"Kamu datang ke sini disuruh siapa, Nduk?" tanya Gus Fauzan kemudian. Tatapannya tidak lepas dari wajah polos Jasmine yang terus saja menunduk tanpa berani membalas tatapan lawan bicaranya.
Dalam hati, gadis berusia sebelas tahun itu merasa takut kalau Gus Fauzan marah, mengusirnya lalu mengadukannya kepada Roy dan dia akan mendapatkan masalah dengan sang ayah karena telah lancang menemui orang yang dia anggap sebagai saingan ayahandanya."Aku datang ke sini bukan karena disuruh siapa-siapa, Abi. Aku ke sini karena ingin menemui Abi. Aku nggak mau liat ayah terus-terusan murung di rumah. Ayah itu mencintai Mama Ambar dan semenjak dekat dengan Mama Ambar, ayah terlihat lebih bersemangat. Sekarang semangatnya hilang karena Mama Ambar mau menikah sama Abi," jawab Jasmine apa adanya."Yasudah, sekarang sebaiknya Jasmine pulang saja. Abi telepon ayah ya, biar Jasmine dijemput.""Jangan, Abi. Nanti ayah aku marah."Bibir plum milik Gus Fauzan mPerempuan berusia tiga puluh tujuh tahun itu menoleh kemudian mengusap lembut rambut sang putri, menatap lamat-lamat wajahnya yang cantik penuh dengan kekaguman juga."Tentu saja Mama bangga sama dedek. Dedek juga kan di sekolah selalu juara. Dedek selalu membantu Mama, dedek juga selalu ada di saat Mama sedih serta bahagia. Mama itu begitu sayang sama dedek dan Abang, karena kalian adalah harta paling berharga milik Mama," ungkapnya kemudian, dan dibalas pelukan oleh putri bungsunya."Nanti kalau sudah lulus SD aku mau ikut mondok juga di tempat abang. Biar bisa hafal Alquran juga, boleh kan, Mam?" Syaqila mendongak menatap wajah ibunya."Tentu saja boleh, Sayang."Ambar mempererat dekapan, membayangkan betapa sunyi hidupnya nanti jika ditinggal oleh kedua buah hatinya menimba ilmu di kota kelahirannya. Namun, sebagai orang tua juga dia harus rela, sebab anak-anaknya pergi untuk mencari ilmu, sebagai bekal di dunia serta akhiratnya nant
"Assalamualaikum, selamat pagi, Mam?" sapa Azriel ketika melihatku keluar dari kamar seraya mengikat rambut."Waalaikumussalam, selamat pagi juga solehnya Mama. Abang lagi ngapain?" tanyaku sambil berjalan menghampiri si sulung, berdiri di sebelah laki-laki berusia delapan belas tahun itu yang terlihat sedang sibuk membuat sarapan. "Abang mau bikin nasi goreng spesial buat Mama. Semoga saja rasanya cocok di lidah Mama.""Dari baunya sih harum banget, Bang. Pasti rasanya juga enak.""Tapi nggak bakalan bisa mengalahkan sedapnya masakan Mama.""Bisa saja si Abang!" Mengacak rambut Azriel."Serius, menurut Abang, masakan Mama itu paling enak di seantero jagat raya.""Nanti juga kalau Abang sudah dewasa, sudah memiliki pasangan, pasti masakan yang paling enak menurut Abang itu masakan istrinya Abang. Bukan masakan Mama lagi.""Mama tetap nomer satu di hati Abang walaupun nanti Abang sudah memiliki pasangan."
"Apa kabar, Ambar. Kok sudah beberapa hari ini nggak ada yang mampir ke rumah?" tanyanya membuat diri ini tersadar dari lamunan."Alhamdulillah, seperti yang Mas Haris lihat. Aku sehat dan baik-baik saja. Bagaimana dengan keadaan Mas? Sudah enakan sekarang?" tanyaku balik."Alhamdulillah dada aku sudah tidak sesak lagi. Tinggal nunggu pemulihan saja. Semua berkat doa-doa serta dukungan kalian semua."Tidak lama kemudian ibu datang membawa empat cangkir teh hangat juga se-toples bagelen dari Bandung. Dia duduk di sebelah Azriel, menyuruh cucu pertamanya untuk mencicipi makanan yang dia hidangkan sampai lupa menawari aku seperti biasanya jika sudah bertemu dengan sang cucu.***"Ambar, bagaimana kelanjutan hubungan kamu dengan Roy?" Aku tersentak kaget saat tiba-tiba Mas Haris menanyakan hubunganku dengan Mas Roy, karena selama ini antara aku dan ayahnya Jasmine tidak pernah memiliki hubungan spesial. Hanya dulu pernah b
Aku menghela napas dalam-dalam, berusaha melonggarkan dada yang terasa seperti sedang terimpit batu besar, lalu membuangnya secara perlahan menatap penuh bimbang mantan suami yang tengah menangis sendirian.Urusan dengan Gus Fauzan belum selesai, sekarang malah ditambah Mas Haris yang masih berharap bisa rujuk dan mengurus anak bersama-sama lagi seperti dulu. Apa yang harus aku lakukan, Tuhan. Aku tidak mau menyakiti hati seorang pun, karena aku juga pernah merasakan seperti apa rasanya terluka.Jika menolak pinangan Gus Fauzan dan kembali kepada Mas Haris sudah pasti akan ada satu hati yang tersakiti. Pun dengan sebaliknya.Ya Allah ... Sungguh dilema semakin melanda hati ini. Semoga apa pun keputusan yang aku ambil nanti menjadi jalan yang terbaik untuk semuanya.Memutar badan perlahan, mengambil tas yang sejak tadi tergeletak di atas kursi kemudian menghubungi Azriel melalui sambungan telepon."Ada apa, Mam? Aku ada di dapur
POV Author.Gus Fauzan menatap pintu rumah Ambar yang sudah tertutup, mengusap wajah gusar seiring rasa sesak yang mengimpit dada.Sebenarnya dia ingin sekali menikahi ibu beranak dua itu, akan tetapi ada perasaan tidak tega melihat Jasmine memohon sambil menangis di hadapannya. Dan sekarang, ketika dia memutuskan untuk membatalkan khitbah, justru ia malah menyakiti hati orang yang ia kagumi, sebab Ambar merasa dipermainkan olehnya."Apa keputusan Abi sudah mantap?" tanya Salman saat melihat sang mertua terus saja melamun dengan wajah memerah seperti menahan tangis."Insyaallah ini yang terbaik untuk kami semua, Man. Abi tidak mau menyakiti hati Jasmine. Dia begitu mendambakan figur seorang ibu seperti dek Ambar." Gus Fauzan menjawab dengan suara serak."Tapi apa Abi tidak memikirkan perasaan Abi sendiri, juga perasaan Mbak Ambar?"Terdengar helaan napas berat. Gus Fauzan kembali mengusap wajah, mencoba menepis bayang wajah Ambar meskipun senyuman wanita itu terus saja menari dalam ba
Pagi-pagi sekali, seperti biasa Ambar sudah berjibaku dengan pekerjaannya di dapur menyiapkan sarapan untuk dia juga anaknya. Mata dengan iris coklat itu mengembun ketika menatap kursi tempat biasa Azriel duduk dan sekarang dalam keadaan kosong. Rasa rindu seketika menelusup ke dalam kalbu, membuat dia ingin segera kembali bertemu dengan si sulung walau belum dua puluh empat jam mereka berpisah.Bel rumah terdengar berbunyi nyaring. Syaqila yang sedang membantu ibunya segera mengayunkan kaki menuju ke halaman, dan senyum gadis berusia sebelas tahun tersebut terkembang lebar kala melihat Jasmine datang bertamu ke rumahnya."Mama Ambarnya ada?" tanya Jasmine sambil melongok ke belakang teman sekolahnya, mencari keberadaan wanita yang sudah membuat dia merasa nyaman bahkan terus berharap kalau Ambar bisa menjadi ibu sambungnya."Lagi masak di dapur, ayo masuk, kamu sama siapa?""Sendiri.""Kok nggak sama Om Roy?""Ayah lagi ke luar
Hari Minggu, dengan alasan Jasmine ingin bertemu Roy mendatangi kediaman Ambar, menemui perempuan yang akhir-akhir ini membuat dia tidak bisa memejamkan mata, ingin melepas rindu yang terus saja membelenggu kalbu.Roy sangat ingin sekali segera mempersunting Ambar setelah tahu Gus Fauzan mundur dari pertempuran, menjadikan ibu dua anak itu sebagai kekasih halalnya juga ibu sambung Jasmine yang memang selama ini terus saja mendamba dia menjadi ibunya.Namun, lagi dan lagi nyalinya menciut ketika bersitatap dengan Ambar, terlebih lagi jika diperhatikan perempuan dengan wajah keibuan itu seperti mulai menghindar."Ambar, kita ajak jalan anak-anak lagi, yuk! Makan bakso atau apa kek? Kaya tempo hari. Iya nggak anak-anak?" ajak Roy seraya menoleh ke arah Jasmine juga Syaqila yang terlihat sedang sibuk mengerjakan pekerjaan rumah mereka."Iya, Ma. Aku juga bosen di rumah terus," rengek putri sulungnya, memasang wajah manja seolah mendukung kedekatan Roy dengan Ambar."Tapi Mama masak, Dek.
"Karena hanya kamu yang mampu menyematkan cinta di dalam dada setelah sekian lama aku menduda.""Dih, sok puitis!"Roy terkekeh. Binar bahagia terpancar jelas di wajah penuh kharisma laki-laki itu, apalagi ketika melihat ekspresi Ambar yang tidak lagi sedingin saat pertama kali mereka datang ke tempat tersebut. Keceriaan kembali diperlihatkan oleh ibunda Azriel serta Syaqila, mimik wajah yang selalu membuat Roy merasakan rindu jika beberapa saat tidak bertemu.Tidak lama kemudian pelayan kedai datang membawa empat mangkuk bakso, mempersilakan mereka untuk menikmati dan baik Ambar maupun anak-anak segera menyantap makanan yang terbuat dari daging giling berbentuk bulat tersebut tanpa lagi berbicara.Selesai makan-makan, seperti janjinya Roy mengajak anak-anak untuk ke mal juga menonton, membuat Jasmine serta Syaqila bersorak kegirangan saking senangnya.Roy membayangkan kalau saat ini mereka sudah benar-benar