Hana menyadari ada hal yang terjadi selama dia dan Adam pergi. Wajah Bi Imah terlihat ketakutan ketika melihat Alya yang tiba-tiba muncul. Hana pun turun dari mobil dan segera masuk ke dalam rumah setelah sebelumnya suami dan juga madunya masuk terlebih dahulu. Namun langkah Hana terhenti ketika melihat Bi Imah kembali ke luar. "Bi, apa semua baik-baik saja?" tanya Hana dengan berbisik. Bi Imah terlihat menggeleng sedikit agak ragu. "Apa Bibi diancam? Bibi terlihat ketakutan," sambung Hana lagi. "Itu, Bu, Mbak Alya —""BI IMAH, KEMARI!" teriak Adam dengan nada bicara seperti sedang marah. Hana dan Bi Imah pun terkejut dan saling berpandangan. Tak lama kemudian mereka masuk dan menyusul Adam serta Alya di ruang tamu. Terlihat hanya ada Adam dan Alya. Kemungkinan Keenan sudah dibawa masuk ke dalam kamar karena memang tadi sudah mengantuk. "Iya, Pak. Ada yang bisa saya bantu lagi?" tanya Bi Imah dengan kedua tangan bertautan di depan perut. "Apa benar Bibi selama saya dan Hana ti
Hana semakin yakin ada sesuatu yang terjadi selama dia dan Adam tidak ada di rumah. Namun, untuk membuat Bi Imah buka mulut juga cukup sulit karena diancam oleh Alya. "Bu, saya permisi ke belakang dulu!" ucap Bi Imah menunduk. Dia tak berani menatap Hana maupun Alya. Hana pun membiarkan Bi Imah pergi. Sementara itu, Alya dan Hana saling menatap. Keduanya menatap dengan emosi. "Apa yang sudah kamu lakukan sama Bi Imah, Al? Bukankah aku pergi kita masih baik-baik saja? Kenapa kamu sekarang seperti ini?" tanya Hana yang merasa bingung dengan kondisi rumahnya setelah dia tinggal. Terlihat Alya tertawa seperti mengejek. "Apa? Baik-baik saja, Mbak? Apa aku gak salah dengar?"Tawa Alya semakin kencang. Dia pun mendorong tubuh Hana hingga mundur beberapa langkah. "Jangan kira aku gak tahu kamu nyuruh Bi Imah melakukan apa, Mbak! Dan aku gak terima itu! Mbak Hana ... Mbak Hana, gak akan aku biarkan kamu dengan mudahnya menghancurkan pernikahanku dengan Mas Adam. Oh iya, aku mau kasih tau
Adam bingung harus menjawab apa. Kepalanya bahkan terasa pusing karena pertengkaran keduanya. Ternyata memang punya istri lebih dari satu itu tidak enak. "Gimana, Mas? Kok diam saja, jawab dong!" desak Alya yang mulai tak sabaran menunggu Adam bicara. "Sudahlah, Al, jangan paksa begini. Biarkan aku dan Hana istirahat dulu. Kami baru saja pulang dari perjalanan jauh. Dan kamu, kenapa kamu tidak mengucapkan belasungkawa pada Hana tapi malah ngajak ribut?" sungut Adam yang lama-kelamaan juga kesal dengan Alya. Bukannya mengikuti ucapan Adam, Alya mencebik lalu meninggalkan mereka berdua di sana. Hana tertawa kecil melihat tingkah Alya ini. "Lihat tingkah istri mudamu itu, Mas. Sangat tidak sopan! Jika memang punya dua istri sangat menyulitkan untukmu, maka lepaskan salah satunya. Dan satu lagi, Mas, segera lakukan tes DNA agar kita bisa tahu siapa ayah biologis dari Keenan."Sama halnya dengan Alya, Hana meninggalkan Adam yang terpaku sendirian di rumah keluarga. Kepalanya mendadak p
"Apa? Dan kamu menyetujuinya?" tanya Romi yang saat itu terkejut dengan pengakuan Adam. Terlihat Adam mengangguk, kemudian menunduk. Pikirannya saat ini benar-benar sangat kacau. "Tapi, aku tak tahu harus ke rumah sakit mana, Rom. Aku lakukan ini agar Hana percaya kalau Keenan itu anakku dan agar Alya tidak selalu merasa dipojokkan. Apa aku salah?" ucap Adam lagi sambil menatap mata Romi. "Tidak, Dam. Kamu tidak salah. Aku paham sekali maksudmu itu. Kalau kamu tidak keberatan, bawa saja anakmu itu ke rumah sakit Citra Raya. Di sana ada sepupuku juga yang kerja jadi dokter. Nanti aku coba bantu kamu lewat sepupuku itu. Gimana?" usul Romi yang mencoba mencarikan solusi untuk Adam. Adam terlihat berpikir soal usulan Romi itu. Dia masih ragu untuk menerima usulan Romi itu dan itu disadari oleh Romi. Dengan susah payah, Romi berusaha untuk membujuk Adam agar mau melakukan tes DNA di sana. "Jadi gimana, Dam? Kalau kamu mau, nanti biar aku yang urus semuanya. Kamu tinggal datang saja de
Tubuh Alya mulai keluar keringat dingin. Yang awalnya dia yakin semua akan berjalan lancar, ternyata di luar dugaannya. Romi sama sekali tidak merespon pesannya. Padahal posisi Alya dan Adam sudah ada di parkiran rumah sakit. "Kamu kenapa, Al? Kok seperti cemas? Apa yang mengganggu pikiranmu?" tanya Adam yang sadar akan sikap istri keduanya itu. "Oh, eng—gak ada apa-apa kok, Mas. Tolong gendong Keenan dulu, ya, Mas! Aku mau ke kamar mandi sebentar," jawab Alya agak terbata. Tanpa menunggu jawaban dari Adam, Alya langsung lari. Dia sebenarnya bukan mau ke kamar mandi, tapi dia mencari Romi. Kondisinya bingung saat itu. Tapi, kakinya tetap melangkah mencari walau tak tahu kemana. "Kamu dimana, sih, Sayang?" gerutu Alya sambil terus menyusuri rumah sakit bagian depan. Agak lama Alya mencari Romi. Tapi nyatanya pencariannya nihil. Dia sama sekali tidak menemukan Romi. Bahkan, telepon darinya pun tak diangkat oleh Romi. Alya makin panik. Dia melihat Adam dan Keenan sudah memasuki rum
Alya berdiri tepat di depan Hana. Senyuman sinis dia perlihatkan kepada Hana. "Apa kamu sudah siap untuk kalah, Mbak Hana sayang?" bisik Alya tepat di telinga Hana. Hana diam tak menjawab. Percuma juga berdebat dengan perempuan bermuka dua ini. Hana tak ingin menyia-nyiakan tenaganya untuk hal yang tidak penting. "Minggir saya mau istirahat," ucap Hana tegas. Dia nekat maju dan menerobos Alya yang tetap berusaha menghalanginya. Pintu kamar dia tutup dan kunci rapat-rapat. Hana sendiri tak paham dengan ucapan Alya tadi. Tapi, dia mengira ini soal tes DNA yang baru dilakukan suami dan anak Alya. "Ya Allah, semoga saja kebenaran terungkap lewat tes DNA itu. Aku tak ingin rumah tanggaku hancur karena perempuan licik itu, Ya Allah." Doa tulus yang terucap lirih dari mulut Hana. Hana tak keluar dari kamarnya sampai menunggu Adam pulang. Dia lebih memilih menghindari keributan dengan Alya. Namun, sampai malam pun Adam belum pulang. Dan saat di telepon, Adam bilang akan pulang larut ma
Hana sungguh sangat kebingungan karena di depan ada Marvin yang notabenenya kepala sekolah di tempatnya mengajar. Kepulangannya yang cepat dari yayasan juga sebenarnya bukan kebetulan. Setelah mengalami pergolakan batin yang cukup lama, Hana memutuskan untuk mengundurkan diri dari yayasan tersebut. Banyak sekali pertimbangan yang Hana pikirkan sebelum memutuskan hal itu. Hari sebelumnya, Hana curhat pada sahabatnya Luna untuk meminta saran atas keputusan yang akan dia ambil. Marvin sudah terlalu masuk ke dalam ranah pribadinya dan itu membuat Hana tidak nyaman. "Kamu yakin dengan keputusan kamu itu, Han? Jangan sampai nanti kamu menyesal. Apa kamu siap akan selalu bertemu dengan madumu kalau kamu tak ada kegiatan?" tanya Luna pada Hana kala itu. "Entahlah, Lun. Tapi, jika aku tetap bertahan di sana, Pak Marvin akan tetap bersikap seperti itu padaku. Aku gak ingin memanfaatkannya untuk balas dendam pada Mas Adam. Biarlah urusan rumah tanggaku nanti Allah yang akan menolongnya.""Se
Entah apa yang ada dalam pikiran Marvin sampai dia nekat melakukan hal itu. Padahal sebelumnya dia sudah bertekad tidak akan mengganggu rumah tangga Hana lagi. Adam datang penuh dengan amarah. Saat di kantor, Alya mengirimkan sebuah foto yang membuat darahnya mendidih. Foto Marvin dan Hana tengah mengobrol berdua di rumahnya cukup membuatnya langsung berkemas untuk pulang. Tentu saja kesempatan yang baik itu tak di sia-siakan oleh Alya. Dia yang sangat ingin memisahkan Adam dan Hana diam-diam mengambil foto Hana dan Marvin lalu mengirimkannya kepada Adam. "Rasakan kamu, Mbak Hana!" gumam Alya sambil tersenyum licik. "Kurang ajar laki-laki itu! Tak bisa dibilangin satu atau dua kali. Awas saja kalau nanti aku sampai rumah," ucap Adam geram. Sepanjang perjalanan, pikiran Adam selalu ingin cepat-cepat sampai rumah. Bahkan dia tak mengindahkan batas kecepatan maksimal sebuah mobil berkendara di jalan raya. Beruntung dia sampai rumah dengan selamat. "Hana!" teriak Adam sambil mengepa