkan restu dari ibunya. "Ayo, Zal. Lo pasti bisa. Naya nggak salah. Bapaknya aja yang bego," ucap Rezal menyemangati dirinya sendiri.&nbs
Faisal tampak sibuk dengan kemeja batiknya. Dia berjalan ke sana-ke mari guna mencari sepatu dan kaos kakinya. Bahkan Luna yang tengah sarapan tidak sekalipun dia lihat. Memang seperti itu hubungan mereka setelah Luna berhasil menggugurkan bayinya. Faisal berubah, tidak lagi hangat seperti dulu. "Kamu mau ke mana, Mas?" tanya Luna saat melihat Faisal sedang memakai sepatunya. "Pergi, ada acara." "Nikahan?" tanya Luna sedikit sedih. Bahkan pria itu tidak mengajaknya. "Tunangan," jawab Faisal acuh. Suara ponsel yang berbunyi membuat Faisal menghentikan kegiatannya. Dia mengangkat
Rezal menutup laptopnya begitu pekerjaannya telah selesai. Dia melirik ke arah jam yang sudah menunjukkan waktu istirahat. Dia berdiri dan bersandar pada meja kerjanya, berusaha memberikan ketenangan pada pantatnya yang panas karena terlalu lama duduk. Memang umur tidak bisa berbohong. Rezal menatap ponselnya dengan kerutan di dahi. Tidak ada satu pun notifikasi yang masuk dari Naya. Bahkan gadis itu juga tidak mengabarinya sejak pagi. Rezal tidak suka jika diabaikan seperti ini. Tanpa menunggu waktu, dia bergegas menghubungi Naya. "Halo?"sapa suara yang ingin Rezal dengar sejak tadi pagi. "Di mana?" tanya Rezal. "Di kampus, Mas. Ken
H-1 menuju hari pernikahan. Rezal dibuat kalut dengan pikirannya sendiri. Dia bahagia, tapi dia masih tidak percaya jika akan segera menikah. Rezal merasa heran dengan dirinya sendiri. Dulu, butuh waktu bertahun-tahun baginya untuk memutuskan menikah dengan Luna. Namun dengan Naya, tidak ada 3 bulan dia sudah merasa mantap dengan pilihannya. Jika ditelaah, Naya yang usianya masih muda tentu jauh dari kriteria istri idaman. Gadis itu masih ceroboh dan selalu melakukan apapun tanpa berpikir panjang. Namun itu tidak menjadi masalah untuk Rezal. Naya mau belajar, itu yang terpenting untuknya. Lagi pula, Rezal sudah siap untuk menikah. Baik secara mental dan materi dia memang sudah pantas untuk menikah. Hanya saja calonnya saja yang tak kunjung datang. Ternyata benar, Tuhan memang sengaja membuat Rezal lahir terlebih dahulu dan menunggu. 
Di pusat kota, terdapat sebuah gedung yang tampak ramai dengan tamu undangan. Banyaknya mobil yang berjajar membuktikan besarnya antusias para tamu untuk melihat pasangan baru yang sedang berbahagia. Gedung yang telah disulap dengan sentuhan warna putih dansoft pinkitu terlihat sangat cantik dan manis. Sebenarnya Rezal menginginkan temagarden partyuntuk resepsi pernikahannya, tapi karena ibunya sudah memesan gedung pernikahan jauh-jauh hari, dia tidak bisa menolak. Lagipula ibu Naya lebih setuju acara diadakan di gedung agar terhindar dari ganasnya cuaca yang sulit diprediksi akhir-akhir ini. Tamu undangan masih berdatangan. Dilihat dari gaya dan penampilannya, Naya tahu jika kebanyakan tamunya berasal dari undangan Rezal. Pria itu mempunyai banyak relasi
Suasana kamar mandi yang bernuansa kayu itu tidak membuat Naya tenang. Dia berdiri dengan gelisah di depan cermin yang memantulkan bayangan dirinya. Lagi-lagi dia menyemprotkan parfum ke lehernya untuk memberikan aroma segar. "Nggak, nggak! Jangan banyak-banyak nanti rasanya pait." Naya mengusap lehernya dengan handuk. Namun sedetik kemudian dia menggeleng dan kembali menyemprotkan parfum di tubuhnya. "Di film-film, orang malam pertama lancar bener dah. Kok gue deg-degan," rengek Naya bersandar pada tembok kayu. Dia menatap wajahnya yang tampak menyedihkan. Jauhkan pikiran tentang indahnya kota Seoul, karena sekarang Naya terjebak di villa yang tak jauh dari pantai. Bukan Bali, melainkan Raja Ampat. Ya, Rezal membawanya per