"Oh, ya. Lebih baik kamu yang ke sana. Tapi Abang khawatir dengan keselamatan kamu, Sayang."Di saat pasangan ini bingung memikirkan cara untuk menemui Grace. Tiba-tiba yang dibicarakan telah datang dengan raut wajah pucat pasi. Tampak jelas kesedihan yang sangat dalam sedang dirasakannya."Abang! Sandra!" panggil Grace dengan suara lirih lalu jatuh tak sadarkan diri. "Grace!"pekik Derick dan Sandra bersamaan. Derick cekatan meraih tubuhnya."Kena apa dia, Bang?"tanya Sandra sembari mengusap air mata dan peluh di wajah Grace. Derick tidak menjawab pertanyaan dari Sandra. Pria ini memandangi si adik sambil menyingkirkan anak rambut yang menutupi sebagian wajahnya. Ia mengusap lembut air mata dan peluh yang tergenang. "Abang sudah bilang, hal ini akan menyakitimu. Tapi, kamu keras kepala demi memperjuangkan cinta, yang terbuat tak sejati. Kita pulang ke rumah dan Abang akan jaga kamu dan bayimu."Sandra yang mendengar tutur kata Derick membuat Sandra ikut terharu. Betapa besar kasih s
"Dia seharusnya sudah mati lebih dulu! Dia adalah sumber segala masalah!"teriak Sandra yang marah dengan pandangan terfokus ke sosok yang terbakar semakin membara. Kobaran api semakin membesar Derick buru-buru menarik kedua wanita."Siapa itu?"tanya Derick yang mengenali suara lengkingan khas milik bangsa vampir. Sandra hanya tersenyum sinis menjawab pertanyaan kekasihnya."Sandra, siapa dia? Kenapa dia memata-matai kita?"tanya Grace sambil mengamati lebih saksama kobaran api yang mulai padam. Tampak asap sisa pembakaran membentuk sebuah wujud. Grace dan Derick syok melihat tersebut."Habis ini anak kamu bisa langsung jadi raja. Aku akan segera wujudkan itu," ucap Sandra datar."Aku enggak mungkin bisa jadi bangsa serigala lagi. Darahku sudah tercampur dengan darah vampir," balas Grace dengan pandangan sayu."Kalo gitu, kumpulin abu itu lalu masukan guci. Bawa itu sebagai penanda bahwa raja telah mangkat dan saatnya dirimu masuk jadi bagian bangsa vampir sebagai ibu suri. Mereka akan
“Kamu itu bikin runyam. Dia bisa lakukan apa pun untuk membunuh kita!” Derick melangkah masuk lalu mengambil semua baju Nyonya Patricia. Ia beranjak menuju ke depan lalu mendorong tubuh istri muda mendiang Tuan Justin Molen hingga telungkup di lantai."Pakai ini dan pergi!"usir Derick sambil melempar pakaian di tangan ke arah wanita yang sedang menangis di lantai tersebut.'Braaak!' Pintu tertutup rapat seketika.Patricia berdiri pelan-pelan. Rasa perih di tangan dan kaki tidak seberapa sakit dibanding luka dalam hatinya. Ia melangkah mendekati pintu lalu menggedor-gedor pintu sambil berteriak,“Derick, kamu akan tahu. Dengan siapa kamu berhadapan. Aku akan bikin kita sama-sama hancur."Patricia lalu balik badan. Ia terkekeh dengan air mata berjatuhan. “Aku akan pastikan, kamu akan bayar mahal rasa sakit yang kau toreh."Patricia mengingat semua detail perlakuan kasar Derick padanya barusan. Ia melangkahkan kaki meninggalkan lorong panjang apartemen dengan hati remuk. Dalam hati Patrici
“Ya, ampun cantik banget. Jagoan Mama, kenapa gak cerita kalau udah punya calon? Kan Mama jadi ngerasa bersalah udah atur perjodohan kamu."“Hah?” Sandra kebingungan.“Kenalin, Tante ini mamanya Bernard. Itu papanya, dan itu kakek sama neneknya Bens. Ya ampun, Tante seneng banget Bernard udah punya calon. Mana sudah tunangan lagi.”Seketika Sandra seperti orang gagu mendapat perlakuan surprise dari orang asing seperti ini. Sandra bahkan tidak bisa bergerak ketika dipeluk wanita paruh baya tersebut. Benar-benar sebuah drama tanpa skenario.•••~••~•••Awal sebuah dramaBernardi Luciano, pria berusia 30 tahun sedang menghela napas dalam. Ia harus pulang ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikan dan praktek pertamanya sebagai dokter spesialis jantung di Jerman. “Es gibt ein problem, Bens*? Masih kesel sama Mama?”*ada masalah, Bens?“Gue belum siap berhadapan dengan Papa dan Mama, Bang,” jawabnya pada saudara laki-laki satunya ini.Axel tinggal di Jerman bersama istri dan anak-anakny
“Lebih enak di luar. Bisa sambil cuci mata,” jawab sang kakek. “Itu hotel punya Kakek sekarang, jadi sekalian kita tes makanan di sana."“Bernard capek. Mau tidur.”“Bernard!" Terdengar suara seorang pria dengan nada penuh penekanan. Siapa yang berani menentang seorang Rektor yang kebetulan menjadi papanya itu? “Kita semua pergi. Sana kamu siap-siap.”“Iya, Pah.”Datang pagi, belum sempat istirahat seharian dan sekarang harus keluar, gerutu Bernard dalam hati.Ia mulai menaruh curiga akan dijodohkan. Hal tersebut tampak gelagat semua anggota keluarga. Saat mereka sampai di restoran dan segala hidangan telah tersedia di meja. Namun, tak seorang pun menyentuh makanan seolah-olah sedang menunggu seseorang.“Ini kenapa pada nggak mau makan?” tanya Bernard dengan pandangan menyelidik.“Sabar. Kita tuggu satu menu lain,” jawab Kakek sambil berdehem.“Itu berarti enggak keburu. Bens mau ke kamar mandi dulu kalo gitu” Pria itu berdiri lalu meninggalkan meja. Setelah kepergian Bernard, barula
Satu-satunya yang terpikirkan di kepala Sandra adalah ...."Hhhggg ....” Wanita berambut lebat tersebut memegang dadanya lalu berakting sesak. “Sa-Saya ma-mau ke to-toilet.”“Bernard antar dia! Kayak sesak gitu. Kalo perlu antar ke dokter,” ucap Cecilia khawatir.“Gak papa, Tante. Saya ke kamar mandi dulu ….” Sandra buru-buru berdiri lalu melangkah sambil menunduk tanpa mengetahui kalau ada dua pria sedang menggotong meja.BRUKK! “Aaaah!” Sandra jatuh lalu tiba-tiba pandangan matanya gelap. Wanita ini pun tak sadarkan diri.“Ya ampun, Nak!”pekik Cecelia terkejut.“Bens, buruan bawa ke rumah sakit”perintah James sambil mengulurkan kunci mobil.Dengan berat hati Bernard membopong tubuh Sandra. Tampak ada benjolan di bagian kening wanita berambut lebat tersebut. Wajah cantiknya pucat pasi seperti kapas. Timbul rasa empati dalam hati pria berpredikat es batu ini. Sementara itu, Bernard tidak menyadari bahwa Cecilia mengikuti dengan setengah berlari. Bernard dengan napas tersengal-sengal,
“Jangan kabur lu! Kita harus menikah dan lu harus punya anak agar bisa sembuh dari penyakit langka."“Iih, lepas gak? Gue mau ke kamar mandi. Kebelet."“Tanggung jawab!"“Sinting!"seru Sandra mencoba melepaskan diri. “Lepas, gak?”“Kalau kamu gak mau, kita balik lagi ke dalam dan kamu jelaskan semuanya.”“Iih, tunggu!” Sandra panic ketika Bernard menariknya berjalan. Namun, tenaga pria itu lebih besar, mustahil untuk dilawan. “Iya, iyaaa! Gue tanggung jawab! Izinin dulu gue ke kamar mandi, please! Gue janji akan tanggung jawab," ucap Sandra dengan raut wajah memelas.Tidak sia-sia Sandra untuk mengeluarkan bakat aktingnya. Akhirnya, Bernard menghentikan langkah. “Ada yang perlu gue ingin bicarakan sama lu. Penting! Kita ke apartemen gue.”“Gue mau ke kamar mandi di sini dulu. Gak kuat, pengen pup." Sandra berkata sembari menahan bagian pantat. "Atau lu lebih suka, gue buang kotoran dimari? Oke, fine!"Bernard seketika melepaskan cengkramannya. “Gue ikut sama lu.”“Terserah!" Sandra pu
Penjelasan dokter Ariel sampai membuat teman-temannya berbisik. “Nama akhirnya Luciano, kayaknya dia penerus direktur yang sekarang, ya?”“Kayaknya iya deh, masih pemilik rumah sakit ini.”Namun, dari pembicaraan mereka yang Sandra takutkan adalah ... Itu orang yang sama. Begitu Sandra menoleh ke belakang dan melihat kedatangan si Wakil Direktur. Saat itulah Sandra merasa dunianya seketika berputar bagai gangsing.Wanita muda ini buru-buru menoleh ke arah lain, hingga Bernard melewati. Saat pria tersebut memberi kata sambutan, Sandra segera menunduk. Ia berpura-pura membaca proposal yang akan tim lakukan.“Lu biasa bagian apa?"tanya wanita sebelah Sandra.Product placement," balas Sandra singkat."Meliputi apa saja?"tanya yang lain. Sandra merasa terganggu dengan dua orang ini yang terus-menerus tanya berbagai hal. Mereka seperti sengaja menguji kemampuannya.Masa, iya. Sudah kerja tahunan di bidang advertiser, masih tidak ngerti apa itu product placement, omel Sandra dalam hati. Namu