Sinar cahaya bulan yang menerangi Leuwi Jurig pada malam itu terlihat lebih terang menyinari ku dan Pak Asep, serta anak-anak yang masih terbaring di tanah di dekat gua.
Pak Asep langsung berlari ke arahku, dan langsung memangku Oha oleh kedua tanganya, air matanya pecah. Anak yang selama ini dia cari-cari kini dia temukan, meskipun harus membutuhkan usaha yang berlebih.
Rasanya seperti mimpi, mimpi yang menjadi kenyataan. Meskipun awalnya ragu akan hal itu Namun Pak Asep yakin, hingga dia memutuskan keluar pada malam hari dan menemuiku yang sedang berada di warung.
“Ohaaaaa, syukurkan kamu baik-baik saja Oha! Bapak takut kamu kenapa-kenapa, bapak takut tidak bisa bertemu kamu lagi nak! Hiks hiks,<
Terima kasih sudah menjadi pembaca setia WARUNG TENGAH MALAM ya Vote dan Komen bintang lima ya supaya saya masih tetap semangat untuk uploab bab terbaru terima kasih.
“Coba bantu sebrangkan anak-anak dulu, didampingi aja sambil berenang melewati sungai dengan berpegangan ke tali tambang yang sudah ada, ” Kata Aki Karma berteriak kepada ku dan Pak Asep yang sedang ada di sana. Beberapa dari warga malah sudah mendatangiku dengan membawa baju, handuk, termos kecil yang isinya teh manis hangat dan makanan yang ditutup oleh plastik dan diikatkan ke tali tambang supaya tidak tenggelam. Mereka berenang sambil membawa barang-barang tersebut agar aku dan Pak Asep tidak kedinginan lagi, dan anak-anak yang kini baru sadar dan tidak mengetahui apa yang terjadi ditenangkan oleh Pak Asep yang ada di sana. Mereka seketika menangis tersedu-sedu, karena tidak mengetahui apa yang terjadi. Mereka hanya tahu ketika diba
Kampung Sepuh siang ini terlihat ramai, banyak warga yang berkumpul di rumahku karena satu sebab, Anak-anak yang kemarin hilang kini sudah ditemukan. Dan ketika anak-anak itu diselamatkan dan dibawa ke warung oleh para warga kampung.Aki Karma memerintahkan Mang Darman untuk memberitahukan Pak Caca akan hal ini ke Kampung Parigi, sehingga para orang tua yang merasa kehilangan anaknya kini datang untuk menjemput mereka.“Jangg, hatur nuhun pisan, atos mendakan putra abi! (Jang, terima kasih banyak, sudah menemukan anak ku!)”Seorang Ibu-ibu dari Kampung Parigi menangis histeris dan berterima kasih kepadaku ketika menemukan anaknya yang selamat, mereka memeluk anak-anak mereka masing-masing. Bahkan ada Bapak dari anak-anak itu se
Gunung Sepuh, Gunung yang menjulang tinggi. Menutupi cahaya matahari pagi yang muncul ketika pagi hari muncul di Kampung Sepuh, gunung yang berjajar dengan rapi, bersanding dengan gunung-gunung lainnya hingga ke ujung Selatan Jawa. Namun ada yang spesial dari Gunung Sepuh ini, tidak seperti gunung-gunung yang sering di daki seperti Gunung Cikuray, Papandayan, bahkan gunung Patuha. Gunung Sepuh sama sekali tidak memperbolehkan pengunjung untuk datang dan mendaki hingga ke puncak. Karena tidak ada fasilitas yang memadai hingga ke atas sana, tidak ada pos penjagaan di bawah gunung. Yang dijadikan tempat untuk kita daftar sebagai pendaki. Bahkan, selama mendaki ke puncak Gunung Sepuh, tidak ada pos-pos di setiap jalur pendakian, yang menjadi tempat berhenti dan beristirahat. Layaknya gunung-gunung yang lain di Jawa Barat.
Sebuah jalan setapak kecil yang masuk ke dalam hutan. Dengan pohon-pohon yang rindang dan lebat di kedua sisinya. Jalanan yang nampaknya sudah lama sekali digunakan oleh manusia untuk masuk ke dalam Gunung Sepuh yang lebat ini. Sehingga, terlihat banyaknya daun-daun kering yang menutupi jalan itu, yang saling bertumpuk satu sama lain hingga menutupi jalan. Pohon-pohon yang menutupi cahaya dari matahari yang masuk ke dalam gunung itu terlihat menjulang tinggi ke atas. Jalan ini adalah jalan yang sama, ketika dilewati oleh Adriaan dan pengawalnya ketika membabat hutan untuk menjadikannya kebun teh beberapa puluh tahun yang lalu. Dan kini, jalanan ini tertutup, dengan tulisan papan 'DILARANG MASUK! ' berwarna merah yang kini sudah memudar. Entah siapa yang membuat tulis
Rumah dan warung di sore ini tampak sepi, setelah aku berbicara perihal gelang ini kepada Ibu. Ibu tampaknya tidak mengetahui secara detail tentang gelang yang aku pakai, dia hanya tahu sekilas bahwa gelang itu diberikan oleh orang tuanya kepada Bapak. Untuk senantiasa membantu urusan tentang perjanjian warung semasa dia hidup.Namun tampaknya hal itu tidak pernah berhasil diwujudkan oleh Bapak hingga dia meninggal, beberapa kali Bapak mencoba gelang tersebut. Namun ketika dipaksakan, muncul sebuah rasa sakit yang teramat dalam yang terasa oleh tubuh Bapak.Sepertinya badan Bapak menolak gelang itu mentah-mentah, dan hingga akhir hayatnya. Bapak belum bisa memakai gelang yang sedang aku pakai ini, hingga dia menitipkannya padaku saat berada di alam bawah sadarnya.
Seorang nenek-nenek tua yang sedang membawa kayu bakar secara tiba-tiba hadir, dan menghilang. Ketika dia memberi peringatan kepadaku tentang apa yang terjadi di Gunung Sepuh, untuk dua hari kedepan. Aku tidak tahu, kejadian apa itu. Namun yang pasti, sepertinya ada sesuatu hal yang akan mengguncangkan kampung lagi, aku harus waspada. Apalagi menyangkut Gunung Sepuh, aku takut hal ini akan berimbas kepada warga kampung. Malam semakin larut, bintang-bintang mulai bermunculan satu persatu. Menghiasi malam di Kampung Sepuh dengan sinarnya yang redup. Aku yang masih duduk di depan warung, mulai masuk ke dalam. Mengambil sarung dan jaket, untuk sekedar menghangatkan badanku pada malam itu. Semoga malam ini, tidak ada kejadian yang mengakibatkan aku keluar dari warung lagi.
Sebenarnya, Gunung Sepuh adalah gunung yang tidak ramah didaki hingga ke puncak. Karena, tidak ada pos-pos seperti gunung-gunung yang lain, juga tidak ada trek khusus untuk pendaki.Sehingga sampai saat ini, sangat jarang sekali manusia yang mendaki Gunung Sepuh. Apalagi dengan rumor-rumor yang diketahui oleh beberapa masyarakat tertentu akan keangkeran Gunung Sepuh.Sehingga, bagi para pendaki yang sudah mengetahui rumor itu, lebih baik mengurungkan niatnya dan mencari gunung lain untuk mereka daki.Namun Vito berbeda, karena suatu konten cerita lah yang membuat dia terkenal hingga saat ini. Sehingga dia mencari tempat-tempat yang lebih menantang, pendakiannya pun biasanya didokumentasikan sendiri dengan kamera yang dia bawa untuk k
Dug, dug, dug,“Vit, Bud. Bangun lu pada!, tolongin gue, ” Kata Icha yang panik sambil mencoba membuka tenda yang diisi Vito dan Budi.Vito dan Budi yang pada saat itu baru saja terlelap mendadak bangun, karena suara panik Icha yang berteriak di depan tenda mereka.“Apa lagi sih Cha? Lu bikin heboh deh tengah malem gini,” Kata Budi yang mendadak bangun kembali dari tidurnya.“A, a, ada kunti merah Bud, Vit di tenda gue,” Kata Icha panik.Budi dan Vito serentak bangun dari tidurnya. Kali ini, mereka berdua membawa senter dan berjalan ke tenda Icha yang tepat berada di sebelahnya.“Ah elu, lu mau bikin sensasi biar ada bumbu-bumbu cerita ser