Hari semakin siang, rupanya matahari di siang ini tidak memancarkan sinarnya dengan sempurna. Cahayanya yang terang rupanya tertutup oleh awan tebal dan kabut tipis yang menutupi seluruh Kampung Parigi pada siang itu.
Rasa dingin mulai terasa, terutama bagi para dokter forensik yang datang dari kota, bersamaan dengan para dokter dan perawat puskesmas yang ikut membantunya. Mereka memakai pakaian khusus dengan masker yang mereka pakai.
Baru kali ini juga para warga kampung yang berkerumun harus dibubarkan secara paksa oleh para dokter itu, selain menjaga protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus juga agar tidak mengganggu proses penyelidikan dari para dokter yang didatangkan langsung oleh Pak Ardi.
Semua petugas, bahkan Pak Ardi, Aki Karma dan Icha sekalipun kini harus memakai masker. Atas saran dokter forensik itu. Bahkan kini, kantor Aparat Desa di segel dan tidak membiarkan seorangpun masuk, kecuali Aparat Desa yang kini dibantu oleh aparat dari ke
Kabut tebal yang menutupi Kampung Sepuh pada sore itu menutupi pandanganku, sehingga aku tidak bisa melihat siapa yang berbicara kepadaku pada sore itu. Hawa dingin yang menusuk kulit kini mulai terasa, meskipun aku terbiasa dengan hawa dingin yang seperti ini. Tapi tetap saja, aku harus memakai jaket untuk membuatku hangat. Tapi aku sepertinya malas untuk mengambil jaket di dalam rumah, aku malas melakukan apa-apa hari ini. Pikiranku masih saja kacau, aku baru merasa benar-benar kehilangan ketika warung ini seharusnya di jaga oleh ibuku pada siang hari. Dan kali ini, hanya ada aku sendiri yang menjaga warung ini sendirian. Terkadang di saat hari beranjak sore seperti ini, ibu menyiapkan teh hangat dan juga beberapa gorengan untuk ku santap, ibu tahu betul kalau aku di jam segini sudah kelaparan sedangkan waktu makan malam masih lama. Dengan senyumnya yang khas membuatku merasakan kehangatan dari seorang Ibu. Tapi kini sudah tidak ada, kini aku hanya hidup se
Malam Itu, Mang Rusdi Seperti biasanya diam dirumah sambil menonton sinetron kesayanganya di TV. Sinetron tentang romansa rumah tangga yang menjadi populer di Kampung Sepuh saat ini, tak jarang ibu-ibu setiap pagi pasti membicarakan sinetron yang mereka tonton kemarin malam, dengan menebak-nebak adegan selanjutnya yang akan ditontonnya pada episode malam berikutnya. Begitupun juga para suami yang awalnya terpaksa harus menonton sinetron itu karena berebut remote TV dengan istrinya, dan perlahan-lahan para suami seperti Mang Rusdi akhirnya ketagihan menonton sinetron setiap malam. “Mah makanan nya sudah siap?” Teriak Mang Rusdi dari ruang tengah ke arah dapur. “Iya Pak sebentar lagi, ini sedang masak telur kesukaan Bapak,” Teriak Bu Ani istrinya Mang Rusdi dari dapur Trang trang trang Terdengar suara masakan yang sedang dimasak di wajan, tercium juga bau harum dari masakan yang sudah ditiriskan dari arah dapur, masakan yang sederhana namun meng
Mang Rusdi mendadak emosi, sepertinya ayam-ayam tersebut bukan di ambil secara paksa oleh seseorang, tapi mungkin dimangsa oleh anjing hutan yang sengaja turun ke kampung untuk mencari makan. Gunung Sepuh memang masih banyak terdapat hewan-hewan liar yang hidup di sana, dan biasanya, para hewan itu tidak akan berani untuk turun ke kampung. Karena makanan mereka sudah cukup di dalam hutan. Namun, pada malam ini, ketika Mang Rusdi melihat ayamnya mati dengan penuh luka, darah bercucuran dan gigitan di sekujur tubuhnya itu. Dia yakin bahwa ini adalah ulah hewan liar yang tinggal di Gunung Sepuh, dan mereka datang ketika malam hari untuk mencari makan. Mang Rusdi kemudian mencabut parang dari sarungnya, tangannya mengepal dengan keras, parang itu di acungkan dengan emosi yang muncul ketika dia melihat kondisi ayam-ayamnya. Mang Rusdi sangat yakin apabila ini ulah dari anjing liar yang tinggal di hutan, dan bukan ulah dari para makhluk yang seringkali muncul di Ka
Salah satu makhluk yang dipercaya tinggal di Gunung Sepuh kini berada tepat beberapa puluh meter di depan Mang Rusdi, makhluk yang berbadan manusia dan berkepala anjing yang kepalanya menghadap ke belakang ini menjadi makhluk mitos yang dipercaya oleh beberapa masyarakat di tatar sunda. Aul adalah makhluk yang jarang sekali terlihat oleh manusia, biasanya makhluk ini hanya berkeliling di dalam gunung dan hanya beberapa orang saja yang pernah melihatnya. Namun jangan harap ketika kalian sudah dilihat oleh makhluk tersebut kalian akan selamat, karena makhluk tersebut akan mengejar kalian seperti hewan buas yang ingin memangsa hewan buruannya. Sehingga untuk beberapa orang yang mengetahui mitos ini, ketika mereka sedang memasuki Gunung Sepuh. Hanya mendengar suaranya saja, meskipun itu di siang hari, mereka akan tahu bahwa itu adalah aul yang sedang berjalan mendekati mereka. Dan mereka pun langsung menjauhi tempat tersebut agar tidak bertemu Aul di dalam hutan.
“KIII, KII, BUKA PINTUNYA!” Mang Rusdi menggedor-gedor pintu Aki Karma, dia semakin panik. Beberapa kali dia melihat ke gang seberang rumah Aki Karma yang gelap gulita itu, berharap bahwa aul tersebut masih terjebak dan belum mengejarnya lagi. “KIIII, KIIIII!” “KIIII, KIIII, BANGUN KI, TOLONG BUKA PINTUNYA KI!” “CEPETAN KIII!” DUG DUG DUG Badan Mang Rusdi tak henti-hentinya gemetar, tubuhnya merinding dan keringat dingin pun bercucuran di wajahnya. Bagaimana tidak, sesosok makhluk yang menurut mitos adalah manusia yang mempunyai keilmuan yang berlebih, namun dengan kesombongannya atas keilmuan yang dia pelajari, sehingga rela menebas kepalanya sendiri di depan lawan bertarungnya, dan dia berkata bahwa ketika kepalanya ditebas tidak akan membuatnya mati. Namun naas, kepala yang dia tebas sendiri dibawa pergi oleh lawan bertarungnya. Sehingga apabila dia terlalu lama hidup tanpa kepala, hidupnya tidak akan bertahan lama.
AUUUUUUUUUUUUUU..... Untuk pertama kalinya malam di Kampung Sepuh dalam keadaan gaduh, Malam yang tenang di pegunungan dengan taburan bintang-bintang yang menghiasi malam hening itu, kini terdengar sangat gaduh. Kampung Sepuh mendadak penuh dengan pengunjung yang datang dari arah luar Kampung Sepuh, entah siapa yang datang dan membuat gaduh pada malam itu. Namun yang pasti, semua yang datang pada malam tersebut bukan berasal dari kalangan manusia. Hihihi Hihihi Banyak suara-suara anak kecil yang berlari di antara gang-gang kampung seperti sedang mencari sesuatu, terdengar pula orang-orang yang duduk di pinggir jalan dengan tertawa-tertawa yang menyeramkan. Bahkan beberapa di antaranya banyak menggerak-gerakan pohon-pohon di sekitar rumah sehingga suara daun dan dahan yang saling beradu pun terdengar. Hiiiiii hiiiii hiiiii Banyak keluarga yang akhirnya terbangun, hampir semuanya kecuali Pak Ardi yang saat ini masih mengurusi urusan yang
Kongkorongooooook.... Waktu sudah mendekati pagi di Kampung Sepuh yang dingin hingga menusuk kulit. Para warga yang baru saja tertidur akibat teror yang terjadi di malam hari, akhirnya harus terbangun kembali karena teriakan warga yang berkeliling kampung untuk memberitahukan sesuatu. “PAKKK, BUUU, KEBAKARAN!!” “WARUNG SI UJANG KEBAKARAN! ” Para warga tidak mengetahui apabila warungku kini terbakar, Hanya Mang Rusdi dan Aki Karma yang sudah mengetahuinya lebih dahulu tentang kondisi warung. Itu pun, mereka hanya bisa berdiam diri di dalam rumah dan tidak bisa berbuat apa-apa, meskipun akhirnya bisa tertidur ketika aul yang mendatangi rumah Aki Karma menghilang. Para warga yang mendengar teriakan tersebut langsung berpikir bahwa mungkin penyebab dari banyaknya makhluk yang datang ke kampung mereka ini, karena warung ku yang terbakar habis. Mang Darman yang ketiduran dalam keadaan jongkok dengan selimut yang menutupi badannya kini terban
Aki Karma yang berdiri sambil memegang selendang berwarna merah itu langsung kaget karena tiba-tiba muncul sesososk nenek tua yang berdiri dan tersenyum kepadanya. Dan tampaknya, hanya dia sendiri yang melihat nenek-nenek tersebut. Karena, Aki Karma melihat para warga masih sibuk membersihkan puing-puing warung yang kini terbakar habis. “Nenek siapa ya?” Katanya sambil mencoba bertanya untuk mengetahui siapa sosok yang tiba-tiba muncul di depannya. Nenek-nenek itu hanya bisa tersenyum kepada Aki Karma yang masih kebingungan dengan sosok yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Namun tak lama, ketika dia ingin melihat selendang itu kembali di tangannya, dia semakin kaget karena selendang itu tiba-tiba menghilang dari pandangannya. Padahal dia tidak menjatuhkannya atau pun menyimpannya kembali, tapi dia pegang dengan kedua tangannya. “Cu, selendangnya nenek ambil dulu ya, suatu saat nanti akan nenek kembalikan lagi ke tempat ini. ” Selendang tersebu