Aku menghela napas lega begitu keluar dari mobil setelah sembilan jam penerbangan dari Washington ke Ełlona dimana Albert mengundang seluruh geng untuk menghabiskan libur musim panas. Mobil kami berhenti berhenti di depan rumah - setidaknya itu bagaimana Albert menyebutnya - yang bagiku terlihat seperti mansion dengan desain medieval dan dikelilingi lapangan hijau juga pepohonan.
Aku, Sam, Sarah, dan Julian masuk ke dalam dengan mulut terbuka dan mata yang mengambil banyak sekali ornamen dan lukisan sejauh pandangan. Aku tidak terkejut jika Albert memiliki rumah seperti ini karena dia terlahir di keluarga terkaya di Eropa namun menjadi temannya dan melihat secara langsung terasa berbeda. Hal yang paling aku sukai di sini adalah chandelier nya. Aku seakan tidak bisa melepaskan pandanganku darinya.
"Ayo, ikut aku." Albert berkata pada kami untuk mengikutinya menaiki salah satu tangga kembar di depan kami.
Setiap sudut dan lorong terasa kemewahannya dan aku melihat Julian yang tidak bisa berhenti memotret setiap sudut dan lukisan di dinding di sepanjang jalan kami menuju kamar Albert.
"Aku kadang-kadang tidak mengenalmu Alby, kau bisa saja tinggal disini tapi kau memilih pergi ke Amerika dan tinggal di apartemen studio." Sam berkata sambil melihat Albert yang hanya tertawa lebar.
"Yah, tapi kalau begitu aku tidak akan mengenal kalian." Balasnya.
Sementara aku dan Sarah masih tidak bisa berkata-kata. Kami berbelok ke kanan setelah melewati dua belokan yang sama dan Albert membuka kamarnya yang ada di ujung lorong. Aku entah kenapa merasa rumah ini seperti labirin.
Aku semakin kagum saat melihat kamarnya yang mungkin seluas rumahku. King size bed nya terletak di ujung ruangan dan salah satu pintu di sana pasti kamar mandinya, balkoni terletak di ujung lain dari ranjangnya dan aku membeku di tempatku saat melihat jacuzzi di sana. Sial itu sangat indah apalagi dengan pemandangannya.
"Yeah, aku tahu wajah itu." Albert berkata dan aku langsung menatapnya dengan wajah memerah saat dia menyeringai padaku.
"Kau tidak mau tahu berapa banyak orang yang ku ajak bercinta di sana." Katanya yang langsung mendapat pukulan dan makian dari Julian dan Sam.
"Apa kau yakin yang kau ajak itu orang dan bukannya sex toys?" Sam berkata tanpa berpikir.
"Sialan." Albert memukul belakang kepala Sam.
Aku kembali melihatnya dan aku tidak akan pernah cukup untuk mengatakan kalau dia sangat tampan dan juga seksi hingga terasa menyakitkan saat melihatnya. Aku mengalihkan pandanganku sesegara mungkin sebelum Albert mengetahui aku sering menatapnya. Aku biasanya tidak seperti ini namun setelah Kyle aku merasa aku perlu penggalih perhatian.
"Ambil saja spot yang kalian suka, kamar tamunya baru selesai disiapkan saat makan malam." Katanya dan kami semua membeku di tempat seolah ragu untuk menginjakkan kaki lebih jauh lagi.
"Ayolah guys, anggap saja rumah sendiri. Yeah, kamarku memang seukuran gereja tapi hey, kita tetap akan bermain Call Of Duty, kan?" Albert. Begitu rendah hati hingga aku tidak bisa memikirkan satupun kekurangannya. Maksudku dia tampan, kharismatik, seksi, dan sangat baik. Aku sangat beruntung rupanya.
Sepuluh menit kemudian para laki-laki sudah berteriak satu sama lain sedangkan aku dan Sarah hanya melihat mereka dengan bosan. Walaupun aku tidak keberatan melihat Albert begitu serius memainkan game nya tapi aku juga merasakan kebosanan Sarah meradiasiku, hingga dia akhirnya mengajakku untuk mengelilingi rumah, tentu saja setelah bertanya pada Albert dan dia hanya bilang "Terserah kalian, hanya kita yang berada di rumah ini."
Kami langsung bergegas keluar dari kamar dan membiarkan mereka sibuk dengan gamenya. Saat kami menyusuri lorong yang sama Sarah bertanya padaku soal Kyle dan aku tidak bisa menolong perasaanku yang terasa langsung tenggelam ke kegundahan.
"Jadi, apa yang sebenarnya terjadi dengan Kyle?" Sarah masih bertanya pertanyaan yang sama sejak akhir sekolah berakhir tepat sebelum libur musim panas dan aku menghindarinya seperti wabah sejak saat itu.
"Tidak ada apa-apa." Bohong. Seratus persen bohong. Nyatanya adalah kau partner tidur yang buruk hingga saat ini kau bahkan belum pernah merasakan yang Sarah sebut 'kapital O' hingga pacarmu selingkuh dengan wanita lain. Aku berkata pada diriku sendiri.
"Baiklah kau masih belum mau bercerita, ya sudah. Mulai sekarang aku akan menjadi makcomblang pribadimu." Sarah berkata cukup keras ketika kita berbelok ke arah berlawanan dari pertama kita datang dan melihat lebih jauh sisi dari rumah ini. Sial, aku tidak tahu apakah ini masih pantas untuk disebut rumah. Ini hampir seperti kastil dengan banyaknya koleksi benda antik yang ditata dengan baik dan fakta bahwa ada seratus pelayan di sini. Setidaknya itu yang Albert katakan saat kita masih di pesawat.
Aku menghentikan langkah Sarah ketika melihat ada balkoni lain yang cukup besar hingga aku bisa melihat pemandangan di luar sana dan hanya dengan satu tatapan saja aku dan Sarah tahu kita harus kemana. Kami berjalan, sedikit berlari sebenarnya agar bisa sampai di sana dan aku benar-benar terpana melihat pemandangannya.
Aku bisa melihat cukup jelas pepohonan yang rupanya adalah kebun buah seperti aprikot dan persik. Aku bertanya-tanya apakah aku bisa memetiknya. Lalu di tepat di antara rumah dan kebun buah ada kolam renang yang luar biasa besar, gazebo yang mungkin hanya pernah aku lihat di film dan pantry. Aku bisa terbiasa tinggal di sini. Ini luar biasa.
"Kolam itu adalah hal pertama yang akan aku icipi besok." Kata Sarah yang aku balas dengan kekehan. Tidak diragukan lagi, diantara kami semua dia adalah perenang terbaik sejak dia masuk ke tim renang di sekolah dan memenangkan dua lomba tahun lalu.
"Ladies,"
Mendengar suara pria di belakang kami, aku dan Sarah langsung berteriak sambil berbalik hanya untuk melihat pria yang mungkin berada di sekitar empat puluhan dengan baju putih dan rompi hitam. Dia tersenyum seolah terhibur dengan teriakan kami namun aku juga merasakan nada permintaan maafnya.
"Maaf sudah mengagetkan kalian. Namaku Diego, aku kepala pelayan di sekitar sini. Kalian pasti salah satu teman Tuan Albert." Katanya yang hanya kami balas dengan anggukan kecil karena aku masih kaget separuh terpana karena rumah ini memiliki kepala pelayan. Kurasa tempat ini lebih besar dari yang aku duga.
"Kurasa kalian sudah menemukan tempat terbaik di seluruh rumah ini dan jika aku boleh menawarkan di sebelah sana ada sedikit makanan dan minuman kecil untuk mengisi waktu luang karena kamar kalian masih dipersiapkan." Dia menunjuk ke kanan kami dan aku melihat meja dengan mangkuk besar berisi buah-buahan dan gelas besar yang kurasa berisi jus yang baru aku perhatikan saat ini. "Kami jarang menerima tamu di sekitar sini." Diego mengakhiri perkataannya.
"Trims, Diego." Kataku tersenyum padanya.
"Sama-sama. Jika kamar kalian sudah siap Mafalda akan mengantar kalian langsung ke sana." Katanya sebelum berpamitan pada kami.
Rumah ini benar-benar lebih besar daripada dugaanku. Sarah langsung mendekati mangkuk buah dan mengambil buah persik sementara aku masih memproses sebenarnya seberapa kaya keluarga Albert ini.
"Oh Tuhan, buah ini luar biasa." Kata Sarah membuyarkanku dari lamunanku dan membuatku mengerutkan keningku dan mencoba buah yang sama yang dimakan Sarah. Sialnya, dia benar. Entah kenapa Sarah selalu benar masih misteri bagiku tapi buah ini benar-benar manis.
"Aku membawa ini ke kamarku." Kata Sarah. "Dan sudah pasti saat pulang nanti." Dia melanjutkan yang aku balas dengan putaran mataku.
Kami duduk di sofa yang memang di sediakan karena balkoni ini memang benar-benar besar. Menikmati angin musim panas yang bertiup kencang dan wangi segar seakan mengimbangi hawa panas. Seseorang bisa hidup terbiasa dengan ini.
"Apa kau tahu, konon keluarga Albert masih memiliki terhubung dengan salah satu keluarga bangsawan Roma." Sarah menyeletuk setelah mengambil buah persik terakhir di mangkuk. Aku berharap aku memiliki metabolismenya.
"Bagaimana kau bisa tahu?" Aku bertanya sambil menaruh gelas air ku di meja kopi.
"Itu yang anak-anak bilang padaku." Balasnya yang kurasa merujuk pada klub buku yang sering dia ikuti.
"Itu tidak mungkin."
"Yeah, terserah. Hei, sekarang kan kau single. Kenapa kau tidak mencoba mendekati Albert, siapa tahu kau beruntung." Sarah menyeletuk setelah menghabiskan separuh buahnya.
Ide itu sempat terlintas di benakku walaupun tidak hanya sekedar melintas tapi lebih tepatnya sering aku pikirkan namun aku tidak tahu bagaimana cara memulainya, maksudku kita bersahabat. Ini tidak semudah mendekati cowok acak. Maksudku apa yang tidak bisa kita sukai darinya, dia benar-benar sempurna di segala sisi. Aku bahkan pernah dengar rumor tentang banyak wanita yang dia kencani tapi Al sendiri tidak pernah mengkonfirmasinya. Kebanyakan hanya senyuman sombongnya atau menyuruh kami diam diikuti tawa.
"Aku mau mencari kamar mandi." Sarah berkata setelah menghabiskan buah persiknya dan aku menganggukan kepalaku mengamatinya pergi.
Aku memejamkan mataku sejenak merasakan angin yang menyapu kulitku dengan lembut dan untuk kali ini saja aku benar-benar merasakan kedamaian total setelah apa yang terjadi dengan Kyle. Aku baru saja hendak memberikan hadiah ulang tahunnya yang ke 23 dan bukannya dia yang terkejut namun malah aku yang mendapatkan kejutan. Aku membuka pintu kamarnya dengan jantung berdebar dan aku melihatnya meniduri wanita lain, lebih parahnya lagi dia melihatku di ambang pintu dia dengan beraninya tersenyum padaku.
Setelah itu aku langsung berlari ke rumah dan mengunci diriku sendiri hingga ayahku menyerah untuk menyuruhku makan malam. Keesokan paginya hanya ada debat dan sumpah serapah lalu kata-katanya seperti berdenging dengan kencang di kepalaku tepat setelah dia mengatakannya "Jangan menyalahkanku, kau adalah alasan aku meniduri wanita lain." Aku membuka mataku dan berdiri untuk mengisi gelasku dengan kesal. Aku terdiam setelahnya dan langsung pergi.
Menggelengkan kepalaku aku dengan cepat melihat sekitarku untuk mencari pengalihan dan saat aku berlutut untuk mencari majalah di bawah meja kopi aku malah menemukan map kuning dan merah berisi sesuatu yang tidak aku mengerti dan peta layout seluruh mansion namun tidak ada majalah.
Dengan kesal aku mengambil petanya dan membuka untuk melihat apapun yang ada di sana asalkan perhatianku teralihkan. Aku sekilas bisa mengenali kolam renang, halaman depan, dapur, kamar tamu dan kamar Albert. Kemudian ide tiba-tiba saja muncul di kepalaku dan aku menyukainya.
TO BE CONTINUED
5 tahun kemudianTeleponku berbunyi ketika aku memasuki elevator. Aku memutuskan untuk mengabaikannya tapi sepertinya Sarah bukan tipe orang yang mudah menyerah."Hai, aku tidak tahu kalau Miss Makcomblang menelponku." Aku bersiul."Apa kau bercerita tentang ayahmu adalah anggota mafia pada James?" Sarah setengah berteriak padaku melalui telepon. "Pria malang itu mengancam akan membunuhku. Di tengah malam! Bagaimana kau bisa membuat pria baik dan ramah seperti James berubah jadi kejam?""Hei, bukan salahku dia langsung percaya. Semua pria yang kau comblangkan padaku hanya berpikir dengan satu sel otak.""Pria yang aku kirim untukmu itu cerdas, punya penghasilan yang bagus, dan tampang yang lumayan," Sarah membalas dengan helaan napas berat. "Apa kau tidak ingin bahagia, Cass?"Sekilas aku merasa marah dengan pertanyaannya tapi aku dengan cepat memendamnya. Sarah Hale adalah sahabat ku dan orang yang paling bisa aku percaya di dunia. Kita saling mengenal semenjak taman kanak-kanak tapi
Kota bagian timur laut Eropa bernama Ełlona terletak ditengah-tengah antara Rusia, Estonia dan Latvia. Bahasa umum yang digunakan antara lain : Russian, Latvian, dan English. Populasi di Ełlona cukup banyak untuk kota yang kecil dan setiap bulan kota ini menerima turis dengan total empat ratus orang baik dari luar kota maupun luar negeri untuk melihat keindahan alam dan taman bunga - plus Ełlona juga merupakan asal keluarga Amerika-Eropa terkaya di dunia yang terkenal karena gen ketampanannya. OK, bagian terakhir hanyalah pendapatku sendiri dan bukan dari Wikipedia. Setelah aku dan ayahku duduk di interior mewah limusin berwarna hitam yang mengantar kami dari landasan pribadi West. Aku menghabiskan sembilan jam di langit pagi dari JFK ke langit malam Rusia ke bandara Sheremetyevo, plus satu jam di pesawat pribadi menuju Ełlona, aku googling tentang apa saja yang tidak aku ketahui tentang kota ini - yang mana cukup banyak. Di setiap kesempatan ayahku mengintip teleponku dan menyuaraka
Tempat api unggunnya bergerak. Jam di ponsel menunjukkan, ini baru saja lewat tengah malam dan aku berguling di sofa dengan selimutku membaca Shadow and Bone di Kindle. Aku berhak untuk ketakutan ... karena tempat apinya bergerak-gerak. Aku bahkan tidak menyadari ada semacam pahatan batu bodoh sampai aku melihat bagian kecil dari dinding perlahan terbuka, seperti pintu. Di mansion tua yang luasnya mengalahi kastil ini, ghoul atau demon bukanlah pengecualian, lihatlah diriku yang terbawa karakter yang aku mainkan di The Hunt, Samantha, berburu monster jahat sepanjang hidupnya, aku terlahir untuk menjadi hebat dalam yang aku lakukan. Apapun yang ada di balik dinding itu akan dengan mudah aku lawan. Namun mungkin setelah aku menyelesaikan chapter ini, pikirku, kembali membaca bagian yang aku tinggalkan yang baru saja memasuki bab yang bagus sebelum kembali melihat ke tempat api yang setengah terbuka. "Debu sialan," Setannya bergumam, merundukkan kepalanya dan keluar dari rak di ata
Dean mengambil waktunya untuk berjalan mundur dariku tapi aku tidak membantu untuk mendorongnya lebih jauh karena aku membeku di tempatku berdiri. Aku selalu berpikir itu hanya hiperbola konyol tapi saat ini, aku benar-benar merasa seperti patung es."Apa, Vanya?" Katanya sambil tersenyum puas, melarikan ibu jarinya di sepanjang bibir bawahku yang bengkak karena ciumannya."Aku tidak bermaksud mengganggu, paman." Suara Vanya yang tetap kasual membuatku sedikit lega.Aku berbalik, meringis melihat raut penasaran tergambar jelas di wajahnya. "Kau tidak mengganggu apapun, Vanya." Kataku, memaksakan nada kasual di suaraku. "Apa kau akan kembali ke dalam?" "Vanya, sudah berapa kali ku bilang jangan memanggilku paman," Dean mengeluh di samping ku. "Aku tidak setua itu." "Aku hanya mencoba menghormatimu," Vanya berkata dengan lembut. "dan ya, Cassandra, aku akan kembali ke mansion. Ada beberapa detail di pernikahan yang membutuhkan perhatian ku.""Bagus, aku akan, um, ikut denganmu.""Kau t
Ada ketukan di pintuku sekitar jam sepuluh, aku baru saja selesai memakai makeup ku. Orgasme semalam benar-benar menaruh keceriaan di wajahku. Memikirkannya aku jadi teringat Dean - bayangan tentangnya menyentuh dirinya sendiri tadi malam, membayangkan dia meledak dalam ekstasi. Semua itu - terutama miliknya itu akan terpatri selamanya di pikiranku dan aku menemukan diriku sendiri berliur ketika aku hendak membuka pintu ... berhadapan langsung dengan ayahku. Aku langsung menyingkirkan pemikiran kotorku dan mengeluarkan ekspresi polos dan senang pada ayahku. "Hi, Dad," Kataku, memberinya senyuman yang tidak dia balas. Aku merasakan wajahku memanas saat dia berjalan tanpa berkata-kata melewatiku, parfum cologne nya yang familiar tercium olehku. "Apa semua baik-baik saja?" Aku bertanya. Tidak bisa menghentikan nada ragu-ragu seperti anak lima tahun yang ketahuan mencuri di suaraku. Hanya Daniel Prince yang bisa membuatku s
Makan malam benar-benar mengerikan.Tentu saja, ada hal yang lebih buruk sedang terjadi di dunia daripada sahabatku yang memberikanku silent treatment tanpa alasan apapun, tunangan pujaan hatiku dulu memberiku tatapan diam-diam selama main course dan dewa Yunani duduk di sampingku dengan jemari paling ajaib.Aku kebetulan yang paling terlambat datang ke ruang makan dan kursi yang kosong tinggal satu, itulah kenapa aku duduk bersandingan dengan Dean, jemarinya merayap naik dari ujung gaunku di bawah meja saat dia dengan polosnya berbicara dengan Constantine yang ada di kanannya.Aku tidak bisa makan; aku bahkan tidak bisa berpikir. Tidak saat dia baru saja tahu kalau aku tidak menggunakan celana dalam.Membuka pahaku untuknya, aku merasakan jemarinya berhenti saat dia tidak menemukan penghalang apapun di antara dua kakiku. Kepalaku pusing karena rangsangannya, aku hampir saja menangis lega ketika d
"Sial, apa yang kau pikirkan? Bagaimana dengan STD? Apa aku satu-satunya orang yang masih waras di sini?" Dia terlihat terkejut. "Kita periksa setiap bulan. Sebenarnya, aku sembila-puluh-sembilan persen yakin kalau ini anaknya Sam." Aku memutar mataku padanya. "Oh, ya, kurasa itu akan membuat hal yang lainnya tak berarti." "Lihat? Karena inilah aku tidak ingin memberitahumu apapun. Kau selalu menghakimi ku!" "Realistislah sedikit, Sarah. Hanya sedetik saja, jangan menganggap kalau kau hidup di dunia fantasi dimana setiap orang telanjang dan bercinta dengan siapapun yang mereka mau," Aku mencacinya, merasakan amarah merayap di sekujur tubuhku karena ketidakdewasaannya. "Ini bayi - yang tidak kau yakini milik suamimu." "Bisakah kita melihat Netflix dan melupakan percakapan ini?" Dia membujuk, memberiku tatapan puppy-dog nya. Aku hampir saja menyerah melawan ta
Setelah dipikir-pikir hari pernikahannya datang begitu cepat, aku masih merasa baru kemarin aku memegang tiket pesawat dan selembar undangan dan mengobrak-abrik isi otakku untuk membuat alasan yang bagus kenapa aku tidak bisa datang. Fakta kalau aku dan Vanya tidak begitu dekat yang mana membuatku tidak memiliki andil apapun di pernikahan ini kecuali hanya hadir sebagai tamu. Jangan salah aku tidak keberatan dengan itu, pada akhirnya, ini adalah pernikahan orang terkaya di benua Eropa dan aku tidak harus melakukan apapun kecuali muncul dan bersenang-senang. Lagipula, aku sudah tidak sabar untuk segera menyelesaikan ini dan pergi secepatnya dan yang paling utama, melupakan ini semua."Kau baik-baik saja, Cass?" Sarah mengintip dari pintu kamarku, sudah siap dengan jumpsuit hitam yang diaksen dengan ikat pinggang emas. Sangat bukan dirinya, tapi itu bukan masalahku."Kenapa?" Aku bertanya, walaupun aku sudah tahu jawaban yang sebenarnya. Aku