Sebuah kepala yang secara tiba-tiba muncul dan mengagetkan Pak Asep yang sedang duduk termenung di pinggir sungai. Rambutnya yang panjang dan basah terlihat mengambang di aliran air sungai yang tenang itu.
Aku yang pada saat itu sedang berpikir untuk mencari cara agar bisa menyeberangi sungai tersebut sontak melihat ke arah sungai, tepat setelah Pak Asep berteriak kepadaku dan menunjuk ke arah makhluk yang secara perlahan muncul di sungai itu.
“Diam Pak Asep, jangan melarikan diri lagi seperti tadi di pemakaman,” Kataku yang melarang Pak Asep agar tidak bergerak.
Situasinya sekarang berbeda dengan pemakaman yang tadi dilewati oleh kita berdua, apabila Pak Asep kembali ketakutan dan berlari menyusuri sungai dengan terburu-buru, ditakutka
Terima kasih sudah menjadi pembaca setia WARUNG TENGAH MALAM ya Vote dan Komen bintang lima ya supaya saya masih tetap semangat untuk uploab bab terbaru terima kasih.
Seketika cacian dan makian keluar dari dalam dalam diriku pada saat itu, sebuah kemarahan yang memuncak karena melihat seseorang yang aku kenal dipermainkan oleh para makhluk yang bisa saja, hal itu bisa mengancam nyawanya. Dia ternyata, Makhluk itu sengaja menunggu kita berdua lengah pada saat itu, setelah awalnya makhluk itu gagal menggulung Pak Asep ketika pertama kali kaki Pak Asep menginjak permukaan air untuk berenang di sana. Kali ini dia sengaja muncul tanpa ada gerakan sedikit pun, menunggu kita berdua untuk lengah dan dengan cepat menarik salah satu dari kita ke dalam sungai yang sangat dalam itu. Aku tidak bisa menggerakan tubuhku pada saat ini, lagi-lagi dengan kemarahan yang memuncak dan muncul secara tiba-tiba, seperti ada yang mengambil alih tubuhku ketika saat-saat seperti ini. Aku tahu ini bukan
Aku melihat Pak Asep yang kini sedang duduk dan menyenderkan badannya di tebing dekat mulut gua, badannya tampak kelelahan dan kedinginan. Karena air sungai di pegunungan pada malam hari sangat menusuk kulit. Badan Pak Asep bergetar hebat, tubuh dan jiwanya kini terguncang atas kejadian yang tadi menimpanya. Baru kali ini dia merasakan dipermainkan oleh makhluk yang bukan dari kalangan manusia, bahkan beberapa dari mereka, berani untuk menarik Pak Asep ke dalam sungai Leuwi Jurig yang dalam ini. “Pak, lebih baik Pak Asep menunggu di sini. Biar aku ke dalam mencari Oha.” Kataku sambil membuka bajuku dan memberikannya ke Pak Asep untuk sekedar menghangatkan badannya yang menggigil kedinginan. Baju dan celanaku masih terasa kering, karena
“OHAAAAAA, BANGUN OHAAAAAA!!” Aku berteriak-teriak mencoba membangunkan Oha yang sedang tertidur lelap di atas tumpukan jerami dengan beberapa anak lainnya. Namun nampaknya, Oha tidak mendengar apapun yang aku teriakan. dia masih saja tidur dengan nyaman di tumpukan jerami itu dan tidak menghiraukan suara berisik di sekitarnya. Meskipun Kalong Wewe yang mengaku dirinya Dini itu berteriak juga kepadaku dengan nada yang marah, tapi sama sekali tidak aku gubris. Karena aku melihat Oha yang dicari oleh Bapaknya selama ini sekarang ada tepat di depan mataku. Kalong Wewe itu tampak semakin marah, dia kemudian berdiri dan melangkah ke arahku. Dengan tatapan yang tajam dan mengancam, supaya aku bis
EuggghhhAku merasakan sakit di dahi, rasa sakit dan pusing secara tiba-tiba terasa olehku. Belum lagi luka-luka gigitan dari kelelawar yang memenuhi tubuhku saat ini, seketika sekujur tubuhku berdarah. Hingga kaus dalam yang berwarna putih kini terlihat banyak sekali noda berwarna merah yang muncul di beberapa bagian.Di depanku terlihat empat sosok anak kecil berwarna hitam pekat yang berdiri tepat di depanku, mereka tiba-tiba datang dan menundukan kepala padaku saat itu juga, empat sosok anak kecil berwarna hitam legam di sekujur tubuhnya.Meskipun mereka semua hampir sama, namun mereka mempunyai ciri masing-masing, yaitu luka goresan kecil yang letaknya berbeda beda. Ada luka goresan di kepala, kaki, badan, dan tangan.
Debu-debu itu perlahan menghilang, dan menyisakan beberapa bongkahan batu besar dan beberapa stalaktit gua yang berceceran dimana-mana. Aku yang masih duduk untuk menahan rasa sakit yang semakin lama semakin tak tek tertahankan hanya bisa melihat sosok yang muncul secara tiba-tiba dihadapanku yang sedang kesakitan ini. Kala, dengan santainya datang dari atas, dengan sengaja merobohkan langit-langit ruangan itu dan berdiri di antara reruntuhan yang dia hancurkan. Dia hanya menepuk-nepuk pundaknya, mencoba menghilangkan debu-debu tipis yang menempel pada tubuhnya, Seperti tidak ada rasa sakit yang dia rasakan ketika dia memaksa masuk ke dalam ruangan ini, dengan menghancurkan langit-langit ruangan untuk memaksakan masuk ke dalam. Dia hany
“Kau ambil anak yang kamu cari-cari selama ini, namun sisanya kamu berikan kepadaku sebagai tumbal. ”“Dan gantinya, aku akan membuka tubuhmu untuk menampung lebih banyak para makhluk yang siap sedia membantumu ketika kamu kesulitan. ”“Hingga nantinya kamu akan menjadi Jawara, dan tidak akan ada yang berani menentangmu apabila kamu pergi dari Kampung Sepuh. ”Kala kemudian berdiri, lalu tanganya direntangan. dia seperti sedang menyombongkan dirinya sendiri di depanku.“Kamu akan tidak terkalahkan jang, tidak akan ada yang berani untuk menyentuhmu. manusia ataupun mahluk yang sama sepertiku. Apabila kamu di sakiti, kamu bisa mengirim para mahluk yang ada dalam tubuhmu untuk menyerang manusia itu.”
Sinar cahaya bulan yang menerangi Leuwi Jurig pada malam itu terlihat lebih terang menyinari ku dan Pak Asep, serta anak-anak yang masih terbaring di tanah di dekat gua. Pak Asep langsung berlari ke arahku, dan langsung memangku Oha oleh kedua tanganya, air matanya pecah. Anak yang selama ini dia cari-cari kini dia temukan, meskipun harus membutuhkan usaha yang berlebih. Rasanya seperti mimpi, mimpi yang menjadi kenyataan. Meskipun awalnya ragu akan hal itu Namun Pak Asep yakin, hingga dia memutuskan keluar pada malam hari dan menemuiku yang sedang berada di warung. “Ohaaaaa, syukurkan kamu baik-baik saja Oha! Bapak takut kamu kenapa-kenapa, bapak takut tidak bisa bertemu kamu lagi nak! Hiks hiks,
“Coba bantu sebrangkan anak-anak dulu, didampingi aja sambil berenang melewati sungai dengan berpegangan ke tali tambang yang sudah ada, ” Kata Aki Karma berteriak kepada ku dan Pak Asep yang sedang ada di sana. Beberapa dari warga malah sudah mendatangiku dengan membawa baju, handuk, termos kecil yang isinya teh manis hangat dan makanan yang ditutup oleh plastik dan diikatkan ke tali tambang supaya tidak tenggelam. Mereka berenang sambil membawa barang-barang tersebut agar aku dan Pak Asep tidak kedinginan lagi, dan anak-anak yang kini baru sadar dan tidak mengetahui apa yang terjadi ditenangkan oleh Pak Asep yang ada di sana. Mereka seketika menangis tersedu-sedu, karena tidak mengetahui apa yang terjadi. Mereka hanya tahu ketika diba