Aku hendak kabur masuk kembali kedalam kamar namun wanita itu dengan cekatan menarik rambutku. Aku memekik kesakitan dan mengikuti arah langkahnya. "Bu, tolong jangan seperti ini. Kita bisa bicara baik-baik." Aku berusaha untuk membujuknya."Wanita sepertimu tidak pantas diajak bicara baik-baik," geramnya. Istri Pak Bagas terus menarik rambutku sepanjang koridor kamar. Entah hendak dibawa kemana aku sekarang. "Bu, tolong lepaskan saya. Ibu akan membuat malu diri ibu sendiri dengan berbuat seperti ini." Dengan menahan rasa sakit dirambut, aku masih berusaha membujuknya. "Aku yang akan mempermalukan dirimu, bukan aku yang akan malu." Pikiranku langsung kemana-mana apa dia akan membawaku ke tempat keramaian dan mempermalukan diriku dihadapan banyak orang. Aku semakin kalut memikirkan hal itu. "Maaf Bu, jangan membuat keributan disini." Suara seorang laki-laki melerai kami. "Aku tidak membuat keributan, wanita ini harus diberi pelajaran," sahut Bu Ayu dengan keras. "Ibu terlihat c
Sesampainya di ibukota, aku langsung ke kosan baru. Nayla, temanku yang baik hati itu sudah memindahkan barang-barang milikku yang tidak seberapa ke tempat yang baru."Kenapa pindah sih, kamu sudah bosan tinggal dekat denganku?" Tanya Nayla begitu kami selesai berkemas. Saat ini kami sedang duduk bersantai sambil menikmati makan siang di lantai kosan. "Tidak Nay, aku menghindari Pak Bagas, aku sudah memutuskan hubungan dengannya dan tidak juga bekerja di cafe nya." "Kenapa?""Kamu lihat ini?" tanyaku sambil menunjukkan bekas luka di bibirku yang sudah mulai sembuh. "Ah iya, aku baru mau bertanya. Pulang liburan kok kayak habis dianiya, pria itu yang melakukannya?" "Bukan, tapi istrinya," jawabku singkat.Nayla menutup mulutnya dengan telapak tangan, sepertinya dia shock dengan apa yang aku katakan. "Kok bisa, bagaimana kejadiannya?" "Sebenarnya wanita itu sudah menyadap ponsel suaminya, tapi sepertinya kami berdua sama-sama bod0h, atau mungkin lagi apes. Jadi gitu deh, aku keta
"Yaa ampun Ri, kenapa baru datang? aku pikir tidak jadi kesini. Mana aku telpon juga tidak diangkat-angkat," cerocos Nayla begitu aku sampai di kamar kosannya. "Aku diculik," jawabku asal. "Hah?! diculik bagaimana?""Tadi saat aku sampai didekat sini, tiba-tiba ada mobil Pak Bagaskara. Aku tidak menyangka akan bertemu dengannya disini. Lalu dia memaksaku untuk pergi bersamanya, bahkan dia hampir memaksaku melayaninya," tuturku panjang lebar. "Kok bisa sih, bukannya kalian sudah putus hubungan. Kenapa dia masih memaksamu." "Aku meninggalkannya begitu saja saat di Jogja dulu, Nay. Dia sendiri yang mengatakan jika setelah berlibur disana kami akan berpisah, makanya aku pergi dan meninggalkan dirinya di hotel begitu saja saat itu. Aku tidak ingin lagi dia mencegahku dan menggangguku. Makanya itu juga aku pindah kos-kosan." "Terus tadi ngapain dia membawamu?""Dia bilang merindukan diriku, dia tidak bisa kehilangan aku. Lelaki itu ingin aku bersamanya, Nay." Terdengar helaan nafas da
"Hai Mentari, mau bareng?" Sapa sebuah suara saat aku melangkahkan di trotoar menuju halte busway."Eh mas Rayyan, saya biasa naik busway, mas. Terimakasih," sahutku sambil tersenyum. Pria yang menyapaku adalah Staff HRD yang waktu itu menghubungiku untuk kembali bekerja di kantor ini. Sehari-hari dia mengendarai motor untuk pulang dan pergi ke kantor. Pria itu terus mengikuti diriku yang berjalan kaki dengan menjalankan motornya secara perlahan."Ayolah, Mentari. Kita searah kok," ucapnya lagi."Darimana mas Ray tahu jika kita searah?" tanyaku sambil menghentikan langkah."Aku beberapa kali melihatmu di dalam bus yang tujuannya ke arah kosanku. Jadi aku pikir kita searah, untuk memastikan lebih baik kita jalan bersama." "Berarti belum pasti searah. Lebih baik mas Ray jalan duluan daripada harus mengantarkanku terlebih dahulu," ucapku sambil tersenyum. Aku kembali melangkah menuju ke halte, tidak ingin merepotkan orang lain. Namun lelaki yang usianya tidak jauh beda denganku itu te
Siang ini seperti biasanya aku dan Mbak Aira akan menghabiskan waktu bersama dengan salat dan makan. Mas Rayyan masih suka mengajakku pulang pergi bersama meskipun aku berusaha menghindarinya sebisa mungkin. Jujur saja aku tidak percaya diri jika harus dekat dengan laki-laki itu. "Boleh duduk disini," sapa seseorang laki-laki. Aku dan Mbak Aira yang sedang asyik menyantap makanan siang, refleks mendongak dan menatap kearah sumber suara. "Boleh dong Ray, duduklah," ucap Mbak Aira mempersilahkan pria itu duduk diantara kami. Setelah mengucapkan terima kasih, mas Rayyan duduk diantara kami berdua. Dia juga sudah membawa sepiring nasi berserta lauknya dengan lengkap. "Kalian sering pulang pergi bersama?" tanya mbak Aira memecah keheningan diantara kami. "Kalau ada kesempatan saja sih mbak? Mentari sepertinya selalu berusaha menghindari saya," jawab Mas Rayyan sambil menatapku. "Tidak mas, kadang saya memang harus pulang terlambat dan berangkat lebih pagi," sahutku beralasan. "Mema
"Mentari ...." Panggilan itu membuatku tersadar dari lamunan. "I-iya mas," jawabku tergagap. "Bagaimana, bolehkah aku mengenalmu lebih dekat?" tanyanya lagi. "Aku, aku tidak tahu mas. Aku tidak mengerti maksudmu, kita kan sudah saling mengenal selama ini," jawabku asal. Pria di sampingku itu menghela nafas panjang, mungkin dia gemas dengan kepura-puraanku."Selama ini kita hanya saling mengenal sebagai rekan kerja, aku ingin mengenal lebih dari itu. Baiklah jika begitu, maukah kamu menjadi kekasihku aku ingin mengenalmu lebih dekat dan akan menikahimu jika kita saling cocok. Apa kamu mengerti jika aku mengatakan yang seperti ini?" Kali ini perkataan Mas Rayan terdengar lugas dan sangat jelas menjadi kekasih lalu menikah sekarang aku tidak bisa berpura-pura tidak mengetahui maksudnya."Aku aku tidak pantas untukmu Mas," lirihku.Terdengar decakan dari mulut Mas Rayan. "Alasan itu terdengar klise, Mentari. Aku tidak dak pantas untukmu, kamu terlalu baik dan lain sebagainya Itu hany
"Kenapa orang tuamu memberi nama Mentari?" tanya mas Rayyan sore itu. Seperti biasa, kami akan menghabisi waktu bersama di taman kota setelah pulang kerja dihari Sabtu. Hubungan kami sudah berjalan selama satu bulan, selama itu kami pulang pergi bersama. Kadang kala pria itu mampir ke kosanku saat kami pulang kerja bersama untuk mencoba masakanku. Di kosan itu tidak ada larangan teman pria datang, dengan syarat tidak lewat jam malam dan tidak menutup pintu kamar jika ada tamu datang. Hanya jika hari Sabtu saja kami pergi keluar agar tidak kemalaman saat pulang. Kami lebih banyak menghabiskan waktu bersama di taman, dan tempat terbuka lainnya. Menghindari hal-hal yang mungkin terjadi seperti waktu lalu saat hujan turun dengan deras. Mungkin aku memang bukan wanita yang baik dan sudah pernah melakukan hubungan badan berkali-kali, tapi aku tidak ingin membuat mas Rayyan terjerumus melakukannya denganku."Ibu bilang agar aku menjadi wanita yang bersinar seperti Mentari. Tapi sepertinya
Aku masih terus berusaha mencari waktu yang tepat untuk berbicara dengan Mas Rayyan tentang masa laluku menjadi wanita simpanan, sebelum Pak Bagas yang akan mengatakannya entah dengan cara bagaimana. Namun sepertinya waktu tidak berpihak padaku, baik Mas Rayyan maupun aku sangat sibuk menjelang akhir tahun seperti ini. Bahkan mas Rayyan sering kali lembur dan kami tidak bisa pulang bersama, tidak juga punya waktu untuk pergi berdua di hari Sabtu seperti biasanya. "Maaf ya, kita gak bisa pulang bareng beberapa hari ini. Mas masih sibuk," ucapnya siang itu saat makan bersama. Kami hanya makan berdua saja, mbak Aira sedang keluar kantor bersama atasan kami. "Tidak apa-apa mas, kamu fokuslah bekerja. Aku tahu semua orang sibuk saat ini termasuk aku," jawabku sambil tersenyum. "Setelah ini kita bisa libur bersama," ucapnya sambil tersenyum padaku. "Aku tidak sabar ingin bertemu dengan ibumu," lanjutnya lagi. Aku tersenyum getir mendengar perkataannya, membayangkan sebuah kekecewaan y