Dug, dug, dug,
“Vit, Bud. Bangun lu pada!, tolongin gue, ” Kata Icha yang panik sambil mencoba membuka tenda yang diisi Vito dan Budi.
Vito dan Budi yang pada saat itu baru saja terlelap mendadak bangun, karena suara panik Icha yang berteriak di depan tenda mereka.
“Apa lagi sih Cha? Lu bikin heboh deh tengah malem gini,” Kata Budi yang mendadak bangun kembali dari tidurnya.
“A, a, ada kunti merah Bud, Vit di tenda gue,” Kata Icha panik.
Budi dan Vito serentak bangun dari tidurnya. Kali ini, mereka berdua membawa senter dan berjalan ke tenda Icha yang tepat berada di sebelahnya.
“Ah elu, lu mau bikin sensasi biar ada bumbu-bumbu cerita ser
Terima kasih sudah menjadi pembaca setia WARUNG TENGAH MALAM ya Vote dan Komen bintang lima ya supaya saya masih tetap semangat untuk uploab bab terbaru terima kasih.
Keluarga Ba’a, nama keluarga yang sudah terkenal di daerah selatan, sehingga orang-orang di pesisir selatan pasti mengenal keluarga itu. Meskipun, hanya rumornya saja yang mereka ketahui. Keluarga yang dipimpin oleh Ba’a, yang tidak lain adalah Paman dari Ibu, awalnya hanya seorang pengembara yang memutuskan untuk mengembara seorang diri ke daerah selatan hingga saat ini. Ba’a berbeda dengan kakek, yang tidak terlalu memikirkan tentang keilmuan yang mereka terima dari leluhurnya. Kakek dan Nenek dari Ibu, hanya memakai keilmuan tersebut seperlunya saja. Bahkan mereka seringkali berbohong kepada orang-orang yang baru dikenalnya, bahwa mereka adalah orang biasa yang tidak mengetahui tentang keilmuan apapun. Alhasil, Ibu yang merupakan ket
Kok kok kok..... Suara-suara ayam hutan saling bersahutan, suara yang menandakan bahwa malam hari sudah selesai dan beberapa saat lagi bulan yang menyinari malam akan tergantikan oleh cahaya matahari dengan sinarnya yang hangat. Bintang-bintang masih terlihat dengan jelasnya, belum saatnya bagi mereka untuk menghilang terkena silaunya matahari pagi, mereka masih berusaha mempertahankan kilauannya ditemani oleh cahaya kemerahan yang pelan-pelan muncul di ufuk timur Gunung Sepuh. Api unggun yang semalam dibuat, kini hanya menyisakan kayu-kayu yang sudah terbakar habis dengan sisa api berwarna merah yang masih menempel di kayu-kayu itu. Sedangkan sisanya sudah menjadi abu dan jatuh ke tanah. Menyatu dengan tanah dan rumput yang terbakar.
“Cha, Cha, bangun Cha hey! ” “Lu kebluk amat sih Cha! ” “Dah hampir sore nih hey! ” Kata Budi yang mencoba membangunkan Icha di dalam tendanya. Sambil menunggu Icha tertidur, dia membereskan segala sesuatu yang kemarin dipakai untuk berkemah, agar semuanya siap setelah Icha bangun. Sampah-sampah dia masukan ke dalam keresek khusus, dan mengikatnya ke tas carrier yang dia bawa, untuk nanti dia buang ketika turun dari Gunung Sepuh ini. Juga sisa-sisa api unggun dia matikan sepenuhnya. Agar sisa-sisa apinya tidak menjalar ke pepohonan di sekitarnya. Semuanya sudah siap, tinggal tenda tempat Icha tertidur pulas yang belum sempat dia bereskan. “Cha, Cha bangun hey. Vito dah nungg
Icha dan Budi hanya terdiam di depan jurang yang menganga di depan mereka, dengan kabut tebal berwarna putih yang menghalangi pandangan mereka. Hanya terlihat beberapa pohon yang ada di dekat mereka. Selebihnya mereka tidak tahu, ada apa di balik pohon-pohon itu, karena kabut tebal yang turun itu menghalangi pandangan mereka.Jantung Icha berdegup kencang, baru kali ini dia hampir celaka. Apabila Budi tidak reflek untuk memegang tas carrier Icha, mungkin dia akan jatuh ke dalam jurang yang dalam itu.“Makasih ya Bud, dah nyelametin gue, ” Kata Icha dengan nafas yang terengah-engah.“Gue kagak tahu kalau ada jurang disini. ”Icha tiba-tiba duduk di dekat jurang itu,
Malam semakin larut, aku melihat jam dinding di dalam warung. Yang menunjukan pukul 22.00 malam. Namun, kabut tebal tampaknya masih menemaniku yang duduk di dalam warung hingga saat ini.Malam yang sungguh sangat sepi, hanya terdengar suara radio di HP dengan lagu-lagu dangdut yang menemaniku, meskipun aku sebenarnya tidak suka dengan lagu yang sedang diputar. Tapi karena hanya satu channel itu yang masih menyiarkan siarannya hingga saat ini, sehingga, mau tidak mau aku dengarkan untuk mengusir sepi.Semakin malam, rasa dingin semakin menusuk tulang, aku yang pada saat itu mengisi waktu luang dengan mengisi TTS bekas ibuku, kini lebih banyak berdiam diri dan berpikir banyak hal. Bahkan beberapa kali aku melihat gelang yang sedang aku pakai ini.Bahkan sesekali, aku membuka lagi laci tempat menyimpan uang di dalam wa
“Kadieu maneh! Geus cukup ngaganggu si Ujang, (Kesini kamu! Sudah cukup mengganggu si Ujang,)” Kata seseorang yang berkata sambil mengangkat tangannya. Tampak satu bayangan hitam muncul secara perlahan, di antara bayangan-bayangan lain yang berjalan mengikuti orang itu. Sebuah bayangan yang besar melebihi bayangan-bayangan yang lainnya, dan bentuknya sama persis seperti makhluk besar yang melihatku dari luar warung. Namun, semakin dia berjalan mendekati warung. Bayangan-bayangan hitam yang tadi mengikutinya, secara perlahan-lahan menghilang dengan sendirinya. Sehingga terlihat kembali, lampu-lampu rumah yang menyala terang ke arah jalan dari arah Kampung Sepuh. Dan me
Keilmuan, sebuah ilmu yang tidak bisa dipelajari oleh semua manusia di dunia ini, ilmu yang tidak dipelajari di Sekolahan hingga Universitas. Namun banyak orang-orang pintar dan bergelar, rela berbondong-bondong datang kepada seseorang yang memiliki keilmuan itu. Karena, mereka bisa memecahkan masalah yang tidak bisa mereka pecahkan hanya dengan jabatan, kepintaran dan uang yang mereka miliki. Tak jarang keilmuan ini di pakai untuk orang-orang yang bertanggung jawab, untuk melancarkan semua usahanya. Bahkan dipakai untuk menyingkirkan lawan mainnya. Keilmuan ini tidaklah jahat. Namun, manusialah yang mengkategorikan itu dengan keilmuan putih dan hitam. Mencelakai manusia yang tidak mengerti keilmuan ini, ataupun mereka hanya membantu dengan ikhlas kepada para manusia yang datang kep
GRRRRRRRRRRRR ROAR Sima seketika tampak marah, tuannya yang dia jaga tiba-tiba di cekik oleh makhluk suruhan dari Ki Ba’a yang tak lain adalah pamannya sendiri. seketika keluar asap tipis berwarna putih yang muncul dari tubuhnya, dengan tatapan tajam yang tertuju ke arah rumah. Namun, Duag “Cicing maneh Sima, edek jigah kumaha oge, ieu lain urusan maneh! (Diam kamu Sima, mau seperti apapun juga, ini bukan urusanmu! )” Sebuah tangan besar terlihat memegang Sima dan mengangkatnya ke atas. Dia mencoba menahan Sima yang sedang emosi itu, untuk tetap diam. Karena apa yang Ki Ba’a lakukan, tidak ada hubunganya sama sekali dengan Sima.