“Boleh pinjam ponselnya, Mbak aku akan telepon Mas Angga sendiri, dia pasti akan langsung datang.”
Dina mengerutkan kening apa Keira lupa kalau kemarin Angga ke luar kota dan akan kembali besok, setelah meeting. Bahkan kalau pun ingin Angga tak punya sayap untuk terbang kemari, pesawat akan ada jadwal penerbangan esok hari dan dia tidak memiliki heli seperti bos-bos pada umumnya.Tak ingin berpikir lebih jauh, Dina hanya memberikan ponselnya pada Keira.“Pakai nama apa, Mbak?”“Nama biasa aku manggil,” jawab Dina yang tau maksud Keira.“Mbak kok nggak romantis, sih, aku aja ngasih nama Mas Angga, Honey di ponselku.”Wanita ini sedang ngomongin apa sebenarnya? Nggak penting banget, sia-sia dia khawatir tadi. sudah bisa menyebalkan pasti sudah sembuh.“Terserah kamu, itu ponselmu,” jawab Dina gondok luar biasa.Sebenarnya suaminya ini menikahi anak umur berapa tahun?Sungguh Dina tak ingin menangis, dia sangat jarang melakukan itu, semuanya tak bisa berubah hanya dengan air mata, tapi kali ini air mata itu jatuh tanpa permisi, meninggalkan jejak lara di hati, digigitnya bibir kuat-kuat mencegah isak yang lebih nyaring lolos dari mulutnya, dia masih membungkuk, saat dilihatnya sepasang sepatu mengkilap yang sangat dia kenali ada di hadapannya. “Ada apa, Din? Keira baik-baik saja, kan?” Dina mengangkat kepalanya, benar saja, Angga sudah berdiri di depannya, terlihat lelah. Sepertinya langsung ke mari setelah dari bandara. Sejenak Dina mengamati laki-laki yang sudah lima tahun menikahinya itu. Angga masih setampan lima tahun lalu saat mereka bertemu untuk pertama kali pada acara ulang tahun mamanya. Bahkan dia seolah tak menua dengan berjalannya usia. Rambutnya masih sehitam malam dan badannya ramping berotot, pantas saja gadis berusia awal dua puluhan seperti Keira mau menikah dengannya,
Sore itu Dina yang baru saja datang dari kantor, telepon genggamnya berdering dan menampilkan nama Angga yang memintanya kembali ke rumah sakit. “Ngapain lagi, sih aku di suruh ke sana, katanya sudah sembuh kenapa nggak pulang saja langsung,” gumamnya sebal, tapi Dina tak bisa begitu saja mengabaikan permintaan Angga jadi mau tidak mau dia harus ke sana. “Bi,” panggil Dina pelan pada wanita paruh baya yang sedang membersihkan ruang tamu. “Eh iya, Nya, maaf saya nggak tahu Nyonya sudah pulang.” “Iya, nggak apa-apa, Bi. Saya Cuma mau bilang mau keluar lagi Mas Angga minta saya ke rumah sakit, Bibi tolong masakin makan malam, menunya seperti saya bilang tadi pagi, bisakan, Bi?” “Siap, Nyonya bisa.” “Ya sudah sekalian tolong bilang Ara saya keluar sebentar nanti saya telepon anak-anak.” “Iya, baik.” Dina tersenyum puas saat assisten rumah tangganya mengerti maksudnya,
"Mas tidak bisakah, Mas tetap di sini?" tanya Keira, dengan takut-takut dia melirik Dina."Tidak, kamu bersamaku di sini, aku juga tidak berniat memakanmu." Dina justru yang menjawab bukan Angga."Ya sudah aku pergi dulu, Aku ingin bicara bentar, Din," kata Angga lembut tapi tegas. Dina segera mengikuti Angga untuk keluar sebentar dari ruang rawat Keira, Dina hanya melirik sedikit pada Keira yang tersenyum senang mungkin dia mengira kalau Angga akan memarahinya, tapi kalau dipikir-pikir mungkin dia memang sudah kurang ajar menakut-nakuti Keira seperti itu, tapi istri muda suaminya yang kekanak-kanakan membuatnya sebal bukan main. “Kenapa?” tanya Dina saat mereka sudah di luar ruang rawat Keira.“Kamu bisa nggak, Din, lembut dikit sama Keira dia lagi sakit lho?” “Kalau anak-anak yang sakit aku juga judesin mereka.”“Tapi dia bukan anak-anak.” “Yakin? Itu karena kamu sud
"Ara kangen Papa?" "Iya, pengen dibacain cerita sama Papa, Ara juga mau tunjukin boneka baru Ara yang dibelikan Oma." Untuk ukuran anak berusia empat tahun Ara memang tergolong banyak bicara tapi Dina suka sekali dengan itu, dia selalu merasa punya teman ngobrol yang tak ada habisnya. Hiburan yang menyenangkan di tengah kehidupannya yang menyebalkan. "Papanya lagi kerja, nanti kalau sudah pulang pasti main sama Ara sekarang main sama Bunda dulu, ok?" "Ok, Bunda," Jawab Ara dengan nada menggemaskan. Ara bersorak gembira begitu melihat sosok papanya memasuki ruang keluarga tempatnya sedang menggambar ditemani sang bunda. Dina segera berdiri dan mengambil tas serta jas yang dikenakan sang suami, kebiasaan yang selalu dia lakukan sejak dulu entah Dina lupa menonton di sinetron mana? Tidak memiliki contoh sebuah keluarga membuatnya harus b
Sejarah percintaan Dina memang sangat gersang, sebagai anak panti asuhan yang tidak tahu siapa ayah maupun ibunya dia lebih berfokus pada urusan mencari uang dan menamatkan pendidikannya. Beberapa teman kuliahnya yang coba mendekati hanya berakhir dengan hubungan tak jelas saat tahu status Dina atau karena ketidakpeduliannya pada hubungan itu, saat datang Bu Dara, menawarkan pernikahan dengan anaknya yang duda dengan dua orang anak, Dina sebenarnya ingin menolak tapi saat bertemu kedua anak itu hatinya tak tega dan menyetujui kesepakatan itu, apalagi saat bertemu Angga, dia tak bisa bohong kalau dia tertarik padanya, laki-laki tampan, yang sudah mapan dan matang secara emosional.Tidak berpengalaman menjalin hubungan dengan laki-laki membuat Dina harus banyak belajar bagaimana menjadi seorang istri yang baik, apalagi dia menikahi duda yang tak mungkin dia ajak jalan-jalan berdua keliling mall mencari barang diskon atau hanya sekedar pamer di sosmed. Usi
Bekerja adalah salah satu cara Dina untuk melarikan diri dari beban hidup yang kadang menyesakkan dada.Dulu sebelum menikah Dina bekerja keras, disamping untuk mencari uang juga untuk mengusir rasa sepi karena tak ada yang akan bisa dia temui di kamar kos kecilnya, bahkan saat musim libur tiba dia harus menahan iri, karena banyak teman-temannya yang memilih pulang kampung mengunjungi keluarga. Sekarang setelah menikah dia juga menjadikan pekerjaan sebagai alasan untuk melarikan diri dari rasa tak diinginkan. Pagi ini Dina bangun dengan tubuh yang lelah, semalam setelah pembicaraan yang tidak menghasilkan apa pun, Dina akhirnya tidur di kamar Ara karena anak itu merengek terus, Angga yang berniat ingin menemani di sini, dia tolak mentah-mentah, jadilah laki-laki itu tidur di kamar mereka karena menolak ke kamar Keira. Dina yang sedang tak ingin berdebat lagi hanya memilih diam.Jam dinding masih menunjukkan pukul l
Dina hanya menatap heran atasannya yang sudah berlalu menuju ruangannya. Ada ya atasan yang selesaikan tugas bawahannya, kok kesannya kurang ajar banget itu bawahan? Batin Dina bingung. "Dia barusan putus sama tunangannya, Din, kabarnya tunangannya selingkuh." Dina hanya bisa melongo bengong, Mbak Sasa berjalan melewatinya sambil membawa setumpuk dokumen.'Hah! Lalu apa urusannya sama aku?' batin Dina gemas.Dia hanya mengangkat bahu dan melanjutkan kembali pekerjaannya, setidaknya dia ada pekerjaan yang bisa dia gunakan untuk melanjutkan hidup kalau nanti dia sudah tak bisa lagi mempertahankan rumah tangganya.Dia memang bukan tipe orang yang sangat update terhadap gosip-gosip yang berseliweran, bukan juga tipe yang cuek sama sekali, beberapa kali dia akan pergi hangout dengan beberapa karyawan wanita yang sudah berteman akrab dengannya. Saat seperti itu apalagi yang bisa mereka la
Sore itu Dina pulang kerja dengan tubuh yang lelah luar biasa. Godaan untuk merebahkan diri di ranjang empuk seolah tak terbendung lagi. tapi dia masih punya kewajiban lain yang harus dia lakukan. Sebagai seorang ibu dan istri dia tak bisa begitu saja langsung tidur setelah pulang kerja apalagi dia punya anak yang masih kecil yang harus dia perhatikan. Kekesalannya pada sang suami tak membuat Dina mengabaikan anak-anaknya, bagi Dina anak-anak juga korban dari semua ini dia tak ingin menjadi orang yang naif dengan melampiaskan kemarahannya pada anak-anak. Mereka anak-anaknya juga setidaknya untuk saat ini, saat dia masih terikat pernikahan yang sah dengan Angga. Saat memutuskan menikah dengan Angga dulu dia sudah mengatakan “Iya” untuk masuk ke dalam kehidupan Angga yang rumit, jadi sekarang dia akan berusaha bertahan dengan caranya sendiri. Ini hidupnya, Angga memang suaminya tapi laki-laki itu sama sekali tak berhak m