Perayaan semalam membuat tubuh Bella sedikit letih. Bella membuka matanya saat mendengar suara bel dari luar apartemennya. Gadis remaja ini berjalan sempoyongan menuju pintu.
Bella menatap datar kurir yang mengganggu waktunya tidur, pengirim paket itu mengatakan, “Saya ingin mengantarkan paket, Nona.”
Bella mengangguk dan mengambil paket, “Siapa pengirimnya, Tuan?”
Kurir yang memakai topi hitam itu langsung pergi setelah paket sudah berada di tangannya. Bella mengangkat bahunya tak peduli dan menutup pintunya.
Bella membuka kotak yang tak diketahui siapa pengirimnya. Isinya tidak aneh, hanya sebuah ponsel baru. Bella mengambil ponsel itu dan menghidupkannya.
Setelah ponselnya menyala, ponsel itu menggunakan gambar latar belakang dirinya yang sedang dijambak. Bella melemparkan ponsel itu, tubuhnya seketika bergetar hebat. Ingatan-ingatan buruk saat ia dirundung seketika terulang kembali di otaknya. Rasa sakit atas penyiksaan dan perundungan yan
Terima kasih buat yang sudah baca Walk On Memories, penulis harap, Anda terhibur dan selalu bahagia di kehidupan Anda.
Saat Bella kembali duduk di kursinya, Xavia menatap Bella nyalang. Bella yang sadar mendapatkan tatapan itu menatap balik Xavia dengan datar. Xavia merasa tidak terima dan berjalan mendekati meja Bella.Bella menyumpal telinganya dengan earphone dan memutarkan music kesukaannya. Sedangkan Xavia yang melihat itu, menggeram marah dan merasa tak terima. Gadis remaja yang sedang berdiri di samping Bella mendorong kepala Bella ke depan hingga keningnya membentur meja dan mengucurkan darah segar.Suasana menjadi tegang, Bella berdiri di hadapan Xavia dan menatap gadis di depannya ini dengan tajam. Xavia mendorong bella Hingga terduduk di lantai, Bella meringis pelan merasakan nyeri pada tubuhnya.Xavia berjongkok di depan Bella dan berkata dengan nada mengejek, “Ngapain balik lagi? Selama lo pergi, kita semua ngerasa damai. Lo adalah bencana!”Bella tersenyum miring dan berkata sambil menatap mata Xavia, “Korban bencana harusnya ngungsi. kamu
Bella duduk termenung di rooftop sekolah, rasanya… ia mirip seperti monster. Apa niat Bella terlalu jahat untuk membalas semua perbuatan mereka yang pernah merundungnya.Bella menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya, sudah pukul 4 sore. Bella berdiri dan bergegas menuju tempat yang akan ia datangi.*****Alfa memiliki satu kakak perempuan yang baik, pintar, dan sangat disayangi oleh orang tuanya. Papa dan Mamanya selalu menyayangi kakaknya, sedangkan Alfa? Sangat kentara jika ia tidak terlalu dipedulikan oleh orang tuanya.Awalnya Alfa tidak masalah dan berpikir mungkin karena kakaknya perempuan, sangat butuh kasih sayang dan perhatian yang lebih. Makin kesini, Alfa sangat muak selalu dibedakan-bedakan.Alfa tahu, kakaknya pintar dan bisa membanggakan orang tua. Sedangkan dirinya? Hanya berandal kecil yang tak tahu bagaimana cara membanggakan orang tua. Tapi, apakah pantas orang tua membeda-bedakan dirinya? Bukankah ia dan kakakn
Bella memperhatikan wajah Xavia dengan seksama. Sangat jelas terlihat ada perbedaan, mata yang sedikit bengkak, seperti bekas menangis. Tanpa sengaja Bella menatap pergelangan tangan Xavia yang sedang dibalut dengan kain kassa. Pikiran negatif mulai memenuhi isi kepala Bella, ia menunduk dan menahan debaran di hatinya.Bella mengeluarkan ponsel dari sakunya dan mengetikkan pesan, “Mama tiri itu baik, kok!”Setelah pesan terkirim, Bella berjalan keluar kelas. Sedangkan Xavia yang melihat nomor asing mengiriminya pesan langsung melemparkan handphone-nya. Badannya bergetar hebat, tidak ada satu pun orang yang menyadarinya.Dengan cepat, Xavia mengambil ponselnya dan menelpon si pengirim pesan, namun tidak bisa walaupun berulang kali ia mencoba.Xavia putus asa dibuatnya dan berteriak dengan sangat kencang membuat murid-murid di kelasnya yang sedang fokus belajar menatapnya aneh. Xavia mendekati seorang gadis yang sedang memainkan ponsel, langsung
Alfa mendekati Xavia yang sedang duduk termenung sendirian. Alfa menepuk pundak Xavia dan duduk di samping gadis itu. Alfa berbicara dengan pelan, “Bella pelakunya.” Xavia menoleh dengan cepat dan menatap Alfa sambil tertawa. Xavia berdiri dan berkata, “Bella…? Lo ngelucu, Alfa? Stres lo!” Alfa ikut berdiri dan menatap Xavia datar, Ia tak menyangka respon Xavia sangat santai bahkan mengejeknya. Gadis ini, benar-benar bodoh. Ah tidak, sangat bodoh. Alfa meninggalkan Xavia yang masih tertawa sambil memegangi perutnya. Lagipula, Alfa tak peduli dengannya. Alfa mengatakan itu agar Xavia sadar, siapa Bella sebenarnya dan tidak mencari masalah lagi dengan gadis yatim piatu itu. ***** Hari ini Bella tidak berangkat sekolah dan sekarang sedang menuju ruangan Mark. Dengan semangat, Bella membuka pintu kamar rawat Mark dengan kuat hingga membuat gadis yang sedang bersama Mark menoleh menatapnya. Mark yang melihat itu tertawa melihat Bella dan la
Walau sedikit terlambat, Bella melangkahkan kakinya menuju sekolahnya. Ia berlari menuju basement dan langsung mengemudikan mobilnya dengan kencang.Bella menatap kaca spionnya, di sana terlihat mobil hitam sedang mengikutinya. Badan Bella sedikit bergetar, namun Bella menambah kecepatan dan sampailah ia di pelataran Lit High School.Setelah tak ada orang, Bella keluar dengan cepat dan berjalan sedikit cepat menuju kelasnya. Langkah Bella terhenti, seseorang menepuk punggungnya. Dengan sedikit keraguan di hatinya, Bella menoleh. Bella menatap ujung sepatunya, ia tak berani menatap orang yang menepuk punggungnya. Bella pikir, orang itu tahu jika ia baru saja keluar dari sebuah mobil mewah.“Hei.” Ucap orang itu. Mendengar suara yang tak asing di telinganya, dengan cepat Bella mendongak dan menatap Alfa sebagai pelaku.Bella berbalik badan dan berlari dengan cepat menuju kelasnya. Setibanya di sana, Bella terjatuh karena tak melihat kaki Xavia y
Tanpa sengaja Bella bertatapan dengan Alfa saat sedang antri makanan di kantin sekolah. Bella memutuskan tatapan itu langsung dan sedikit merasa jika pandangan Alfa padanya sedikit berbeda. Bella tak memusingkan itu dan langsung mencari tempat duduk dan makan dengan santai.Kursi kosong yang ada di hadapannya diduduki oleh Alfa. Bella menatap Alfa yang sedang menyuapkan makanan ke mulutnya.“Aku nggak suka makan bareng orang asing. Cari kursi lain, Alfa!” ucap Bella pelan. Alfa tak menghiraukan perkataan Bella dan masih melanjutkan mengunyah makanan.Bella menatap Alfa tak suka dan berdiri meninggalkan lelaki itu seorang diri. Melihat itu, Alfa tersenyum tipis dan berucap dengan suara pelan, “Do Eat & Resto Café,”Bella membalikkan badannya dan menatap Alfa yang masih fokus menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Bella menghembuskan nafasnya dan tak menghiraukan ucapan Alfa barusan.Bella memasangkan earphone tanpa
Gadis remaja ini berjalan santai di koridor sekolah. Ia tak memperdulikan tatapan orang-orang yang secara terang-terangan memindainya dari ujung sepatu hingga ujung kepalanya.Langkah kakinya menuju kelasnya yang sedang ramai entah mengapa, tiba-tiba saja mereka memberikan jalan untuk Bella lalui. Dengan rasa bangga, Bella berjalan santai melewati mereka yang menatapnya dengan ketakutan.Bella langsung saja duduk di mejanya dan memasangkan earphone di telinganya dengan santai. Guru yang mengajar tiba di kelas. Bella mengeluarkan buku pelajaran dan mulai menyerap ilmu dengan damai untuk pertama kalinya.Hingga ia kembali ke apartemennya pun tidak ada yang berani menganggunya. Untuk menantap matanya pun mereka tidak berani.*****Kejayaan Lorenza’s X benar-benar berakhir. Wanita malam yang sudah menjadi istri Papanya pun sudah meninggalkan Papanya, entah kemana, Xavia tak peduli.Xavia menunduk dan mendekati Papanya yang sangat kacau. Se
Bella tengah berdiri di bawah pohon besar menatap Daniel dan Cherry yang sedang bersama. Air matanya mengalir, ia merasa sedih menyaksikan orang yang sukai bersama orang lain.Seseorang menyodorkan sebuah ponsel. Mata Bella membelalak kaget, fotonya dan Daniel yang sedang bersama sudah di-upload di base sekolah satu detik yang lalu.Bella menoleh dan menatap sang pelaku dengan tajam. Bella menunduk, ia dapat merasakan jika kehidupan ke depannya akan kembali suram, “Kenapa kamu lakuin itu, Dika…”Pelaku itu yang tak lain adalah Dika menatap Bella dengan seringaian yang menakutkan. Bella meneguk ludahnya susah payah, langsung saja ia pergi meninggalkan Dika.Seperti biasa lengannya dicekal oleh Dika, ia kembali menoleh dan menatap Dika tak suka. “Kenapa kamu lakuin itu, Dika? Kamu nggak nyaman aku hidup tenang di sini?”Dika mengangguk, ia menarik rambut Bella. Pemuda ini mendekati telinga Bella dan berbisik tepat di te