Bab 17Aku duduk terpekur di taman vila. Lenganku serasa mau patah saking pegalnya. Membereskan 20 kamar ternyata luar binasa. Apalagi saat menaikkan spring bed ke atas dipan tempat tidur. Tak usah dibayangkan.Untungnya, tugasku sudah kelar dan tinggal menunggu jam pulang saja. Kukeluarkan handphone dari saku, sejenak ingin mencari hiburan. Aku membuka menu daftar kontak, lantas menggeleng kecil sebab belum banyak nomor yang tersimpan. Senyum mengembang kala scroll down berhenti tepat pada satu nama. Hektor Aleksander. Ah, mana mungkin melupakan Pria ini. Tentu saja. Selain menjadi korban keganasan Nyi Roro Kidul, sapu tangannya masih ada padaku.Setiap hari kubawa benda itu saat bekerja. Bahkan detik ini, tersimpan rapi dalam kantong seragamku. Aku menjaga kemungkinan, jangan sampai si Pria tiba-tiba datang demi meminta kembali barang pribadinya.Bukankah ini sapu tangan branded dengan seri limited edition? Kusentuh aplikasi bundar bernama Google. Mencari situs resmi merek fashion
Bab 18Hari menjelang pagi saat aku mengendap menuju dapur mess. Menghidupkan kompor lalu pelan meletakkan panci berisi air ke atasnya. Tiap pergerakanku jangan sampai menimbulkan bunyi. Setidaknya, kali ini saja, tak boleh ada yang tahu apa yang kulakukan. Tujuh lembar daun damar putih dan segenggam garam kurebus dalam panci tersebut. Sekali mendidih langsung kumatikan kompor, lantas membawa air rebusan tersebut ke kamar mandi.Sembari menunggu air ramuan itu dingin, aku pun mandi seperti biasa. Seperti biasa kataku. Nyatanya, aku sangat khawatir. Berbagai kemungkinan bisa terjadi setelah mandi air rebusan ini. Belum sepenuhnya percaya pada anjuran Hektor bahwa ramuan ini bisa menghilangkan jejak dari pantauan Nyi Roro Kidul selama dua belas jam.Air ramuan telah dingin, hatiku malah menghangat. Gugup. Yakinkah aku untuk mengguyurkan ramuan ke badan? Guyur, tidak? Byurrrr .... Kuguyur juga setelah memantapkan tekad. Aku mengerjap. Menunggu beberapa saat. Menanti apa yang akan te
Bab 19"Bunda! Jangan marah gitu sama Mbak Arini. Dia cuma karyawan di sana, cuma menjalankan tugas!" Suaminya sedikit menghardik."Loh, Ayah kenapa membela kaki tangan Nyi Roro Kidul? Semua orang di Vila Melati kan antek-anteknya si betina pantai selatan!" Meninggi suara wanita itu. "Ataukah Ayah masih cinta sama perempuan gaib itu?! Ayo ngaku!!" Kini ia melabrak permukaan meja. Udang krispi dan sayap ayam berhamburan keluar dari piring. Melanting, tepat mengenai hidung Hektor."Bun, Bun, Bun, cukup!""Cukup, Bunda!" Hektor bangkit dan meraih Ibunya. Memeluk erat lalu mengusap pundak yang tak lagi tegap.Ia memapah Ibunya ke lantai dua melalui tangga manual di sudut ruangan. Dari atas sana, menggema omelan wanita itu, "Kamu juga, Hektor! Mau mau aja disuruh Ayahmu kawin sama Kidul brengsek! Apa kamu gak jijik? Ayah dan anak sama aja!""Bun, sudah, Bun. Tenang dulu." Terdengar juga Hektor membujuk.Kini tersisa aku dan Ayah Hektor. Kami duduk membisu, menatap makanan yang bertebaran
Bab 20Aku mengingat-ingat. "Ada beberapa, Pak. Ayah pernah bilang, jika bertemu makhluk astral jangan berkomunikasi melalui ucap bibir, tapi beranikan ruh dalam diriku 'tuk mengoneksi mereka lewat bahasa batin." "Ayahku sudah meninggal. Ibu juga," jelasku lagi. Ayah Hektor terlihat tenang, sementara anaknya berubah sendu. Lebih tepatnya prihatin padaku."Maaf, Mbak Arini. Apa Mbak gak merasa curiga sama mendiang Ayah?" Aku mengernyit mendengar pertanyaan itu. "Gimana, gimana?"Ayah Hektor memperbaiki posisi duduk. Berdeham sebentar lalu meneguk jus yang tersisa."Maaf sebelumnya, Mbak. Tapi saya rasa, Ayah Mbak Arini juga bersekutu dengan Nyi Roro Kidul semasa hidupnya.""Jangan sesumbar, Pak!" Aku berucap tegas. "Gada tanda-tanda kalau Ayah saya bersekutu sama Nyi Roro Kidul." "Ada, Mbak. Pasti ada jika Mbak mau cari tahu!" "Kenapa Bapak begitu yakin?" Sepertinya aku mulai terganggu dengan pembahasan ini. Mulai meluas dan menyikut sana-sini. "Sebab aku pernah memperistri Nyi Ro
Bab 21Tepat jam lima sore, aku kembali ke Vila Melati. Kukelola pikiran agar tidak menghadirkan kenangan pertemuan tadi. Sebab jika sebentar mata batinku kembali aktif, mereka bisa mencium rahasia ini. Apa yang telah dibicarakan sebelumnya di restoran, kuhapus dari benak, seakan tak terjadi apa-apa. Ndoro Putri asyik bercokol dengan kuntum melati saat aku melewati taman vila. Ia merawat mereka seperti anak sendiri. "Arini ...." panggilnya lembut.Aku lalu menghampirinya dan memperlihatkan sensasi kagum pada bunga peliharaannya. "Kamu dari rumahmu, 'kan?" tanyanya dengan binar khawatir. "Iya, Ndoro. Lelah banget membersihkan debuh yang menumpuk berbulan-bulan." "Kok, Ndoro gak bisa melacak kamu, ya? Malah yang muncul sinar merah dan putih menghalangi penglihatan Ndoro." Ia mengeluh."Kok bisa gitu?" Sanggahku dengan mimik dibuat senormal mungkin. "Ndoro pasti kecapaian, juga terlalu banyak memfungsikan mata batin.""Sepertinya kamu benar, Arini. Ndoro terlalu mengandalkan mata b
Bab 22Enam bulan berlalu dan kami semakin menyatu dengan vila melati.Dibangun mirip keraton di mana ilalang menjadi atapnya, vila ini dikenal telah tutup. Masyarakat luas mengira bahwa usaha pariwisata ini telah berhenti beroperasi. Memang benar. Vila Melati ditutup bagi masyarakat luas, bahkan ijin usahanya dicabut oleh pemerintah setempat. Namun, tetap beroperasi secara terselubung.Kami tidak menerima tamu umum dengan tujuan liburan atau relaksasi alam. Jika mereka datang, pasti kami tolak. Vila ini hanya dikhususkan bagi pengikut Nyi Roro Kidul.Tidak hanya menjadi jembatan menuju pantai selatan, Vila Melati juga menjadi pusat persekutuan dan penyembahan kepada Nyi Roro Kidul. Oleh sebab itu, tidak heran jika ilmu supranatural kami meningkat pesat. Saat ini, kami tengah berkonsentrasi pada ilmu meraga sukma. Yaitu, memisahkan sukma dari raga dengan sengaja demi tujuan tertentu. Tujuan kami adalah, memenuhi undangan Nyi Roro Kidul di malam satu suro nanti. Bukan sebagai tamu,
Bab 23Pesta.Apa yang terlintas di benak saat mendengar kata itu? Makanan berlimpah dan dekorasi yang indah. Khas dunia manusia, bukan? Bagaimana jika pestanya berlangsung di alam gaib? Ah ... sungguh tidak sabar mengalaminya.Persiapan demi persiapan telah rampung menuju malam satu suro. Melur dan karyawan non indigo lainnya diliburkan selama seminggu agar tidak mengusik ritual kami.Berlima, kami memulai tahapan berpuasa dan mengurung diri dalam ruang gelap selama tiga hari. Ini bertujuan; menekan aktivitas raga, membersihkan pikiran, dan memancing eksistensi sukma agar mendominasi.Malam satu suro akhirnya tiba.Panca indera di-non-fungsikan dan jemari membentuk mudra rahasia. Sadarilah ... raga ini bukanlah pusat kehidupan. Raga akan mati, menjadi bangkai, membusuk lalu kembali pada tanah. Namun, sesuatu yang lain bersifat abadi. Sesuatu yang kami genjot supaya terpisah dari raga ini. Empat hari bersemedi, ujung kaki dan kepala terasa kram. Perut memanas dan detak jantung melamb
Bab 24Ribuan orang dari seluruh penjuru berkumpul di depan gerbang istana pantai selatan. Tinggi, pendek, hitam, putih, gemuk, kurus, rambut keriting dan berombak. Menjadi bukti bahwa Nyi Roro Kidul berpengaruh hingga ke pelosok tanah air. Beda penampilan, beda profesi. Ada dukun, artis, pengusaha, pejabat, nelayan, guru spiritual, pemilik hotel dan restoran, pelatih bela diri, pemangku adat istidat, bahkan ada ustad dan oknum lain yang berkedok agama. Semua diundang khusus dan kami memancarkan aura yang sama. Aura pengikut Nyi Roro Kidul.Enam pasukan ditugaskan mengatur jalan masuknya undangan. Kami berbaris rapi, memanjang ke belakang. Lalu pintu gerbang dibuka lebar, sehingga satu per satu melangkah masuk. Dayang-dayang menyambut di sisi dalam gerbang. Wajah ayu dengan rambut hitam panjang yang disisipi kuncup melati, mereka berpakaian serba putih dan perhiasan emas memenuhi bagian tubuh. Mereka menyuguhkan nampan berisi penganan klasik jawa kuno. Gethuk dan ongol adalah salah